Pages

Friday, May 16, 2014

Cara Membuat Skripsi

MASALAH PENELITIAN


1.        Setiap penelitian selalu berangkat dari masalah, bila dalam peneliti telah dapat menemukan masalah yang betul-betul masalah, maka pekerjaan penelitian 50 % telah selesai (Prof. Dr. Sugiyono, 1999, 25).
2.        Masalah merupakan kesenjangan/perbedaan apa yang diharapkan dengan apa yang terjadi (Bambang Tri Cahyono, 1996, 7).
3.        Hal-hal yang dapat dipermasalahkan dalam penelitian adalah masalah (problem) atau peluang (opportunity) yang didefenisikan dengan jelas, baik keluasannya maupun kedalamannya. Masalah diartikan sebagai suatu situasi dimana suatu fakta yang terjadai sudah menyimpang dari batasan toleransi yang diharapkan. Sedangkan peluang adalah suatu kondisi eksternal yang menguntungkan jika dapat dirah dengan usaha-usaha tertentu tetapi dapat juga secara langsung atau tidak langsung menjadi ancaman bila peluang itu dapat dimanfaatkan oleh pesaing (Husein Umar, SE, MM, MBA., 1999, 8).
4.        Masalah riset merupakan suatu pernyataan informasi spesifik yang dibutuhkan pihak pengambil keputusan untuk membantu memecahkan masalah keputusan manajemen. Ketika masalah/peluang telah diketahui maka sebuah riset akan mendapatkan gambarannya (C. McDaniel  dan R. Gates, 2001, 52).
5.        Penelitian dapat diawali dengan adanya keingintahuan yang kuat dari peneliti, tanpa adanya kejadian yang sangat istimewa (negatif/positif), seseorang bisa melakukan penelitian karena ada sesuatu hal yang ingin diketahuinya sendiri guna kepentingan ilmunya sendiri. Seseorang yang tertarik dalam bidang ilmu manajemen dapat saja meneliti efektivitas gugus kendali mutu bukan untuk kegunaan praktis, tetapi semata-mata ingin membuktikan teori  yang dipelajarinya, atau untuk menyusun suatu teori yang baru (Hasan Mustafa, 1997) 
6.        Permasalahan yang baik memiliki karakteristik sebagai berikut: Pertama, peneliti memiliki keahlian dalam bidang yang dikaji. Kedua, tingkat kemampuan peneliti memang sesuai dengan tingkat kemampuan yang diperlukan untuk mememecahkan permasalahan yang ada. Ketiga, Peneliti memiliki sumber daya yang diperlukan. Keempat, peneliti telah mempertimbangkan kendala waktu, dana, dan berbagai kendala lain dalam pelaksanaan penelitian yang dilakukan (Mudrajad Kuncoro, Ph.D, 2003, 26) 
7.        Petunjuk untuk mengatasi penentuan masalah: 1). Tentukan secara tentatif atau coba-coba suatu topik, lalu pilihlah judul penelitian 2). Buat sketsa mengenai interrelasi dan perurutan-perurutan dari masalah-masalahnya pada secarik kertas, 3). Membahas luasnya area topik, dan berusaha menemukan aspek-aspek kesulitannya, yaitu pusat-pusat simpul yang harus diurai, 4) Dengan persoalan-persalan tersebut baca secara selektif buku-buku referensi, catatan-catatan, dokumen-dokumen, naskah-naskah, laporan-laporan, majalah, dan materi informatif lainnya yang telah dibuat penulis-penulis lain, dan ada sangkut pautnya dengan masalah yang tengah kita garap (Dra. Kartini Kartono, 1980, 55)
8.        Masalah penelitian dapat dilihat dalam tiga bentuk: 1). Exploratory Research (Riset untuk menemukan sesuatu): Ini adalah suatu riset yang  memecahkan problem/isu/topik baru yang sangat sedikit diketahui, sehingga ide riset sebelumnya tidak dapat diformulasi denan baik pada tahap awal. Persoalnnya dapat datang dari bagian disiplin ilmu, baik itu suatu tak-teki riset teoritis atau riset yang mempunyai dasar empiris, 2). Testing out research (Riset untuk menguji coba sesuatu), dalam riset ini kita mencoba untuk menemukan batas dari generalisasi yang diusulkan sebelumnya. Pada umumnya ini adalah riset dasar, misalnya “apakah suatu teori dapat diterapkan pada suhu tinggi”, jumlah testing yang dilakukan tidak terbatas dan terus menerus, karena dengan ini kita mampu untuk memperbaiki dengan menspesifikasi, momodifikasi, mengklarifikasi generalisasi yang dikembangkan oleh disiplin ilmu kita yang penting. 3). Problem Solving Research (Riset untuk memecahkan masalah): dari riset jenis ini kita mulai dari adanya suatu masalah “dalam dunia nyata” dan membawa semua sumber daya inteelktual untuk memecahkan masalahnya. Permasalahan harus dapat ditentukan secara jelas dan metode pemecahan masala harus ditemukan. Orang yang bekerja dalam cara ini harus menciptakan dan mengidentifikasi pemecahan masalah sebelumnya dalam setiap langkah. Ini biasanya melibatkan sejumlah teori dan metode, kadang-kadang melintas lebih dari satu disiplin, karena masalah dunia nyata pada umumnya messy (kacau) dan tidak dapat dipecahkan dalam batas sempit dari satu disiplin akademis (Prof. Dr. Ir. Jacub Rais, M.Sc., 2003)
9.        Yang disebut dengan masalah penelitian adalah hal-hal yang berkaitan dengan: masalah/problema (problem), peluang (opportunity), ketertarikan (anxiety), keraguan/ketidakpastian  (uncertainty), ketiadaan (blankness), kelangkaan (rarely), kemerosotan (decline), ketertinggalan (left behind) (Azuar Juliandi, 2004, 8).




PENEMUAN DAN SUMBER MASALAH


10.     Penemuan Masalah: Kegiatan untuk menemukan permasalahan biasanya didukung oleh survai ke perpustakaan untuk menjajagi perkembangan pengetahuan dalam bidang yang akan diteliti, terutama yang diduga mengandung permasalahan. Kegiatan penemuan permasalahan yang didukung oleh survai ke perpustakaan untuk mengenali perkembangan bidang yang diteliti. Pengenalan ini akan menjadi bahan utama deskripsi “latar belakang permasalahan” dalam usulan penelitian (Prof. Dr. Achmad Djunaedi, 2000)
11.     Penemuan Masalah:
a.           Pasif: Masalah penelitian yang ditemui secara pasif adalah penelitian yang datang berdasarkan autoritas. Misalnya permintaan penelitian yang datang dari pimpinan suatu lembaga penelitian, atau penelitian pesanan dari suatu sponsor. Untuk hal semacam itu masalah penelitian sudah ada dengan sendirinya, sehingga sebagai peneliti kita tinggal merumuskan obyeknya dan meneruskan tahap-tahap penelitian selanjutnya.
b.          Aktif: Cara-cara aktif merupakan penemuan masalah yang dieksplorasi secara mandiri oleh peneliti, dalam menemukan fenomena-fenomena yang dianggap penting dan harus segera dipecahkan (Muhammadi, 2004).
12.     Sumber Masalah: 
a. Formal, terdiri dari: 
a.1.      Rekomendasi penelitian: Masalah dapat ditelusuri dari hasil penelitian orang lain. Sebuah penelitian memiliki bagian kesimpulan dan saran, dari bagian inilah seorang peneliti menemukan masalah dengan menganalisis adanya kemungkinan untuk melanjutkan penelitian tersebut sebagai upaya untuk mengkaji hal-hal yang belum terungkap, mengulang penelitian tersebut untuk memperkaya teori, dan hal-hal lain yang mungkin ditemukan dari analisis hasil penelitian orang lain.
a.2.      Analogi: Analogi merupakan penemuan masalah dengan cara mengadaptasi masalah dari suatu pengetahuan dan menerapkannya ke bidang pengetahuan si peneliti baru, dengan adanya persyaratan bahwa kedua bidang tersebut harus memiliki kesesuaian dalam hal-hal yang penting.
a.3.      Renovasi: Renovasi juga merupakan sebuah metode menemukan masalah penelitian yakni dengan cara mengganti suatu unsur yang tidak sesuai lagi dengan suatu teori, untuk meningkatkan kebenaran suatu teori.
a.4.      Dialektikal: Dialektikal adalah bantahan terhadap suatu teori tertentu.  Ekstrapolasi: Cara penemuan masalah dengan ekstrapolasi adalah dengan membuat trend suatu teori atau trend permasalahan yang dihadapi.
a.5.      Morfologi: Morfologi merupakan pengujian kemungkinan-kemungkinan kombinasi yang terkandung dalam sebuah permasalahan yang kompleks. 
a.6.      Dekomposisi: Dekomposisi merupakan cara penjabaran suatu permasalahan ke dalam komponen-komponennya.
a.7.      Agregasi: Agregasi adalah kebalikan dari dekomposisi. Peneliti dapat mengambil hasil-hasil penelitian atau teori dari beberapa bidang atau beberapa penelitian dan mengumpulkannya untuk membentuk suatu permasalahan yang lebih rumit dan kompleks.
b. Nonformal, terdiri dari:
b.1.      Konjektur: Konjektur adalah permasalahan yang ditemukan dengan naluriah (fakta apresiasi individu terhadap lingkungannya), dan tanpa dasar-dasar yang jelas. Bila kemudian dasar-dasar atau latar belakang permasalahan dapat dijelaskan, maka penelitian dapat diteruskan secara alamiah.
b.2.      Fenomenologi: Menemukan permasalahan-permasalahan baru yang berhubungan dengan fenomena-fenomena yang dapat diamati.
b.3.      Konsensus: Penemuan permasalahan dari hasil kesepakatan-kesepakatan, misalnya kesepakatan para ahli dalam suatu bidang yang sama.
b.4.      Pengalaman: Pengalaman juga merupakan sumber permasalahan yang dapat dijadikan kajian penelitian, baik pengalaman yang gagal maupun pengalaman yang sukses di masa lalu (Prof. Dr. Achmad Djunaedi, 2000)
13.     Sumber Masalah: 
a.           Paper: mempelajari dokumen, buku, majalah, laporan penelitian atau penemuan sebelumnya.
b.          Personal: melakukan wawancara atau diskusi dengan para ahli atau orang-orang yang ada pada lokasi penelitian.
c.           Place: mengamati daerah/lokasi penelitian yang akan diteliti  (Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, 2002, 41).


14.     Sumber Masalah: 
a.           Penelitian terdahulu
b.          Pengamatan di lapangan
c.           Diskusi, ceramah, kuliah
d.          Dosen para peneliti dan para ahli
e.           Bibliografi (daftar kepustakaan) (Drs. Cholid Narbuko dan Drs. H. Abu Achmadi, 2004, 61).
15.     Sumber Masalah: 
a.           Bacaan berupa jurnal, laporan hasil penelitian, skripsi, tesis, disertasi, buku teks, dan internet.
b.          Seminar, lokakarya, diskusi, dan lain-lain pertemuan ilmiah.
c.           Pernyataan pemegang otoritas.
d.          Pengamatan
e.           Pengalaman
f.            Intuisi (Prof. Dr. H. Sarmanu, M.S., 2004, 14).
16.     Sumber Masalah: 
a.           Pengalaman
b.          Literatur yang dipublikasikan: buku, teks, jurnal, text database
c.           Literatur yang tidak dipublikasikan: skripsi, tesis, disertasi, paper, makalah-makalah seminar (Nur Indriantoro dan Bambang Supomo, 1999, hal. 43)
17.     Sumber Masalah: 
a.           Literatur: Literatur atau bahan bacaan yang berhubungan dengan minat dan pngetahuan peneliti.
b.          Pengalaman pribadi: Semakin banyak pengalaman seseorang baik peneliti maupun manajer akan semakin banyak permasalahan yang didapatkan untuk penelitian (Mudrajad Kuncoro, Ph.D. 2003, 24).

JUDUL PENELITIAN


18.     Proses penting dalam sebuah penelitian adalah “pemilihan topik”. Topik (topic) adalah pokok permasalahan dari suatu penelitian. Sebagian orang menyebutnya sebagai “tema pokok dari suatu persoalan”, atau dengan kata lain topik lebih menonjolkan inti dari permasalahan/persoalan, dan dapat menegaskan batas-batas dari masalahnya, serta mengarahkan penentuan judul (Kartono, 1980, 61). 


 






                                                           
                                                                     Sumber: Diolah dari Kartono, 1980, 61        

18.        Untuk penelitian kuantitatif, judul penelitian secara eksplisit menunjukkan variabel yang akan diteliti, terutama variabel independen dan variabel dependennya, sedangkan variabel moderator, intervening, atau variabel kontrolnya dapat digambarkan dalam paradigma penelitian, dengan demikian judul menjadi singkat (Prof. Dr. Sugiyono, 2004, 64).







 

Latar Belakang Masalah

Identifikasi Penelitian
¯
Identifikasi Masalah
¯
Batasan Masalah
    
        Sumber: Sugiyono, 2004, 64
19.        Judul penelitian yang lengkap diharapkan mencakup: 1). Sifat dan jenis penelitian, 2). Objek yang diteliti, 3). Subjek penelitian, 4). Lokasi/daerah penelitian, 5). Tahun/waktu terjadinya peristiwa. Apabila judul penelitian ditulis singkat, maka perlu ditambahkan dengan jelas penegasan judul dan batasan masalah, penegasan ini ditulis dalam bagian pendahuluan, laporan penelitian, dan tentu saja pada waktu penyusunan desain penelitian (Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, 2002, 34).
20.        Judul penelitian yang dipilih harus mampu menggambarkan tujuan dari penelitian, menarik, menggambarkan isi, lokasi atau subjek penelitian, dan periode pengamatan (Mudrajad Kuncoro, Ph.D., 2003, 291).
21.        Judul perlu singkat tapi bermakna dan tentu saja harus jelas terkait dengan isinya. Bila judul memang tidak dapat dipersingkat, meskipun tetap panjang, maka judul dapat dibuat bertingkat, yaitu judul utama, dan anak judul

LATAR BELAKANG MASALAH


22.        Latar belakang masalah berisi informasi tentang suatu masalah dan atau peluang yang dapat dipermasalahkan agar ditindaklanjuti lewat penelitian, termasuk hal-hal yang melatarbelakanginya (Husein Umar, SE, MM, MBA., 2001, 238).
23.        Latar belakang masalah berisi tentang sejarah dan persitiwa-peristiwa yang sedang terjadi  pada suatu proyek penelitian, tetapi dalam peristiwa itu, nampak adanya penyimpangan-penyimpangan dari standar yang ada, baik standar keilmuan maupun aturan-aturan. Dalam latar belakang ini peneliti harus melakukan analisis masalah, sehingga permasalahan menjadi jelas. Melalui analisis masalah ini, peneliti harus dapat menunjukkan adanya suatu penyimpangan, dan menuliskan mengapa hal itu perlu diteliti (Prof. Dr. Sugiyono, 1999, 302).
24.        Latar belakang masalah adalah segala informasi yang diperlukan untuk memahami rumusan masalah yang disusun oleh peneliti (Mudrajad Kuncoro, PhD, 2003, 33).
25.        Pendahuluan/latar belakang masalah adalah memberikan gambaran yang jelas mengenai pemikiran ilmiah, dengan cara mengemukakan masalah dan menghadapkan  pada beberapa pustaka yang relevan yang dapat menuntun pembaca menuju kepada pemikiran logis (David Lindsay, 1986, 87)
26.        Konsep-konsep dan teori-teori ilmiah sebagai sumber masalah dapat dikutip dari literatur yang dipublikasikan: buku teks, jurnal, text database, dan dari literatur yang tidak dipublikasikan: skripsi, tesis, disertasi, paper, makalah-makalah seminar (Nur Indriantoro dan Bambang Supomo, 1999, 43).
27.        Bagian latar belakang masalah menjelaskan mengapa suatu penelitian dilaksanakan dan apa yang ingin dicapai atau diketahui dari pelaksanaan penelitian tersebut. Fakta dan data yang mendukung harus dicantumkan (Dermawan Wibisono, 2000, 304).
28.        Banyak orang mengalami kesulitan dalam memutuskan apa yang akan dimasukkan dalam pendahuluan/latar belakang masalah, hasil-hasil penelitian apa yang perlu dikutip, mana yang akan diberikan dalam pendahuluan/latar belakang masalah dan mana yang tidak perlu. Jawabnya mudah, hanya bahan-bahan yang mengarah kepada hipotesislah yang digunakan. Bahan-bahan tersebut disusun menurut urutan yang logis. (David Lindsay, 1986, 8).
29.        1). Latar belakang masalah harus memuat faktor-faktor apa saja yang menjadi perhatian anda untuk dijadikan suatu latar belakang. Itulah yang disebut dengan latar belakang faktual (identifikasi masalah yang relevan). 2). Latar belakang memuat berbagai informasi kasus, baik secara langsung lewat pengamatan di masyarakat maupun lewat buku-buku referensi, dan hasil-hasil penelitian lain yang sejenis, ini disebut latar belakang teoritis. Peneliti menghubungkan kasus yang satu dengan yang lain, Bagaimana kasus-kasus kontemporer berhubungan dengan kasus-kasus terdahulu, dan bagaimana antara teori-teori yang dapat menjelaskan fenomena perubahan tersebut dari waktu ke waktu. 3) Latar belakang merupakan tonggak problematik yang berisi berbagai persoalan yang akan dijawab dalam bab-bab selanjutnya. Latar belakang memberi alur berpikir sehingga mempermudah peneliti untuk mensistematisir persoalan yang ingin dipecahkan. Setiap masalah yang akan dijawab sebaiknya diutarakan sebagai problematik yang akan dibahas dalam bab-bab berikutnya (Dr. Andrik Purwasito, DEA, 2004).
30.        Hal-hal yang perlu dikemukakan dalam latar belakang masalah: Mengapa peneliti  memilih isu tertentu? Apa kegunaan penelitian tersebut untuk kepentingan praktis atau teoretis? Agar peneliti dapat menyusun latar belakang penelitiannya dengan baik maka dia harus membekali diri dengan banyak informasi tentang isu penelitiannya baik yang berdimensi praktis dan teoritis. Seorang peneliti dengan isu "motivasi kerja", harus dapat menjelaskan mengapa dia meneliti isu tersebut, apa akibat positif yang bisa ditimbulkan dari penelitian dengan isu tersebut. Dalam latar belakang peneliti bisa saja mencantumkan data atau pendapat-pendapat orang lain guna memperkuat alasan penelitiannya (Mustafa, 1997).
31.        Latar belakang masalah berisi argumentasi mengapa penelitian ini penting dilakukan. Menggambarkan situasi dan kondisi baik secara makro maupun mikro serta dilengkapi dengan fakta dan data-data lapangan. Menunjukkan sebab-sebab muncul dan terjadinya masalah. Dikotomi, antara apa yang seharusnya terjadi dan kenyataan yang ada. Munculnya kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan kenyataan. Mengemukakan Kajian teoritis dibandingkan dengan fenomena yang ada, sehingga penelitian ini menjadi menarik, memberi manfaat besar dan memang urgen untuk dilakukan (W. Gede Merta, 2004, 11).
32.        Dalam latar belakang penelitian dikemukakan mengenai pentingnya penelitian itu dilaksanakan. Disini penting disebutkan secara jelas, apa masalahnya dan apa akibat dari permasalahan tersebut. Untuk mencari permasalahan mungkin dapat digunakan analisis dengan pokok masalah. Pentingnya penyantuman ringkasan tinjauan pustaka yang relevan adalah untuk memberikan informasi yang memungkinkan pembaca dapat memahami dan menilai hasil penelitian dalam bidang yang diteliti yang pernah ada serta memberikan justifikasi dari perlakuan yang akan diuji pada metodologi. Disamping itu juga untuk mencegah adanya duplikasi penelitian (Tim Ahli BPPT-PAATP, 1998).
33.        Pada pendahuluan (red: latar belakang masalah) biasanya peneliti mengungkapkan alasan utama mengapa yang bersangkutan memilih masalah tertentu yang akan diteliti sehingga pihak pembaca dapat memahami mengenai pentingnya masalah tersebut untuk diteliti dari sisi ilmiah. Pada bagian ini pula, peneliti boleh menuliskan keinginan peneliti untuk mengungkapkan suatu gejala/konsep/dugaan yang sedang dipikirkan (Jonathan Sarwono, 2002).
34.        Latar belakang berisi uraian singkat mengenai lingkungan di seputar masalah yang akan diteliti. Lingkungan tersebut bisa meliputi: 1). Peristiwa tertentu yang menyebabkan proposal diperlukan, 2). Belum tuntasnya literatur dalam menjawab permasalah atau fenomena tertentu(Mudrajad Kuncoro, PhD, 2003, 86).
35.        Dua pertanyaan perlu dijawab dalam rangka mengisi bagian latar belakang ini, yaitu: Mengapa kita memilih permasalahan ini? Apakah ada opini independen yang menunjang  diperlukannya penelitian ini?  Untuk menjawab pertanyaan “mengapa kita memilih permasalahan ini?”, maka langkah pertama, kita perlu memilih bidang keilmuan yang kita ingin lakukan penelitiannya.  Pemilihan bidang tersebut diteruskan ke sub-bidang dan seterusnya hingga sampai pada topik tertentu yang kita minati. Langkah kedua, kita perlu melakukan kajian terhadap pustaka berkaitan .kemajuan terakhir ilmu pengetahuan dalam topik tersebut untuk mencari peluang pengembangan atau pemantapan teori. Minat maupun peluang tersebut seringkali didorong oleh isu nyata dan aktual yang  muncul di jurnal ilmiah terbaru atau artikel koran bermutu atau pidato penting dan aktual,  atau direkomendasikan oleh penelitian sebelumnya.. Ini semua merupakan opini independen yang menunjang diperlukannya penelitian yang diusulkan tersebut (Prof. Dr. Achmad Djunaedi, 2002, 4).
36.        Pada latar belakang masalah, isu yang mendorong dilakukannya penelitian harus jelas (dukunglah dengan fakta tertulis dari pustaka, terutama jurnal ilmiah terbaru). Pemilihan kasus harus jelas alasannya (alasan karena peneliti berasal dari kota/daerah yang dijadikan kasus bukan merupakan alasan ilmiah). Tunjukkan bahwa kasus yang dipilih bersifat unik dibandingkan kondisi umumnya (yang sudah menjadi teori/pengetahuan yang umum) (Prof. Dr. Achmad Djunaedi, 2002, 15).
37.        Sistematika isi latar belakang masalah dapat diawali dari variabel dependen baru kemudian variabel dependen independen (lihat contoh pada lampiran: Andrew Hale Feinstein dan William F. Harrah, 2001)



IDENTIFIKASI MASALAH
38.        Pada umumnya identifikasi masalah dilakukan dari permasalahan umum yang berhubungan dengan keahlian yang dipunyai dan menarik untuk dipecahkan. Kemudian dari permasalahan umum yang telah ditentukan diambil suatu permasalahan spesifik (red: batasan masalah) dan lebih memungkinkan untuk diteliti (Mudrajad Kuncoro, PhD, 2003, 26). Dalam penyusunan identifikasi masalah diperlukan komunikasi yang baik antara manajer dengan peneliti. Identifikasi masalah memerlukan kreativitas, pengetahuan, pengalaman, dan kadang-kadang juga keberuntungan (Mudrajad Kuncoro, PhD, 2003, 27).
39.        Tahap identifikasi masalah merupakan suatu kegiatan berupa mencari masalah yang sekiranya dapat dicarikan jawabannya melalui penelitian. Semua masalah yang ada pada obyek penelitian dikemukakan, baik masalah yang akan diteliti maupun tidak diteliti. Masalah yang diteliti umumnya merupakan variabel dependen. Berdasarkan masalah yang diketahui tersebut selanjutnya dikemukakan hubungan satu masalah dengan masalah yang lain. Masalah yang diteliti itu kedudukannya dimana diantara masalah yang akan diteliti. Masalah apa saja yang diduga berpengaruh positif dan negatif terhadap masalah yang diteliti. Masalah tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk variabel. (Prof. Dr. Sugiyono, 1999, 303-304).
40.        Tahap identifikasi masalah merupakan suatu kegiatan berupa mencari sebanyak-banyaknya masalah yang sekiranya dapat dicarikan jawabannya melalui penelitian. Pencarian masalah-masalah ini bertumpu pada masalah pokok yang tercermin pada bagian latar belakang masalah (Husein Umar, SE, MM, MBA., 2001, 68).
41.        Peranan identifikasi masalah dalam proses pengembangan perumusan masalah, yaitu proses penyaringan mulai dari yang umum sampai dengan masalah yang khusus. Masalah dimulai dari adanya pemikiran “concern” yang sedang dihadapi atau yang akan dihadapi, kemudian masalah pemikiran tersebut dipersempit menjadi proses penyaringan perumusan masalah dan pada tahap ketiga menjadi penyaringan pemilihan masalah yang akan diteliti dengan disertai tujuan penelitiannya (Jonathan Sarwono, 2002) .
42.        Identifikasi masalah adalah tahap permulaan penguasaan masalah dimana suatu objek dalam suatu jalinan situasi tertentu dapat dikenali sebagai suatu masalah (Suriasumantri dalam Harun Sitompul, 2001, 6)
43.        Identifikasi masalah adalah sekelompok aspek yang berada di sekitar masalah utama yang dapat diteliti untuk menjawab permasalahan utama (Husein Umar, SE, MM, MBA., 2001, 238).
44.        Identifikasi artinya merinci masalah sehingga dapat diketahui dengan jelas. Kalau misalnya masalahnya menyangkut dengan disiplin kerja di instansi atau organisasi X, maka peneliti harus menjelaskan secara rinci tentang masalah disiplin kerja tersebut. Uraiannya berisi tentang pelanggaran-pelanggaran yang banyak dilakukan pegawai, atau perilaku-perilaku yang tidak sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Misalnya, ada aturan yang mengharuskan pegawai masuk kerja pukul 07.00, tetapi dalam kenyataannya tidak demikian. Indentifikasi masalah sebaiknya disertai dengan data yang mendukungnya. Berapa banyak pegawai yang selalu datang terlambat? Berapa lama waktu keterlambatan tersebut? Di bagian mana yang paling banyak terjadi keterlambatan? Pegawai dari golongan mana yang paling banyak terlambat? (Mustafa, 1997)
45.        Identifikasi permasalahan penelitian adalah pernyataan singkat tentang permasalahan yang akan dipecahkan dan merupakan intisari dari latar belakang masalah. Penentuan pilihan dan penegasan permasalahan yang akan diteliti. Masalah adalah sesuatu yang penting untuk mendapatkan pemecahan, dan merupakan gap antara teori dengan kenyataan, antara apa yang diharapkan dengan apa yang terjadi. Dari banyak masalah yang mungkin dihadapi, maka akan ditentukan pokok permasalahan yang menjadi fokus dalam penelitian. Rumusan pokok permasalahan biasanya berupa kalimat tanya (W. Gede Merta, 2004).
46.        Yang dimaksud dengan mengidentifikasi masalah ialah peneliti melakukan tahap pertama dalam melakukan penelitian, yaitu merumuskan masalah yang akan diteliti. Tahap ini merupakan tahap yang paling penting dalam penelitian, karena semua jalannya penelitian akan dituntun oleh perumusan masalah. Tanpa perumusan masalah yang jelas, maka peneliti akan kehilangan arah dalam melakukan penelitian (Mungkin Jonathan Sarwono, 2002).
47.        Permasalahan di sekeliling kita sangat banyak, peneliti tinggal mengidentifikasi, setelah masalah diidentifikasi selanjutnya dipilih salah satu masalah yang paling layak (red: batasan masalah), kemudian masalah yang telah dipilih perlu dirumuskan (Prof. Dr. H. Sarmanu, M.S., 2004, 14).
48.        Masalah-masalah yang disajikan pada bagian Identifikasi masalah umumnya disajikan dalam bentuk kalimat pertanyaan atau kalimat pernyataan (Husein Umar, SE, MM, MBA., 1999a, 16).
49.        Contoh identifikasi masalah yang berbentuk pertanyaan: 1). Seberapa besar pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja keuangan perusahaan, 2). Seberapa besar pengaruh orientasi etka terhadap kinerja keuangan perusahaan, 3). Seberapa besar pengaruh budaya organisasi dan orientasi etika terhadap kinerja perusahaan secara simultan (Erni R. Ernawan, 2004, 19)

BATASAN MASALAH


50.        Bagian ini berkaitan erat dengan identifikasi masalah. Jika peneliti memiliki keterbatasan, masalah-masalah yang telah diidentifikasi mungkin tidak dapat diteliti semuanya, melainkan hanya beberapa saja/dibatasi (Husein Umar, SE, MM, MBA., 1999, 17).
51.        Batasan masalah menggambarkan ruang lingkup penelitian yang tidak terlalu luas. Masalah umum yang ada perlu dibatasi secara khusus (sempit) dengan mempertimbangkan keterbatasan waktu, dana, tenaga, teori, dan sebagainya. sehingga penelitian dapat dilakukan lebih mendalam.  Masalah yang dibatasi ini menjadi variabel di dalam penelitian (Prof. Dr. Sugiyono, 1999, 303)
52.        Jika masalah terlalu umum atau meluas, ini berarti terlalu kabur sehingga tidak dapat diuji oleh peneliti (Kerlinger, 2000, 38)
53.        Setelah masalah diidentifikasi selanjutnya dipilih salah satu masalah yang paling layak untuk diteliti (Prof. Dr. H. Sarmanu, M.S., 2004, 14).

RUMUSAN MASALAH


54.        Rumusan masalah dapat diformulasikan dalam sebuah pertanyaan penelitian. Pertanyaan ini nantinya akan terjawab setelah ada hasil penelitian yang diperoleh dari pembahasan/analisa (Nur Indriantoro dan Bambang Supomo, 1999, 49; Husein Umar, SE, MM, MBA., 2001, 69).
55.        Rumusan masalah adalah kalimat tanya atau pertanyaan yang menanyakan hubungan apakah yang terdapat antara dua variabel atau lebih (Fred. N. Kerlinger, 2001, 28-29).
56.        Perumusan masalah harus disertai latar belakang masalah (Mudrajad Kuncoro, PhD, 2003, 33). Perumusan masalah diidentifikasi melalui proses wawancara, observasi, dan survey literatur. (Mudrajad Kuncoro, PhD, 2003, 44).
57.        Sering dijumpai usulan penelitian yang memuat “latar belakang permasalahan” secara panjang lebar tetapi tidak diakhiri (atau disusul) oleh rumusan (pernyataan) permasalahan. Pernyataan permasalahan sebenarnya merupakan kesimpulan dari uraian “latar belakang” tersebut. Castette dan Heisler menjelaskan bahwa secara keseluruhan ada 5 macam bentuk pernyataan permasalahan, yaitu: (1) bentuk satu pertanyaan (question); (2) bentuk satu pertanyaan umum disusul oleh beberapa pertanyaan yang spesifik; (3) bentuk satu penyataan (statement) disusul oleh beberapa pertanyaan (question). (4) bentuk hipotesis; dan (5) bentuk pernyataan umum disusul oleh beberapa hipotesis (Prof. Dr. Achmad Djunaedi, 2000, 6).
58.        Meskipun dapat berupa kalimat berita, sebaiknya pertanyaan penelitian berupa kalimat tanya (yang diakhiri dengan tanda tanya). Bila pertanyaan penelitian lebih dari satu, maka semua pertanyaan haruslah berada dalam satu “payung” (satu sistem). Bila tidak, maka akan terasa mengerjakan dua tesis sekaligus atau lebih. Untuk memperjelas “payung” tersebut dapat pula ditulis satu pertanyaan besar yang memayungi sejumlah pertanyaan kecil. Bila perlu, beri penjelasan tentang beberapa istilah dan letakkan penjelasan tersebut di bawah daftar pertanyaan penelitian (Prof. Dr. Achmad Djunaedi, 2002, 15).

 

TUJUAN PENELITIAN


59.        Tujuan penelitian menunjukkan hal-hal yang ingin dicapai, sesuai dengan pokok  permasalahan. Tujuan penelitian biasanya diawali dengan kata-kata seperti : untuk mengetahui, menghitung, menganalisis, membedakan, dan lain-lain (W. Gede Merta, 2004, 11).
60.        Tujuan penelitian berkaitan dengan pertanyaan penelitian, tapi tingkatan tujuan tergantung hasil kajian pustaka. Beberapa tingkatan atau macam tujuan penelitian, antara lain: (1) mengeksplorasi; misal: mengeksplorasi faktor-faktor yang mempengaruhi.... (2) mendeskripsikan; misal: mendeskripsikan pola ....; mendeskripsikan perkembangan .....; mendeskripsikan kategori ....(3) menguji hipotesis; misal: menguji hipotesis bahwa tidak ada hubungan antara .... dengan .... (4) mengevaluasi; misal: mengevaluasi ketepatan pemilihan lokasi ibukota ... dengan kriteria akademis. Sebaiknya dirumuskan suatu tujuan bagi setiap pertanyaan penelitian. Tujuan untuk masing-masing pertanyaan penelitian dapat berbeda, tergantung pada status/ujung pengetahuan yang ada saat ini (“state of the art”)—hasil kajian pustaka—bagi masing-masing pertanyaan penelitian (Prof. Dr. Achmad Djunaedi, 2002, 15-16).
61.        Tujuan penelitian berkaitan erat dengan rumusan masalah yang dituliskan, misalnya jika rumusan masalahnya “apakah ada pengaruh latihan terhadap produktivitas kerja pegawai”, maka tujuannya adalah “ingin mengetahui apakah ada hubungan antara latihan dan produktivitas kerja pegawai dan kalau ada seberapa besar”. Rumusan masalah dan tujuan penelitian ini jawabnya terletak pada kesimpulan penelitian (Prof. Dr. Sugiyono, 1999, 305).

MANFAAT PENELITIAN


62.        Hasil penelitian harus bermanfaat bagi:
a.           Peneliti
b.          Instansi/lembaga tempat penelitian
c.           Universitas
d.          Peneliti pada masa mendatang (Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, 2002, 28-29).
63.        Manfaat penelitian merupakan dampak dari tercapainya tujuan penelitian. Kalau penelitian dapat tercapai dan rumusan masalah terjawab  dengan akurat, maka apa dan bagi siapa hasil penelitian tersebut bermanfaat. Setidaknya penelitian bermanfaat untuk:
a.        Kegunaan teoritis: untuk mengembangkan ilmu
b.       Kegunaan praktis: membantu memecahkan dan mengantisipasi masalah yang ada pada objek yang diteliti (Prof. Dr. Sugiyono, 1999, 305).
64.        Kegunaan (red: manfaat) penelitian merupakan uraian tentang manfaat dari hasil atau temuan penelitian. Kalau ternyata terbukti bahwa ada hubungan antara gaji pegawai dengan semangat kerja mereka, lalu apa manfaat dari temuan tersebut bagi lingkungan di mana penelitian dilangsungkan? (Hasan Mustaf, 1997)

LANDASAN TEORI

65.        Teori merupakan suatu kumpulan konstruk atau konsep, defenisi dan preposisi yang menggambarkan fenomena secara sistematis melalui penentuan hubungan antar variabel dengan tujuan untuk menjelaskan (memprediksi) fenomena alam (Fred N. Kerlinger, 2000, 48).
66.        Uraian teori merupakan uraian sistematis tentang teori yang diambil berdasarkan pendapat pakar atau penulis buku, dan hasil-hasil penelitian yang relevan dengan variabel penelitian (Prof. Dr. Sugiyono, 1999, 43).
67.        Langkah-langkah penyusunan uraian teori: Menetapkan variabel : Tetapkan nama variabel yang diteliti, dan jumlah variabelnya. Baca buku dan hasil penelitian : Cari sumber-sumber bacaan yang relevan: buku kamus, ensiklopedia, jurnal ilmiah, laporan penelitian, skripsi, tesis, disertasi. Deskripsi teori: Cari defenisi setiap variabel pada berbagai sumber bacaan, bandingkan antara suatu sumber dengan sumber lain, pilih defenisi yang sesuai dengan penelitian, juga cari uraian rinci tentang ruang lingkup setiap variabel dan kedudukan antara variabel yang satu dengan yang lain dalam penelitian itu.  Analisa kritis teori: Lakukan analisa kritis, renungkan, dan buat rumusan dengan bahasa sendiri. Analisis komparatif terhadap teori dan hasil penelitian: membandingkan , memadukan dan mereduksi antara satu teori dengan teori lainnya. Sintesa/kesimpulan dari teori : dari analisa kritis diperoleh kesimpulan yang sifatnya sementara (Prof. Dr. Sugiyono, 1999, 46).
68.        Tinjauan pustaka atau studi literatur merupakan langkah penting di dalam penelitian. langkah ini meliputi identifikasi, lokasi, dan analisis dari dokumen yang berisi informasi yang berhubungan dengan permasalahan penelitian secara sistematis. Dokumen ini meliputi jurnal, abstrak, tinjauan buku, data statistik, dan laporan penelitian yang relevan. Melalui langkah ini penyusunan hipotesis juga lebih baik karena pemahaman permasalahan yang diteliti akan lebih mendalam. Dengan mengetahui berbagai penelitian yang sudah ada, peneliti akan menjadi lebih tajam dalam melakukan interprestasi hasil penelitian (Mudrajad Kuncoro, PhD, 2003, 28). Karena teori merupakan bagian dalam proses mendapatkan ilmu, bab ini diawali dengan uraian mengenai esensi ilmu, dilanjutkan dengan menyoroti bangunan dasar teori (red: grand theory), menyusun kerangka teoritis dan mengajukan hipotesis (Mudrajad Kuncoro, PhD, 2003, 37)
69.        Dalam penelitian ilmiah, selain dari buku referensi digunakan juga sumber-sumber berikut: buku tesk (text book), jurnal, periodical, year book, buletin, annual review, off print (kiriman artikel dari pengarang), reprint (artikel mandiri yang dicetak ulang  dari majalah ilmiah yang pernah diterbitkan), recent advance (sejenis majalah ilmiah), bibliografi, handbook, manual (buku petunjuk) (Mohammad Nazir, Ph.D., 1999, 128-131).
70.        Selain tersusun dari rangkaian teori yang merupakan hasil telaah pustaka, landasan teori juga dibangun dari hasil-hasil penelitian yang mendahului (Drs. Cholid Narbuko, Drs. H. Abu Achmadi, 2004, 61).
71.        Penelaahan kepustakaan bertujuan untuk mencari landasan teoritik dan empirik untuk penelitian yang dikerjakan. Landasan teoritik dan empirik dapat bersumber dari buku bacaan antara lain buku teks, jurnal, laporan penelitian, skripsi, tesis, disertasi, internet, dan lain-lain karya ilmiah (Prof. Dr. H. Sarmanu, M.S., 2004, 15).
72.        Sumber pustaka cetak dibedakan dalam bentuk: buku, artikel atau bab dalam buku yang diedit, artikel dalam jurnal, dan naskah yang tidak diterbitkan. Sumber pustaka elektronis dibedakan dalam dua macam, yaitu: situs web/internet, dan CD-ROM (Prof. Dr. Achmad Djunaedi, 2002, 28).
73.        Penggunaan media internet untuk penelusuran pustaka banyak membantu peneliti di Indonesia. Kendala klasik yang dijumpai oleh para peneliti di negara kita, terutama masalah kelangkaan publikasi terbaru karena masalah pendanaan dan kecepatan akses dapat ditanggulangi dengan pemanfaatan sumber informasi dari internet (Prof. Dr. C. Hanny Wijaya, 2004, 117)
74.        Mahasiswa sering mengalami kesulitan dalam mencari informasi tentang penelitian yang sudah pernah dilakukan sebelumnya, untuk itu mahasiswa dan peneliti dapat menggunakan referensi yang bersumber dari internet, seperti  Network of Digital Library of Theses and Disertation (NDLTD) Nasional  (Onno W. Purbo, Ph.D, Intan Ahmad, Ph.D, Ismail Fahmi, ST, 2001, 29)
75.        Masalah  plagiatisme karya akhir mahasiswa S-1, sebenarnya dapat diatasi dengan metode memperbolehkan mahasiswa menggunakan referensi internet dalam penelitian mereka. Kekhawatiran para pendidik bahwa penggunaan internet dapat menunjang plagiatisme adalah sesuatu yang tidak beralasan. Ada beberapa alasan jika referensi diperbolehkan:  1). Karena skripsi/tesis tersebut dapat mudah diakses melalui internet, maka akan banyak orang yang bisa membacanya. 2). Jika banyak orang yang dapat membaca skripsi/tesis tersebut, maka semakin mudah kita mengetahui kalau ada orang yang menjiplak untuk kepentingan pribadinya. 3). Jika kita merasa banyak orang yang sudah tahu dan membaca sebuah tesis, maka keinginan untuk menjiplak otomatis akan terhambat, karena pasti akan ketahuan. 4). Proses kontrol dan evaluasi terhadap skripsi/tesis bukan hanya pada saat defense atau sidang akhir saja yang hanya dihadiri penguji dan sipervisor. Dengan informasi online, akhirnya pengujian dilakukan oleh masyarakat luas. Masyarakat akan bisa menilai kualitas tesis terhadap tesis sejenis sebelumnya (Onno W. Purbo, Ph.D, Intan Ahmad, Ph.D, Ismail Fahmi, ST, 2001, 9).
76.        Sumber referensi dari internet: Etika ilmu pengetahuan yang berlaku dalam penulisan/publikasi menuntut kita untuk menghormati karya cipta. Jika kita menggunakan materi dari karya seseorang atau organisasi dalam tulisan kita, kita dituntut untuk mencantumkan nama penciptanya dan sumbernya [alamat website / url:  http, gopher, ftp] dan tanggal kita mengunjungi website tersebut atau tanggal men-download file dari website. Dalam hal di mana penciptanya mempersyaratkan ijin, kita dapat menhubungi pemilik hak cipta (misalnya dengan e-mail). Mengutip tanpa menyebut penciptanya merupakan tindakan penjiplakan (plagiat) (Prof Ir. Rudy C Tarumingkeng, PhD, 2003).
77.        Cara yang dapat digunakan untuk mensosialisasikan penggunaan internet (online) dalam penelitian mahasiswa adalah: 1). Dosen memperbolehkan dan mungkin mewajibkan mahasiswa yang sedang melakukan penelitian mencantumkan referensi yang dikutip dari situs-situs internet. 2). Jika memungkinkan dosen mendampingi mahasiswa dalam melakukan penelusuran referensi. Untuk hal ini dosen pembimbing perlu menyediakan waktu khusus bagi mahasiswa. 3). Jika metode kedua tidak memungkinkan, mahasiswa dapat melakukan penelusuran sendiri, untuk kemudian menunjukkan printout  hasil penelusuran, sebelum penulisan dilakukan. Cara ini dapat menghindari mahasiswa melakukan penjiplakan penuh hasil tulisan dari internet untuk penulisan mereka, karena adanya kontrol dari dosen. Hal utama dalam pemanfaatan sarana internet ini adalah kejujuran dalam penulisan sumber referensi (Azuar Juliandi, 2002, 31).

KERANGKA KONSEPTUAL


78.        Kerangka teoritis membantu peneliti dalam penentuan tujuan dan arah penelitiannya dan dalam memilih konsep-konse yang tepat guna pembentukan hipotesis-hipotesisnya (Melly G. Tan dalam Koemtjaraningrat, 1991, 21)
79.        Dalam kerangka pemikiran, peneliti harus menguraikan konsep atau variabel-variabel penelitiannya secara lebih rinci. Dia tidak hanya mendefinisikan variabel-variabel tadi, tetapi juga menjelaskan keterkaitan di antara variabel-variabel tadi. Dalam meruraikan kerangka pikirannya , peneliti tidak sekedar memfokuskan pada variabel-variabel penelitiannya saja tetapi juga harus menghubungkan konsep penelitian dalam kerangka yang lebih luas lagi. Misalnya jika peneliti ingin mengetahui apakah ada korelasi antara gugus kendali mutu dengan tingkat produktivitas, maka peneliti menguraikan apa itu gugus kendali mutu, apa itu produktivitas, bagaimana hubungan di antara kedua variabel itu, lalu bagaimana keterkaitannya dengan organisasi secara menyeluruh.  Akhir kerangka pemikiran dapat disusun dalam bentuk model, yaitu abtraksi dari pemikiran-pemikiran yang melandasi penelitian. Model kerangka pemikiran bisa sama dengan model penelitian, tetapi juga bisa berbeda. Model penelitian cenderung lebih memusatkan pada variabel- variabel penelitian yang memang benar-benar akan diteliti, sedangkan model kerangka pemikiran lebih luas lagi. Misalnya, Model : K=f(m,k) - Kinerja adalah fungsi dari motivasi dan kemampuan, tetapi penelitian hanya ingin mengetahui hubungan antara motivasi dengan kinerja. Dengan demikian dalam model kerangka pemikiran ada tiga variabel, sedangkan di model penelitian hanya ada dua variabel (Hasan Mustafa, 1997).
80.        Kerangka teoritis adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Teori ini secara logis mencerati dokumentasi-dokumentasi dari riset-riset sebelumnya yang terdapat pada suatu area masalah yang sama secara umum. Membangun kerangka konseptual akan dapat membantu kita dalam mengendalikan maupun menguji suatu hubungan, serta meningkatkan pengetahuan atau pengertian kita terhadap suatu fenomena yang diamati. Dari kerangka teoritis hipotesis dapat dibangun untuk melihat apakah formula dari teori tersebut valid atau tidak (Mudrajad Kuncoro, PhD, 2003, 37). Kerangka teoritis adalah pondasi utama dimana sepenuhnya proyek penelitian ditujukan, hal ini merupakan jaringan hubungan antarvariabel yang secara logis diterangkan, dan dielaborasi dari perumusan masalah yang telah diidentifikasi melalui proses wawancara, observasi, dan survey literatur (Mudrajad Kuncoro, PhD, 2003, 44).
81.        Kerangka teoritis dibuat berupa skema sederhana yang menggambarkan secara singkat proses pemecahan masalah yang dikemukakan dalam penelitian. skema sederhana yang dibuat kemudian dijelaskan secukupnya mengenai mekanisme kerja faktor-faktor yang timbul. (Cholid Narbuko, H. Abu Achmadi, 2004, 140).
82.        Kerangka konseptual adalah kerangka teori yang diperoleh dari penelaahan studi kepustakaan yang manfaatnya dapat dipergunakan untuk memudahkan dalam memahami hipotesis yang diajukan. Kerangka konseptual berisi pengaruh, hubungan antar variabel atau perbedaan (Prof. Dr. H. Sarmanu, M.S., 2004, 6).

HIPOTESIS


83.        Karakteristik hipotesis yang baik: konsisten dengan penelitian sebelumnya, penjelasan masuk akal, perkiraan yang tepat dan dapat terukur, dapat diuji (Mudrajad Kuncoro, PhD, 2003, 48). Hipotesis diklasifikasikan sebagai hipotesis penelitian dan hipotesis statistik. Hipotesis penelitian dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan (deklaratif), sedangkan hipotesis statistik dalam bentuk hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (Ha) (Mudrajad Kuncoro, PhD, 2003, 49).
84.        Dalam hubungannya dengan hipotesis dalam suatu penelitian, sebuah teori adalah perumusan sementara tentang suatu kemungkinan dalil. Teori sebagai titik permulaan bersumbernya hipotesis yang akan dibuktikan (Cholid Narbuko, H. Abu Achmadi, 2004, 28).
85.        Kegunaan pokok statistik inferensial ialah menguji hipotesis penelitian dengan menguji hipotesis statsitik. Hipotesis substansi adalah hipotesis yang mengandung pernyataan mengenai relasi antara dua variabel atau lebih sesuai dengan teori. Hipotesis substansial tidak dapat diuji, agar dapat diuji harus terlebih dahulu diterjemahkan menjadi term-term operasional atau term-terms statistik yang disebut dengan hipotesis statistik. Hipotesis statistik adalah pernyataan mengenai relasi statistik yag dijabarkan dari relasi-relasi yang terungkap dalam hipotesis substansi. Cara merumuskannya, pertama tuliskan hipotesis statistik yang mencerminkan arti operasional eksprimental yang terkandung dalam hipotesis substansi (contoh: H1: MA>MB), kemudian menuliskan hipotesis nol sebagai batu uji bagi hipotesis tipe pertama (contoh: Ho: MA=MB) (Fred N. Kerlinger, 2000, 329-332)
86.        Beberapa saran yang perlu diperhatikan dalam menyusun hipotesis penelitian adalah sebagai berikut:
Hendaknya disusun dalam kalimat pernyataan bukan pertanyaan
Disusun secara padat makna
Hendaknya dapat diuji kebenarannya
Menyatakan pengaruh, hubungan atau perbedaan diantara variabel
Formula penulisannya jangan digunakan H0 dan  H1 (Prof. Dr. H. Sarmanu, M.S., 2004, 6).





DEFENISI OPERASIONAL


87.        Defenisi operasional adalah mendefenisikan suatu variabel yang akan diamati dalam proses dengan mana variabel itu akan diukur (L.N. Jewel dan Marc Siegal, 1998, 27)
88.        Defenisi operasional tak lain dari pada mengubah konsep-konsep yang berupka konstruk dengan kata-kata yang menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati, dan dapat diuji dan ditentukan kebenarannya oleh orang lain (Young dalam Mely G. Tan dalam Koentrjaraningrat, 1991, 23).
89.        Operasionalisasi variabel merupakan proses mengubah definisi nominal menjadi definisi operasional. Misalnya definisi nominal dari disiplin adalah "tingkat kepatuhan seseorang kepada aturan-aturan yang dikeluarkan oleh organisasi". Definisi operasionalnya: Masuk pukul 07.00 dan pulang pukul 14.00, setiap tanggal 17 mengikuti apel, tidak merokok di tempat yang ada larangan merokok, meminta ijin kepada yang berwenang jika meninggalkan kantor pada saat jam kerja, dan lain sebagainya. Definisi operasional tidak boleh mempunyai makna yang berbeda dengan definisi nominal. Oleh karena itu sebelum menyusun defenisi operasional, peneliti harus membuat definisi nominal terlebih dahulu variabel penelitiannya. Definisi nominal dari variabel penelitian seharusnya secara eksplisit telah dinyatakan dalam kerangka pemikiran.Definisi nominal dapat diangkat dari berbagai pendapat para akhli yang memang banyak membicarakan, menulis tentang variabel yang ditelitinya. Kalau variabelnya adalah "Peran Kepala Desa", maka peneliti harus mempelajari konsep "peran Kepala Desa". Apa itu peran?. Peneliti tidak bisa hanya mengutip satu atau dua pendapat saja. Makin banyak pendapat para akhli yang dikutip, makin besar kemungkinan kebenaran makna definisi nominal variabel penelitiannya. Untuk memudahkan, langkah awal yang bisa diambil guna menyusun definisi nominal variabel penelitian adalah melihat kamus umum. Kalau variabel tersebut berasal dari kata asing, misalnya dari bahasa Inggeris, maka kamus bahasa Inggeris yang dipakai. Baru setelah itu mencari dari buku-buku khusus yang membahas konsep atau variabel penelitiannya. Jika buku yang dibacanya cukup tebal sehingga sulit menemukan kata yang dicarinya, manfaatkan indeks yang ada di buku tersebut. Melalui indeks, peneliti dapat dengan mudah menemukan nomor halaman di mana kata yang dimaksudkan dibahas (Hasan Mustafa, 1997).
90.        Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat variabel yang diamati. Definisi operasional mencakup hal-hal penting dalam penelitian yang memerlukan penjelasan. Definisi operasional bersifat spesifik, rinci, tegas dan pasti yang menggambarkan karakteristik variabel-variabel penelitian dan hal-hal yang dianggap penting. Definisi operasional tidak sama dengan definisi teoritis. Definisi operasional hanya berlaku pada area penelitian yang sedang dilakukan, sedangkan definisi teoritis diambil dari buku-buku literatur dan berlaku umum. Contoh  definisi operasional : Periklanan adalah seluruh biaya iklan yang dikeluarkan oleh perusahaan baik melalui radio, surat kabar, majalah, televisi, brosur dan papan reklame, tiap-tiap tahunnya selama lima tahun dari tahun 1995 sampai tahun 1999. Penjualan adalah seluruh hasil penjualan bersih, kredit maupun kontan, yaitu seluruh hasil penjualan kotor setelah dikurangi potongan-potongan penjualan, baik berupa diskon maupun pengembalian penjualan, yang diperoleh perusahaan setiap bulan selama tiga tahun terakhir, terhitung mulai tahun 1998 sampai dengan tahun 2000 (W. Gede Merta, 2004).
91.        Definisi  operasional  ialah  spesifikasi  kegiatan  peneliti  dalam  mengukur  atau  memanipulasi  suatu  variabel.  Definisi  operasional  memberi  batasan  atau  arti  suatu  variabel  dengan  merinci  hal  yang  harus  dikerjakan  oleh  peneliti  untuk  mengukur  variabel  tersebut. Yang dimaksud dengan definisi operasional ialah suatu definisi yang didasarkan pada karakteristik yang dapat diobservasi dari apa yang sedang didefinisikan atau “mengubah konsep-konsep yang berupa konstruk dengan kata-kata yang menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati dan yang dapat diuji dan ditentukan kebenarannya oleh orang lain” (Young, dikutip oleh Koentjarangningrat). Penekanan pengertian definisi operasional ialah pada kata “dapat diobservasi”. Apabila seorang peneliti melakukan suatu observasi terhadap suatu gejala atau obyek, maka peneliti lain juga dapat melakukan hal yang sama, yaitu mengidentifikasi apa yang telah didefinisikan oleh peneliti pertama. Ada tiga pendekatan untuk menyusun definisi operasional, yaitu disebut Tipe A, Tipe B dan Tipe C. 1) Definisi Operasional Tipe A: Definisi operasional Tipe A dapat disusun didasarkan pada operasi yang harus dilakukan, sehingga menyebabkan gejala atau keadaan yang didefinisikan menjadi nyata atau dapat terjadi. Dengan menggunakan prosedur tertentu peneliti dapat membuat gejala menjadi nyata. Contoh: “Konflik” didefinisikan sebagai keadaan yang dihasilkan dengan menempatkan dua orang atau lebih pada situasi dimana masing-masing orang mempunyai tujuan yang sama,  tetapi hanya satu orang yang akan dapat mencapainya. 2). Definisi Operasional Tipe B: Definisi operasional Tipe B dapat disusun didasarkan pada bagaimana obyek tertentu yang didefinisikan dapat dioperasionalisasikan, yaitu berupa apa yang dilakukannya atau apa yang menyusun karaktersitik-karakteristik dinamisnya. Contoh: “Orang pandai” dapat didefinisikan sebagai seorang yang mendapatkan nilai-nilai tinggi di sekolahnya.3). Definisi Operasional Tipe C: Definisi operasional Tipe C dapat disusun didasarkan pada penampakan seperti apa obyek atau gejala yang didefinisikan tersebut, yaitu apa saja yang menyusun karaktersitik-karaktersitik statisnya. Contoh: “Orang pandai” dapat didefinisikan sebagai orang yang mempunyai ingatan kuat, menguasai beberapa bahasa asing, kemampuan berpikir baik, sistematis dan mempunyai kemampuan menghitung secara cepat (Jonathan Sarwono, 2002).

SUMBER DATA/ POPULASI DAN SAMPEL


92.        Ada data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diambil oleh peneliti sendiri (bukan oleh orang lain) dari sumber utama, guna kepentingan penelitiannya, yang sebelumnya tidak ada. Data sekunder adalah data yang sudah tersedia yang dikutip oleh peneliti guna kepentingan penelitiannya. Data aslinya tidak diambil peneliti tetapi oleh pihak lain. Misalnya data tentang upah pegawai, jika jumlah upahnya diperoleh berdasarkan wawancara dengan pegawai yang bersangkutan, maka data upah tersebut adalah data primer. Jika data tentang upah tersebut dikutip oleh peneliti dari Daftar Upah Pegawai yang telah tersedia, maka data upah ini adalah data sekunder  (Hasan Mustafa, 1997).
93.        Secara umum jumlah sampel minimal yang dapat diterima untuk suatu studi tergentung dari jenis studi yang dilakukan. Beberapa pedoman yang dianjurkan menurut Gy dan Diehl, adalah: 1). Untuk studi deskriptif, sampel 20 % dari populasi dianggap merupakan jumlah amat minimal. Untuk populasi yang lebih kecil setidaknya 20 % mungkin diperlukan. 2). Untuk  studi korelasional, dibutuhkan minimal 30 sampel untuk menguji ada tidaknya hubungan, 3). Untuk studi kausal komparatif, minimal 30 subjek pergrup umumnya dianjurkan, 4). Untuk studi eksprimen minimal 15 subjek pergrup umumnya dianjurkan.
94.        Metode pengambilan sampel secara acak terstratifikasi (stratified random sampling) adalah metode pemilihan sampel dengan cara membagi populasi ke dalam kelompok-kelompok yang homogen yang disebut strata, dan kemudian sampel diambil secara acak dari strata tersebut (Sugiarto et.al., 2001, 73)
95.        Data sekunder merupakan data yang sudah tersedia sehingga kita tinggal mencari dan mengumpulkan; sedang data primer adalah data yang hanya dapat kita peroleh dari sumber asli atau pertama. Jika data sekunder dapat kita peroleh dengan lebih mudah dan cepat karena sudah tersedia, misalnya di perpustakaan, perusahaan-perusahaan, organisasi-organisasi perdagangan, biro pusat statistik, dan kantor-kantor pemerintah; maka data primer harus secara langsung kita ambil dari sumber aslinya, melalui nara sumber yang tepat dan yang kita jadikan responden dalam penelitian kita (Jonathan Sarwono, 2002).
96.        Menentukan   jumlah sampel dapat digunakan dengan cara:
a. Meneliti harga proporsi (Cahyono, 1996, 95-97) dengan dua kriteria:
- Menentukan ukuran sampel dari populasi yang tidak diketahui jumlahnya (infinitive), dengan rumus:
                                    z2a.p.q
      n       =                                                                   
                                     (d)2
Keterangan: n = jumlah sampel, p= estimator proporsi populasi, q= 1-p, z= harga standar norma, tergantung dari harga yang digunakan, d= penyimpangan yang ditolerir. Contoh: Sebuah survey pendapat pasien rumah sakit tentang mutu pelayanan kepadanya selama berobat. Penyimpangan proporsi pada coefisient 0,95 adalah 5 %. Tidak ada informasi lain tentang kasus yang diteliti. Dalam kasus ini d=5 % = 0,05 pada harga a=1-0,95=0,05. Tidak ada informasi (data sekunder) tentang harga p, maka p dianggap = 0,5, sehingga q=1-0,05=0,5, maka:
          (1,960)2 . (0,5).(0,5)
n    =                                                                           = 384,16 à384 orang
               (0,05)2
- Menentukan ukuran sampel dari populasi yang diketahui jumlahnya (finitive), dengan rumus:
                                         N.z2a.p.q
      n =                                                                                                                                                                                                                                                                                       d2.(N-1) +  za.p.q
Keterangan: n= jumlah sampel, p= estimator proporsi populasi=0,5, q=1-p=1-0,5, z= harga standar norma, tergantung dari harga yang digunakan=1,960, d= penyimpangan yang ditolerir=0,05, N= jumlah unit populasi=500. Contoh: Jika diketahui N=500 orang, maka:
    500.(1,960)2 . (0,5).(0,5)
n=                                                                                                         =276,37à276 orang
      (0,05)2.(500-1) + (1.960).(0.5).(0.5)

b. Rumusan Slovin (Umar, 2002, 141):
                 N
n=                                                  
    1+Ne2
Keterangan: n  = Ukuran sampel, N= Ukuran populasi, e= Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambailan sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan (dalam penelitian ini digunakan 1 % atau 0,01). Contoh: Jumlah anggota pada suatu populasi=249, maka jumlah sampenya adalah:
                 249
   n=                                                              = 71,35, à71 orang            
   1+249x0,012

c. Menggunakan tabel penentuan jumlah sampel dari populasi tertentu (Sugiyono, 1999, 81)
   Tabel ini dikembangkan dari dari Isaac & Michael dengan rumus sebagai berikut:

                         l2.N.P.Q
s =                                                                                                                                                               
                d2 (N-1) + l2.P.Q
l2 dengan dk=1, taraf kesalahan 1%, 5%, 10%, P=Q=0,5, d=0,05, s=jumlah sampel.
Berdasarkan rumus tersebut dapat dihitung jumlah sampel dari populasi mulai 10 sampai dengan 1.000.000, hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Penentuan Jumlah Sampel dari Populasi Tertentu
dengan Taraf Kesalahan 1%, 5% , Dan 10 %
N
s
N
s
N
s
1%
5%
10%
1%
5%
10%
1%
5%
10%
10
10
10
10
280
197
155
138
2800
537
310
247
15
15
14
14
290
202
158
140
3000
543
312
248
20
19
19
19
300
207
161
143
3500
558
317
251
25
24
23
23
320
216
167
147
4000
569
320
254
30
29
28
27
340
225
172
151
4500
578
323
255
35
33
32
31
360
234
177
155
5000
586
326
257
40
38
36
35
380
242
182
158
6000
598
329
259
45
42
40
39
400
250
186
162
7000
606
332
261
50
47
44
42
420
257
191
165
8000
613
334
263
55
51
48
46
440
265
195
168
9000
618
335
263
60
55
51
49
460
272
198
171
10000
622
336
263
65
59
55
53
480
279
202
173
15000
635
340
266
70
63
58
56
500
285
205
176
20000
642
342
267
75
67
62
59
550
301
213
182
30000
649
344
268
80
71
65
62
600
315
221
187
40000
563
345
269
85
75
68
65
650
329
227
191
50000
655
346
269
90
79
72
68
700
341
233
195
75000
658
346
270
95
83
75
71
750
352
238
199
100000
659
347
270
100
87
78
73
800
363
243
202
150000
661
347
270
110
94
84
78
850
373
247
205
200000
661
347
270
120
102
89
83
900
382
251
208
250000
662
348
270
130
109
95
88
950
391
255
211
300000
662
348
270
140
116
100
92
1000
399
258
213
350000
662
348
270
150
122
105
97
1100
414
265
217
400000
663
348
270
160
129
110
101
1200
427
270
221
450000
663
348
270
170
135
114
105
1300
440
275
224
500000
663
348
270
180
142
119
108
1400
450
279
227
550000
663
348
270
190
148
123
112
1500
460
283
229
600000
663
348
270
200
154
127
115
1600
469
286
232
650000
663
348
270
210
160
131
118
1700
477
289
234
700000
663
348
270
220
165
135
122
1800
485
292
235
750000
663
348
270
230
171
139
125
1900
492
294
237
800000
663
348
271
240
176
142
127
2000
498
297
238
850000
663
348
271
250
182
146
130
2200
510
301
241
900000
663
348
271
260
187
149
133
2400
520
304
243
950000
663
348
271
270
192
152
135
2600
529
307
245
1000000
664
349
272
Sumber: Sugiyono, 1999, 81.
d. Tabel Krejcie (Sugiyono, 1999a, 65)
Menentukan jumlah sampel dengan Tabel Krejcie sama dengan penentuan sampel dari Isaac dan Michael, tanpa perlu melihat taraf kesalahan tertentu.
Penentuan Sampel Dari Krejcie
N
S
N
S
N
S
10
10
220
140
1200
291
15
14
230
144
1300
297
20
19
240
148
1400
302
25
24
250
152
1500
306
30
28
260
155
1600
310
35
32
270
159
1700
313
40
36
280
162
1800
317
45
40
290
165
1900
320
50
44
300
169
2000
322
55
48
320
175
2200
327
60
52
340
181
2400
331
65
56
360
186
2600
335
70
59
380
191
2800
338
75
63
400
196
3000
341
80
66
420
201
3500
346
85
70
440
205
4000
351
90
73
460
210
4500
354
95
76
480
214
5000
357
100
80
500
217
6000
361
110
86
550
226
7000
364
120
92
600
234
8000
367
130
91
650
242
9000
368
140
103
700
248
10000
370
150
108
750
254
15000
375
160
113
800
260
20000
377
170
118
850
265
30000
379
180
123
900
269
40000
380
190
127
950
274
50000
381
200
132
1000
278
75000
382
210
136
1100
285
100000
384
     Sumber: Sugiyono, 1999a, 65
97.        Tidak semua penelitian mempunyai populasi. Kalau penelitiannya adalah tentang sistem kerja di satu departemen, maka penelitiannya tidak mempunyai populasi. Departemen yang ditelitinya bukan disebut sampel tetapi dinamakan unit analisis. Jika dalam penelitian mengambil beberapa orang untuk diwawancarai untuk memperoleh keterangan tentang sistem kerja di departemen tersebut, maka mereka bukan dinamakan sampel, tetapi responden. Tetapi jika peneliti yang sama ternyata ingin mengetahui pendapat pegawai di depatemen tadi, maka peneliti perlu menentukan sampel. Dalam kasus terakhir ini unit analisisnya adalah individu (Hasan Mustaf, 1997).  

TEKNIK PENGUMPULAN DATA


98.        Beberapa teknik pengambilan data yang umum digunakan dalam penelitian sosial antara lain adalah wawancara, kuesioner, dan studi dokumentasi, dan observasi. Untuk masing-masing teknik pengambilan digunakan instrumen pengambilan data yang berbeda. Wawancara menggunakan panduan wawancara dan bisa dilengkapi dengan alat perekam suara (tape-recorder), kuesioner menggunakan daftar pertanyaan tertulis, studi dokumen dengan alat catat mencatat atau tustel, observasi dengan tustel, catatan, atau alat lainnya (Hasan Mustafa, 1997).
99.        Instrumen pengumpulan data:
No
Jenis Metode
Jenis Instrumen
1
Angket (Questionnaire)
a.        Angket (questionnaire)
b.       Daftar cocok (checklist)
c.        Skala (scale)
d.       Inventori (inventory)
2
Wawancara (Interview)
a.        Pedoman wawancara (interview guide)
b.       Daftar cocok (checklist)
3
Pengamatan (Observation)
a.        Lembar pengamatan
b.       Panduan pengamatan
c.        Panduan observasi (observation sheet atau observation cshedule)
d.       Daftar cocok (checklist)
4
Ujian (Test)
a.        Soal ujian (soal tes atau tes) (contoh: tes kepribadian, tes bakat, tes prestasi, tes intelgensi, tes sikap)
b.       Inventori (inventory)
5
Dokumentasi
a.        Daftar cocok (checklist)
b.       Tabel
     Sumber: Drs. Riduwan, MBA, 2002, 25-31

100.     Perbedaan angket dengan skala psikologis:
a.        Data yang diungkap oleh angket berupa data faktual atau yang dianggap fakta dan kebenaran yang diketahui oleh subjek (misal pilihan metode KB, pendidikan terakhir, jumlah anggota keluarga, penghasilan rata-rata perbulan, jenis film yang disukai, opini atau pendapat suatu isu, dan semacamnya), sedangkan data yang diungkap oleh skala psikologi berupa konstruk atau konsep psikologis yang menggambarkan aspek kepribadian individu (misal tendensi agresivitas, sikap terhadap sesuatu, self-esteem, kecemasan laten, strategi menghadapi masalah, orientasi seksual, minat, locus of  control, motivasi belajar, kepemimpinan, dan semacamnya).
b.       Pertanyaan dalam angket berupa pertanyaan langsung terarah kepada informasi mengenai data yang hendak diungkap. Data termaksud berupa fakta atau opini yang menyangkut diri responden. Hal ini berkaitan denga asumsi dasar penggunaan angket yaitu bahwa responden merupakan orang yang paling mengetahui tentang dirinya sendiri. Pada skala psikologi, pertanyaan sebagai stimulus tertuju pada indiaktor perilaku guna memancing jawaban yang merupakan refleksi dari keadaan diri subjek yang biasanya tidak disadari oleh responden yang bersangkutan. Pertanyaan yang diajukan memang dirancang untuk mengumpulkan sebanyak mungkin indikasi dari aspek kepribadian yang lebih abstrak.
c.        Responden terhadap angket tahu persis apa yang dipertanyakan dalam angket dan informasi apa yang dikehendaki oleh pertanyaan yang bersangkutan. Responden terhadap skala psikologi sekalipun memahami isi pertanyaan, biasanya tidak menyadari arah jawaban yang dikehendaki dan kesimpulan apa yang sesungguhnya diungkap oleh pertanyaan tersebut.
d.       Jawaban dari angket tidak dapat diberi skor (dalam arti harga atau nilai) melainkan diberi angka koding (coding) sebagai identifikasi atau klasifikasi jawaban. Respon terhadap skala psikologi diberi skor lewat proses penskalaan (scalling)
e.        Angket dapat mengungkap informasi tentang banyak hal, sedangkan skala psikologi hanya diperuntukkan guna mengungkap suatu atribut tunggal (undimensional)
f.         Karakteristik yang disebutkan pada poin (b) dan (d) di atas menyebabkan data hasil angket tidak perlu diuji lagi reliabilitasnya secara psikometris.   Reliabilitas  hasil angket terletak pada terpenuhinya asumsi bahwa responden akan menjawab secara jujur seperti apa adanya. Pada sisi lain, hasil ukur skala psikologi harus teruji reliabilitasnya secara psikometris dikarenakan relevansi isi dan konteks kalimat yang digunakan sebagai stimulus pada skala psikologi lebih terbuka terhadap error.
g.       Validitas angket lebih ditentukan oleh kejelasan tujuan dan lingkup informasi yang hendak diungkap, sedangkan validitas skala psikologi lebih ditentukan oleh kejelasan konsep psikologis yang hendak diukur dan operasionalisasinya (Drs. Saifuddin Azwar, MA, 2002, 5-7).
101.     Reliabilitas:
a.           Reliabilitas memiliki berbagai nama lain seperti keterpercayan, keterandalan, keajegan, kestablan, konsistensi, namun ide pokok dalam konsep reliabilitas adalah “sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya”.
b.       Makna reliabilitas dapat dipahami dalam dua hal:
-          Reliabilitas alat ukur: berkaitan erat dengan masalah error pengukuran (error of measurement). Error pengukuran sendiri menunjuk pada seauhmana inkonsistensi hasil pengukuran terjadi apabila pengukuran dilakukan ulang pada kelompok subjek yang sama
-          Reliabilitas hasil ukur: berkaitan erat dengan error dalam pengambilan sampel (sampling error) yang mengacu kepada inkonsistensi hasil ukur apabila pengukuran dilakukan ulang pada kelompok individu yang berbeda
c.        Dalam riset yang menggunakan alat ukur sebelumnya yang telah teruji reliabilitasnya, komputasi koefisien reliabilitas hasil ukur bagi subjek penelitian tersebut pun masih tetap perlu dilakukan, karena subjek penelitian berbeda dengan subjek yang dijadikan dasar pengujian reliabilitas alat ukur semula/sebelumnya (Drs. Saifuddin Azwar, MA., 2001,4-5).
102.    Validitas:
a.        Validitas berarti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen pengukuran memiliki validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut
b.       Validitas juga berarti aspek kecermatan pengukuran. Suatu alat ukur yang valid tidak sekedar mampu menungkapkan data dengan  tepat akan tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut (Drs. Saifuddin Azwar, MA., 2001,5).
103.     Metode pendekatan reliabilitas:
a.        Pendekatan tes ulang: tes dilakukan dua kali pada sekelompok subjek dengan tenggang waktu diantara keduia penyajian tersebut
b.       Pendekatan bentuk pararel: tes yang akan diestimasi reliabilitasnya harus ada pararelnya, yaitu tes lain yang sama tujuan ukurnya dan setara isi aitemnya baik secara kualitas maupun kuantitasnya, dengan kata lain harus ada dua tes kembar.
c.        Pendekatan konsistensi internal: tes dikenakan hanya sekali saja pada sekelompok subjek (single trial administration), ini dilakukan untuk melihat konsistensi antaritem atau anatra bagian dalam tes itu sendiri, untuk itu setelah skor setiap aitem dieroleh dari sekelompk subjek, tes dibagi menjadi beberapa belahan (Drs. Saifuddin Azwar, MA., 2001,36-43).
104.     Metode pendekatan validitas:
a.        Validitas isi: validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat pertimbangan ahli (proffesional judgement). Pertanyaan yang dicari jawabannya dalam validasi ini adalah “sejauhmana aitem-aitem dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur (komprehensif, relevan, dan tidak keluar dari batasan tujuan ukur)” atau “sejauhmana isi tes mencerminkan ciri atribut yang hendak diukur”. Estimasi validitas ini tidak menggunakan statistik apapun tetapi menggunakan analisis rasional. Selanjutnya validitas isi terbagi dua:
a.1. Validitas muka: penilaian terhadap format penampilan (appearance) tes, apabila panmpilan tes telah meyakinkan dan memberikan kesan mampu mengungkapkan apa yang hendak diukur maka dapat dikatakan bahwa validitas muka telah terpenuhi.
a.2. Validitas logik: disebut juga validitas sampling (sampling validity), yakni menunjuk kepada sejauhmana isi tes merupakan representasi dari ciri-ciri atribut yang hendak diukur. Tes harus dirancang benar-benar hanya berisi aitem yang relevan dan perlu menjadi tes secara keseluruhan. Suatu objek yang hendak diungkap oleh tes harus dibatasi terlebih dahulu kawasan perilakunya secara seksama dan konkret
b.       Validitas konstruk: tipe validitas yang menunjukkan sejauh mana tes mengungkap suatu trait atau konstruk teoritik yang hendak diukur. Caranya dapat diawali dengan batasan mengenai variabel yang hendak diukur, kemudian batasan variabel tersebut dinyatakan sebagai bentuk konstruk logis menurut konsep yang didasari oleh suatu teori tertentu, dari teori itu kemudian ditarik semaam konsekuensi paraktis mengenai hasil tes pada kondisi tertentu, konsekuensi inilah yang kemudian diuji, apabila hasilnya sesuai dengan harapan, maka tes itu dianggap memiliki validitas konstrak yang baik. Validitas konstruk dapat dicapai melalui beberapa cara:
b.1. Studi mengenai perbedaan diantara kelompok-kelompok yang menurut teori harus berbeda.
b.2. Studi mengenai pengaruh perubahan yang terjadi dalam diri individu dan linkungannya terhadap hasil tes
b.3. Studi mengenai korelasi diantara berbagai variabel yang menurut teori mengukur aspek yang sama.
b.3. Studi mengenai korelasi antaritem atau antarbelahan tes.
c.        Validitas berdasarkan kriteria; menghendaki adanya kriteria eksternal (skor tes atau ukuran lain yang relevan) yang dapat dijadikan dasar pengujian skor tes. Untuk melihat tingginya validitas dilakukan komputasi korelasi antara skor tes dengan skor kriteria eksternal. Prosedur validasi berdasarkan  kriteria menghasilkan dua macam validitas:
c.1. Validitas prediktif (predictive validity): validitas ini penting artinya bila tes dimaksudkan untuk berfungsi sebagai prediktor bagi performansi di masa datang, misal seleksi mahasiswa baru. Untuk menguji validitas prediktif tes seleksi tersebut diperlukan kriteria performansi yang akan datang, yang dalam hal ini adalah indeks prestasi setelah calon mahasiswa diterima menjadi mahasiswa dan menempuh pelajaran beberapa semester. Nilai keduanya dikorelasikan.
c.2. Validitas konkuren (concurrent validity): Apabila skor tes dan skor kriterianya dapat diperoleh dalam waktu yang sama, maka korelasi antara kedua skor termaksud merupakan koefisien validitas konkuren. Misalnya menggunakan skala self concept dengan skala TSCS (Tennesee Self Concept Scale). (Drs. Saifuddin Azwar, MA., 2001,45-53).
105.     Metode untuk mengukur reliabilitas: 1). Test-Retest Reliability: Pengukuran reliabilitas dengan berulang kepada responden yang sama beberapa kali. Jika koefisien di atas 0,8 maka derajat reliabilitas cukup baik; 2). Pararel Forms Reliability: menyuruh suatu sampel dari partisipan mengambil dua bentuk dari instrumen yang sama dalam waktu yang singkat antara kedua pelaksanaan tes. Kemudian ditentukan koefisien korelasi untuk kedua set dari score, seperti dalam pelaksanakan test-retest reliability. 3). Internal Consistency Reliability: mengetahui bahwa instrumen adalah konsisten di antara item pertanyaan, hal tersebut disebut mengukur instrumen dengan konsep tunggal, atau single administration. Metoda yang umum digunakan untuk menentukan konsistensi internal adalah split-half methode, Kuder-Richardson methode (K-R 20), dan (Jeffrey A. Gliner dan George A. Morgan 2000, 313-314)
106.     Metode mengukur validitas: 1). Face Validity: Suatu instrumen dikatakan kepada mempunyai face validity jika isi menunjukkan kesesuaian dengan tujuan instrumen.  2). Content validity: mengacu pada isi nyata dari instrumen atau isi yang menjadi bagian instrumen  mewakili konsep yang sedang dicoba untuk diukur. Proses menentukan content validity selalu dimulai dengan sebuah defenisi dari konsep yang diukur, kemudian menelusuri literatur untuk melihat bagaimana konsep tersebut ditunjukkan dalam literatur, selanjutnya item-item disusun menjadi suatu bentuk tes, dan meninjau ulang item-item tersebut 3). Criterion-Related Validity: Validitas ini mengacu pada memvalidasi instrumen terhadap beberapa bentuk dari kriteria eksternal. Prosedur valditas ini  pada umumnya menetapkan suatu koefisien korelasi antara kriteria instrumen melawan kriteria instrumen eksternal; 4). Construct validity: merupakan proses untuk melihat konstruk instrumen yang disusun mengcaku kepada teori-teori yang mendasarinya dan tes-tes yang telah digunakan dalam waktu yang panjang (Jeffrey A. Gliner dan George A. Morgan 2000, 323)
107.     Validasi skala: 1). Validasi multitrait methode: mengkorelasikan nilai-nilai suatu skala pengukuran dari bermacam-macam tes yang berbeda, misalnnya suatu skala memiliki responden dikotomi (dua pilihan) dengan skala lain yang memiliki respon non-dikotomi (lima pilihan). 2). Validasi konkuren: melihat kesesuaian antara hasil ukur skala dengan hasil ukur instrumen lain yang sudah teruji kualitasnya atau dengan ukuran-ukuran yang dianggap dapat menggambarkan aspek yang diukur tersebut secara reliabel. Dalam hal ini instrumen yang dianggap relevan itu diberlakukan sebagai kriteria validasi (Drs. Saifuddin Azwar, MA, 2002, 101-102).
108.     Penafsiran koefisien vaiditas bersifat relatif, tidak ada batasan universal yang menunjuk kepada angka minimal yang harus dipenuhi agar suatu skala psikologi dikatakan valid. Suatu hal yang harus ddisadari bahwa dalam estimasi validitas pada umumnya tidak dapat dituntut suatu koefisien yang tinggi sekali dibanding koefisien reliabilitas. Koefisien validitas yang tidak begitu tinggi, katakanlah di sekitar angka 0,50 akan lebih datp diterima dan diangap memuaskan daripada koefisien reliabilitas dengan angka yang sama.  Seberapa tinggi koefisien validitas yang dianggap memuaskan, Cronbach mengatakan bahwa jawabannya yang paling masuk akal adalah “yang tertinggi yang dapat anda peroleh”. Hal ini dipertegas lagi olehnya dalam kaitan dengan fungsi tes untuk memprediksi hasil suatu prosedur seleksi. Dikatakannya bahwa koefisien yang berkisar antara 0,30 sampai 0,50 telah memberikan suatu konstribusi yang baik terhadap efisiensi suatu lembaga pelatihan…Apakah suatu koefisien  dianggap memuaskan atau tidak, penilaiannya dikembalikan kepada pihak pemakai skala. Dalam riset yang kesimpulannya didasarkan pada hasil ukur suatu skala atau suatu tes adalah sangat penting untuk menyajikan koefisien validitas instrumen ukur tersebut disamping pelaporan koefisien reliabilitasnya. Hal itu dimaksudkan agar pembaca hasil riset dapat mengevaluasi sejauh mana data hasil riset dapat dipercaya, dan sejauh mana skala  yang bersangkutan dapat bermanfaat  dalam pengambilan keputusan (Drs. Saifuddin Azwar, MA, 2002, 103-104). 
109.     Pengujian validitas dan reliabilitas: korelasikan nilai masing-masing nomor pertanyaan dengan nilai totalnya, kemudian uji signifikannya dengan uji t ata membandingkan dengan r tabel, atau dengan SPSS. Jika nilai t hitung > t tabel, atau r hitung > r tabel, atau nilai r yang diikuti harga p< 0,05, berarti nomor pertanyaan valid.  Untuk pengujian reliabilitas dengan teknik gasal, penentuan reliabel atau tidaknya sama seperti pengujian validitas (Prof. Dr. H. Sarmanu, M.S, 2004, 10-13).
110.     Langkah dasar sebagai alur kerja dalam penyusunan skala psikologi dapat dilihat dari gambar di bawah ini (Drs. Saifuddin Azwar, MA, 2002, 11). 


TEKNIK ANALISIS DATA

111.     Alat analisis data statistik :

a.        Statistik Deskriptif: Menjelaskan atau menggambarkan berbagai karakteristik data, seperti berapa rata-ratanya, seberapa jauh data bervariasi dan sebagainya.

b.       Statistik Induktif: Berusaha membuat berbagai infeensi terhadap sekumpulan data yang berasal dari suatu sampel, misalnya melakukan perkiraan, peramalan, pengambilan keputusan dan sebagainya. (Singgih Santoso, 1999, hal. 1)

112.     Teknik analisis data dalam penelitian kuantitatif dapat menggunakan dua macam jenis uji statistik, yakni:
a.        Statistik deskriptif: adalah statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum atau generalisasi:
a.1.     Penelitian pada populasi (tanpa diambil sampelnya) menggunakan statistik deskriptif dalam analisisnya.
a.2.     Penelitian pada sampel menggunakan statistik deskriptif maupun inferensial dalam analisisnya.
a.3.     Statistik deskriptif dapat digunakan bila peneliti hanya ingin mendeskripsikan data sampel, dan tidak ingin  membuat kesimpulan yang berlaku untuk populasi dimana sampel diambil
a.4.     Alat uji: Tabel, grafik, lingkaran, pictogram. Perhitungan modus, median, mean, desil, presentil, rata-rata, standar deviasi, perhitungan prosentase. Analisis korelasi, regresi, perbandingan rata-rata (namun tidak perlu diuji signifikansnya).
b.       Statistik inferensial (statistik induktif atau statistik probabilitas): teknik statistik yang digunakan untuk menganalisa data sampel dan hasilnya diberlakukan untuk populasi. Teknik ini akan cocok digunakan bila sampel diambil dari populasi yang jelas, dan teknik pengambilan sampel dari populasi dilakukan secara random. Statistik inferensial terdiri dari dua:
b.1.      Statistik parametrik: digunakan untuk menguji populasi melalui statistik atau menguji ukuran populasi melalui data sampel (pengertian statistik di sini adalah data yang diperoleh dari sampel). Asumsi statistik parametrik: data harus berdistribusi normal, data homogen, digunakan untuk menganalisis data interval dan rasio.
b.2.      Statistik nonparametrik:  Data tidak harus berdistribusi normal, digunakan untuk menganalisis data nominal dan ordinal (Sugiyono, 1999, 142-146)
Penggunaan Statistik Berdasarkan Jenis Skala untuk Menguji Hipotesis

Macam Data
BENTUK HIPOTESIS

 


Asosiatif

(Hubungan)
Deskriptif
(Satu Variabel
Atau Satu Sampel)**
Komparatif
(Dua Sampel)
Komparatif
(Lebih Dua Sampel)
Related
Independen
Related
Independen
Nominal
Binomial
l2 satu sampel
McNemar
Fisher Exact Probaility
l2 dua sampel
Cochran Q
l2 k sampel
Contingency
Coeficient C
Ordinal
Run Test
Sign Test
Wilcoxon Matched Pairs
Median Tes
Mann-Witney U Test
Kolomogorov Smirnov
Wald-Wodfowitz
Friedman Two Way
Anova
Median Extension
Kruskal Wallis One Way Anova
Spearman Rank Correlation
Kendall Tau
Interval
Rasio
t-test*
t-Test of related
t-Test independen*
One way anova*
Two way anova*
One way anova*
Two way anova*
Korelasi product moment
Korelasi Parsial
Korelasi Ganda
Regresi Sederhana & Ganda
Ket: * Statistik parametris, ** deskriptif untuk parametris artinya satu variabel, dan untuk nonparametris artinya satu sampel
Sumber: Sugiyono, 1999, 146
113.     Syarat-syarat statistik parametrik dan nonparametrik:
a.        Statistik parametrik:
a.1.     Observasi-observasi harus independen, artinya pemilihan sembarang kasus dari populasi untuk dimasukkan dalam sampel tidak boleh menimbulkan bias pada kemungkinan-kemungkinan bahwa kasus yang lai akan termasuk juga dalam sampel itu, dan juga skor yang diberikan kepada suatu kasus tidak boleh mempengaruhi skor yang diberikan kepada kasus lainnya.
a.2.     Observasi-observasi harus ditarik dari populasi yang berdistribusi normal.
a.3.     Populasi-populasi itu harus memiliki varian yang sama (atau dalam kasus-kasus khusus,, populasi itu harus memiliki rasio varian yang diketahui)
a.4.     Variabel-variabel yang terlibat harus diukur setidaknya dalam skala interval, sehingga memungkinkan dipergunakannya penanganan secara ilmu hitung terhadap skor-skornya (menambah, membagi, menemukan rata-rata, dan seterusnya).
a.5.     Dalam analisis varian (tes F) ada syarat tambahan selain syarat keempat di atas, yaitu rata-rata populasi normal dan bervarian sama itu harus merupakan kombinasi linear dari efek-efek yang ditimbulkan oleh kolom dan/atau baris. Artinya efek-efek itu harus bersifat penjumlahan (additive) (Sidney Siegal, 1997, 23-24).
b.       Statistik nonparametrik:
b.1. Tes yang modelnya tidak menetapkan syarat-syarat mengenai parameter-parameter populasi yang merupakan induk sampelnya
b.2. Anggapan tertentu yang berkaitan  dengan observasi yang independen dan variabel yang diteliti pada dasarnya memiliki kontinuitas, namun anggapan ini lebih sedikit  dan jauh lebih lemah daripada anggapan yang berkaitan dengan tes parametrik, terlebih lagi tes nonparametrik tidak menuntut pengukuran sekuat yang dituntut tes parametrik
b.3. Sebagian besar tes nonparametrik dapat diterapkan untuk data dalam skala ordinalm dan beberapa yang lain juga dapat diterapkan untuk data dalam skala nominal  (Sidney Siegal, 1997, 38)
114.     Pertimbangan menggunakan statistik parametrik & nonparametrik:
a.        Statistik parametrik:
a.1.     Observasi harus independen, yaitu pemilihan satu kasus dari populasi untuk dimasukkan ke dalam sampel tidak boleh biasa terhadap kemungkinan kasus-kasus lain untuk dimasukkan ke dalam sampel, begitu juga dengan skore pengukurannya juga tidak boleh bias.
a.2.     Observasi diambil dari populasi yang berdistribusi normal.
a.3.     Dalam hal analisis yang berkaitan dengan dua grup, maka populasi masing-masing grup harus memiliki varians yang sama (dalam kasus tertentu mereka harus memiliki ration variance diketahui)
a.4.     Variabel harus diukur paling tidak dalam skala interval, sehingga memungkinkan melakukan interpretasi terhadap hasilnnya.
b.         Statistik nonparametrik:
a.1.     Tidak mendasarkan pada bentuk khusus dari distribusi data
a.2.     Observasi harus independen
a.3.     Cocok digunakan variabel dengan skala ordinal dan skala nominal
a.4.     Data tidak berdistribusi normal
a.5.     Jumlah sampel kecil (<30)
a.6.     Dapat digunakan untuk menganalisis data yang secara inheren adalah data dalam bentuk ranking Jadi di peneliti hanya dapat mengatakan terhadap subjek penelitian bahwa yang satu memiliki lebih atau kurang karakteristik dibanding dengan yang lainnya, tanpa dapat mengatakan seberapa besar lebih atau kurang itu. Sebagai misal di dalam menguji motivasi.
a.7.      Cocok digunakan untuk menguji data yang bersifat klasifikasi atau kategorikal, tidak ada uji parametrik yang cocok untuk menguji data speerti ini (Dr. Imam Ghozali, M.Com, Akt. dan Prof. Dr. N. John Castellan, 2002, 7),
115.    Bentuk statistik parametrik dan nonparametrik:
a.        Statistik parametrik: adalah data berskala interval atau rasio (Singgih Santoso, 2000,  8). Disebut parametrik karena adanya parameter-parameter seperti mean, median, standar devias, varians, dsb, baik untuk deskripsi pada populasi maupun pada sampel (Singgih Santoso, 1999, 139). Syarat-syarat: Sampel yang dipakai untuk analisis harus beasal dari populasi yang berdistribusi normal, sampel besar, data berbentuk interval dan rasio (Singgih Santoso, 1999, 139)
b.       Statistik nonparametrik: bila data tidak berdistribusi normal, jumlah data sangat sedikit, data adalah nominal atau ordinal, bisa digunakan bagi para peneliti sosial, seperti penelitian perilaku konsumen, sikap manusia, yang mengalami kendala dengan hasil pengukuran yang tidak berlevel interval atau rasio (Singgih Santoso, 1999,  139-140)
Aplikasi
Test parametrik
Tes non parametrik
Dua sampel saling berhubungan (two dependen samples)
T test
Z test
Sign test
Wilcoxon signed rank
Mc nema change test
Permutation test
Dua sampel tidak berhubungan (two independen samples)
T test
Z test
Wilcoxon rank sum test
Mann-Withney U test
Chis-Square test
Fisher Exact test
Median test
Kolmologorov-Smirnov test
Siegel-Tukey test
Permutation test
Beberapa sampel tidak berhubungan (several independen samples)
Anova tes (F Test)
Kruskal-Wallis Test
Chi-Squae test
Median Test (deiperluas)
Jonckheere test
Korelasi
Korelasi linear
Spearmean Rank Correlation
Kendall Corellation
Randomness
Tidak ada
Runs test
 Sumber: Singgih Santoso, 1999,  140.

116.    Statistik non parametrik: disebut juga statistik bebas distribusi (tes signifikan statistik tidak membuat asumsi apapun mengenai bentuk populasi yang disampelkan secara tepat), tes signifikan statistik tidak didasarkan atas apa yang disebut teori statistik kali, yang umumnya didasarkan atas sifat-sifat yang melekat pada harga tengah dan varian serta hakikat dan sifat distribusi . atau tidak bergantung pada asumsi apapun mengenai bentuk populasi sampel atau harga-harga parameter populasi (Fred N. Kerlinger, 2000, 461-462).
117.    Peranan tes nonparametrik: Tes parametrik adalah paling kuat apabila semua model statistiknya dipenuhi dan bila variabel yang dianalisis diukur setidaknya dalam skala interval, tetapi meskipun semua anggapan tes parametrik mengenai populasi dan syarat-syarat mengenai kekuatan pengukuran dipenuhi, kita ketahui dari konsep kekuatan efisiensi bahwa dengan memperbesar ukuran sampel dengan banyak elemen yang sesuai, kita dapat menggunakan suatu tes nonparamterik sebagai pengganti tes parametrik dengan masih mempertahankan kekuatan yang sama untuk menolak H0. Karena kekuatan tes nonparametrik dapat ditingkan dengan hanya memperbesar ukuran N, dan karena ilmuan sosial jarang mencapai jenis pengukuran yang memungkinkan penggunaan secara berarti tes parametrik, tes nonparametrik memainkan peranan penting dalam penelitian di lapangan ilmu sosial (Sidney Siegal, 1997, 39).
118.    Perdebatan statistik parametrik dan nonparametrik: P. Gardner menganjurkan diteruskan penggunaan statistik parametrik, sedangkan Bradley menganjurkan metode non parametrik. Kedua belah pihak sama-sama valid, penulis sendiri cenderung paa pendapat Gardner. Jika kita cermat dan hati-hati dalam pembuatan sampel serta analisis, dan senantiasai bersikpa kontekstual dalam menafsirkan hasil statistik, parametrik adalah metode yang penuh manfaat, luas kegunaannya, dan tak tergantikan. Metode nonparametrik merupakan tambahan yang berguna dalam gudang senjata statistik yang dimiliki oleh peneliti, namu sama sekali tidak berarti dapat menggantikan atau menggusur metode parametrik.  Para pengajar mendesak mahasiswa bidang pendidikan dan psikologi untuk hanya mengunakan tes nonparametrik. Dasar ini patut kita pertanyakan pula, yakni bahwa kebanyakan populasi di bidang pendidikan dan psikologi bukanlah populasi normal. Soalnya tidaklah sesederhana ini (Fred N. Kerlinger, 2000, 462-463). Ada suatu hal lagi yang perlu diulang serta ditekankan: kebanyakan dari masalah-masalah analisis dalam penelitian behavioural dapat ditangani secara memadai dengan penggunaan metode parametrik. Tes F, Tes t dan ancangan-ancangan parametrik lainnya bersifat kokoh, dalam arti bahwa kesemuanya itu berjalan baik kendati ada pelanggaran-pelanggaran terhadap asumsinya, tentunya asalkan pelanggan itu bukan pelanggaran besar-besaran dan berganda-ganda. Dengan demikian metode non parametrik adalah teknik-teknik sekunder atau teknik pelengkap yang dapat sangat berguna, yang sering tinggi nilainya dalam metode nonparamaterik memperlihatkan kekuatan, kluwesan (fleksibilitas), dan kemungkian penerapan yang luas dari wawasan-wawasan dasar tentang probabilitas dan fenomen keacakan (Fred N. Kerlinger, 2000, 462-463). 
119.    Makna signifikan:
a.        Tes signifikan t dan F tidak menunjukkan besar atau kuatnya relasi. Suatu tes-t untuk menguji selisih antara harga tengah, jika signifikan hanya memberitahukan pada penelitinya bahwa ada suatu relasi . Begitu juga dengan tes F, bila hasilnya signifikan. Kebalikan dengan tes statistik t dan F, koefisien Korelasi adalah ukuran yang relatif langsung, yang di dalamnya mudah dilihat karena penggabungan dua himpunan skor lebih jelas kelihatan sebagai suatu relasi, ini seuai dengan defenisi tentang relasi sebagai sehimpunan pasangan berurutan (Fred N. Kerlinger, 2000, 371).
b.       Signifikan berarti hasil penelitian ini dapat digeneralisasi untuk seluruh populasi, bukan hanya sampel yang diteliti (Sugiyono, 1999, 184). 
c.        Signifikan secara statistik berarti hasil penelitian yang ada bukanlah sesuatu yang terjadi secara kebetulan, tetapi menggambarkan ruang lingkup sampel yang sesungguhnya atau semesta sampel (U) atau disebut populasi (Fred N. Kerlinger, 2000, 268).
d.       Signifikan adalah hasil sampel digunakan untuk menguji kebenaran/keberartian/penting atas statistik uji (estimator) dan distribusi statistik seperti itu dalam hipotesis nol. Atau dengan kata lain penting/berpengaruh secara statistik (Damodar Gujarati, 2003, 76-70)
e.        Apabila hasil pengujian signifikan, berarti hasil pengujian tidak meragukan untuk mengatakan bahwa regresi sangat berarti dapat digunakan untuk membuat kesimpulan mengenai hubungan dan pertautan antara variabel bebas dan variabel terikat (Prof. Dr. Sudjanna, MA, M.Sc., 1983, 65).
120.    Analisis data: Analisis berarti kategorisasi, manipulasi, dan peringkasan data untuk memperoleh jawaban bagi pertanyaan peneliti. Hasil analisis dilakukan interpretasi atau penafsiran tentang hasil penelitian, yang dilakukan dengan dua cara:
a.        Interpretasi sempit, yakni menafsirkan relasi-relasi di dalam telaah penelitian itu beserta datanya. Misalnya ketika menghitung koefisien regresi pada saat yang nyaris bersamaan kitapun menginferensikan (menyimpulkan) adanya relasi/hubungan/pengaruh.
b.       Interpretasi yang lebih luas, yakni memperbandingkan hasil penelitian dan inferensi dengan teori serta hasil-hasil penelitian lain apakah sesuai atau tidak (Kerlinger, 2000, hal. 218)
121.     Koefisien regresi pada penelitian prilaku: Nilai koefisien B dapat dijadikan sebagai prediksi yang penafsirannya dengan melihat konteks masalah yang sedang diteliti. Untuk penelitian perilaku tidak usah ditafsirkan berdasarkan angka/nilai, misalnya peningkatan variabel X menyebabkan terjadinya peningkatan variabel terikatnya (Prof. Dr. Sudjanna, MA, M.SC., 1983, 30).


DAFTAR PUSTAKA


122.    Nama pengarang ditulis mulai dari nama keluarganya, sedangkan namanya sendiri ditulis di belakangnya sesudah tanda koma. Seringkali nama-nama sendiri itu tidak ditulis lengkap, akan tetapi hanya huruf singkatannya saja, walaupun kadang-kadang nama senidri yang pertama lengkap, tetapi nama sendiri yang kedua dengan huruf singkatan. Contoh: Bruner, E.M; Mizuno, K. Semua gelar akademis dan gelar lain tidak dicantumkan. Nama Cina biasanya mempunyai unsur nama keluarga di depan, sehingga antara bagian-bagian dari nama tidak perlu diberi koma, contoh: Lie Tek-tjeng.  Nama Belanda ada sedikit kesukaran karena ada unsur nama seperti Van, Van der, Ter, akan tetapi unsur nama tersebut sering diperlakukan sebagai unsur tambahan, contoh: Har, B. Ter, bukan Ter Har, B. Nama Indonesia lebih sukar karena belum ada ketentuan. Misalnya Bachtiar Rifai, kita selalu ragu apakah lebih dahulu ditulis Bachtiar atau Rifai., tetapi yang penting adalah konsisten (Koentjaraningrat, 1991, 338-339).
123.    Daftar pustaka bersumber internet: Nama mengikuti tradisi tertentu atau bila tidak ada diganti nama lembaga yang bertanggung jawab. Tahun (atau ditambah tanggal di dalam kurung, bila ada) terakhir diperbarui. Judul artikel dan bisa ditambah, bila ada, informasi nama publikasi/judul jurnal elektronik ditulis miring. Tulisan “Tersedia di situs:” diteruskan dengan alamat situs web ditambah [tanggal akses di dalam kurung]. Contoh: Li, X, & N. Crane. 1996 (Agustus 26). Bibliographic format for citing electronic information. Tersedia di: http://www.uvm.edu/~xli/reference/estyles.htm [29 April 1996]. Sanchez, C. 1996 (13 Januari). Future of affirmative action in higher education. National Public Radio. Electric Library, hal. B5 (9 alinea). Tersedia di: http://www.elibrary.com [1 Oktober 1996] (Prof. Dr. Ir. Achmad Djunaedi, MUP. 2002, 31).
124.    Daftar Pustaka bersumber CD-ROM: CD-ROM biasanya dipunyai oleh perpustakaan yang berlangganan atau mempunyai kontrak layanan dengan produsen CD-ROM tersebut, atau ada juga CD-ROM yang disebarluaskan sebagai pengganti buku/jurnal cetak. Format penulisan: Nama mengikuti tradisi tertentu atau bila tidak ada diganti nama lembaga yang bertanggung jawab atau nama ini tidak dicantumkan bila tidak ada. Tahun terbit (ditambah tanggal, bila ada). Judul artikel dan informasi publikasi. Tulisan “CD-ROM tersedia:” Diteruskan dengan nama lembaga pemberi layanan atau penerbitnya ditambah [tanggal akses di dalam kurung]. Contoh: Howell, V. & B. Carlton. 1993 (29 Agustus). Growing up tough: New generation fights for its life: Inner-city youths live by rule of vengeance. Birmingham News, hal. 1A (10 halaman). CD-ROM tersedia: 1994 SIRS/SIRS 1993 Youth/ Volume 4/ Article 56A [16 Juli 1995]. Oxford English Dictionary computer file: On compact disc (2 nd ed.). 1992. CD-ROM tersedia: Oxford UP [27 May 1995]. (Prof. Dr. Ir. Achmad Djunaedi, MUP. 2002, 31).
125.    Contoh penulisan daftar pustaka dari internet: Shankar S dan Coates RM. 1997. My Research Summary, Part One, Cyclobutylcarbynyl Reaarrangements of Caryophyllenyl Derivates, http://www.aries.scs.uicc.educ/shankar1.htm (Prof. Dr. Suminar S. Achmadi, 2004, 79).
126.    Setiap universitas memiliki format penulisan yang berbeda, Fakultas ekonomi dan Psikologi banyak menggunakan metode APA (American Psychological Association). Cara lain adalah menggunakan format penulisan dengan sistem Harvard yang populer disekolah-sekolah bisnis di seluruh dunia. Beberapa contoh dapat dilihat berikut ini (Mudrajad Kuncoro, Ph.D., 2003, 301-303):
a.        Buku dengan satu penulis: Nama keluarga, inisial, tahun, judul dengan huruf miring atau garis bawah, edisi, kota, penerbit (Contoh: Jordan, R., 1996, Academic Writing Course, 2nd ed., Harlow, Longman).
b.       Buku dengan lebih dari satu penulis: Cantumkan nama keluarga semua penulis, dan diikuti inisialnya masing-masing, tahun, judul dengan huruf miring atau garis bawah, edisi, kota, penerbit. (Contoh: McTaggart, D., Findlay, C. & Parkin, M., 1996, Economics, 2nd ed., Sydney, Addison-Welsey).
c.        Bagian dari buku yang diedit oleh penulis yang berbeda dan bab yang berbeda: Nama keluarga, inisial, tahun judul artikel dalam tanda petik tetapi tidak dengan huruf miring atau garis bawah, dalam, inisial, nama keluarga, subjudul dengan huruf miring atau garis bawah, edisi, kota, penerbit. (Contoh: Daniels, P. 1992, “Australia’s Foreign Debt: Searching for the Benefits” in, P. Maxwell & S. Hopkins, Macroeconomics: Contemporary Australian Readings, 2nd ed., Pymble, Harpey).
d.       Artikel jurnal: Nama keluarga, inisial, tahun, judul dalam tanda petik dan tidak dengan huruf miring atau garis bawah, judul jurnal yang dicetak miring atau garis bawah, volume diikuti terbitan (dalam kurung), halaman. (Contoh: Abrahamson, A., 1991, ‘Managerial Fads and Fashions: The Diffusion and Rejection of Innovation’ Academy of Management Review, 16(3), 586-612.
e.        Artikel majalah: Nama keluarga, inisial, tahun, judul dalam tanda petik dan tidak dengan huruf miring atau garis bawah, judul majalah yang dicetak miring atau garis bawah, bulan diikuti tanggal, halaman. (Contoh: Jayasankaran, S. 2000, ‘Malaysia: Miracle Cure”, Far Eastern Economic Review, May 11, p36.
f.         Sumber dari internet dengan penulis: Nama keluarga, inisial, tahun tulisan, judul artikel tidak dengan huruf miring atau garis bawah, organisasi atau website, URL atau alamat web. (Contoh: Chan, P., 1997, Same or different?: A comparison of the Benefits Australian and Chinese University Students Hold about Learning  Proceedings of AARE conference, Swinburne University, http://www.swin.edu.au/aare/97pap/CHANP97058.html.
g.       Sumber dari internet tanpa nama penulis: Nama organisasi tempat penulis, tahun tulisan, judul artikel tidak dengan huruf miring atau garis bawah, organisasi atau website, URL atau alamat web, bulan dan tanggal akses, tahun akses. (Contoh: Statsoft, inc., 1997, Electronic Statistic Textbook, Tulsa OK., Statsoft online, http://www.statsoft.com/textbook/stathome.html, accessed May 27, 2000.








REFERENSI

 


Andrew Hale Feinstein dan William F. Harrah. 2001. A Study of Relationships Between Job Satisfaction And Organizational Commitment Among Restaurant Employees. Research Paper.
Azuar Juliandi, 2002. Pemanfaatan Internet dalam Proses Belajar dan Penulisan Karya Ilmiah Bidang Manajemen dan Bisnis. Jurnal Manajemen dan Bisnis.  Vol. 2 No. 2 Oktober.
-------. 2004. Masalah Penelitian, Pemilihan Topik, dan Variabel  Penelitian. Materi Disajikan dalam Penataran dan Lokakarya Metodologi Penelitian-Dosen Perguruan Tinggi Swasta, Kerjasama Universitas Nomensen dengan DP3M Dikti-Depdiknas di Medan, 21-24 Juli 2004.
Bambang Tri Cahyono 1996. Metodologi Riset Bisnis. Jakarta: Badan Penerbit IPWI.
C. McDaniel  dan R. Gates, . 1999. Contemporary Marketing Research. SouthWestern College Publishing. Singapore.
Damodar Gujarati. 2001. Ekonometrika Dasar. Penerjemah: Sumarno Zain. Erlangga. Jakarta.
David Lindsay. 1986. Penuntun Penulisan Ilmiah. Jakarta: UIPress.
Dermawan Wibisono. 2000. Riset Bisnis. Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas Ekonomi.
Dr. Andrik Purwasito, DEA. 2004. Teknik Membuat Proposal Penelitian Kualitatif. Filsafat Ilmu dan Logika Sains Program Doktor Ilmu Administrasi Universitas Tujuh Belas Agustus SURABAYA. http://fisip.uns.ac.id/~purwasito/Buku% 20Filsafat%20ilmu.htm. Dikunjungi 13 April 2004.
Dr. Imam Ghozali, M.Com, Akt. dan Prof. Dr. N. John Castellan. 2002. Statistik Non-Parametrik: teori dan Aplikasi dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Dra. Kartini Kartono. 1980. Pengantar Metodologi Research Sosial. Bandung: Alumni.
Drs. Cholid Narbuko dan Drs. H. Abu Achmadi. 2004. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara.
Drs. Riduwan, MBA. 2002. Skala Pengukuran Variabelvariabel Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Drs. Saifuddin Azwar. 2001. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
------- 2002. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Erni R. Ernawan. 2004. Pengaruh Budaya Organisasi dan Orientasi Etika terhadap Kinerja Perusahaan Manufaktur. Usahawan No. 09 TH. XXXIII September.
Fred N Kerlinger. 2000. AsasAsas Penelitian Behavioural. Yogyakarta: Gadjah Mada University  Press.  
Hasan Mustafa. 1997. Mengawali Penelitian. http://www.home.unpar.ac.id/~hasan/ mengawalipenelitian.rtf. Dikunjungi 24 Januari 2004.     
Husein Umar, SE, MM, MBA. 1999. Metodologi Penelitian: Aplikasi dalam Pemasaran. Jakarta: Gramedia.
--------2001. Riset Sumber Daya Manusia dalam Organisasi. Gramedia. Jakarta. 
Jeffrey A. Gliner dan George A. Morgan. 2000. Research Methods in Applied Settings: An Integrated Approach to Design and Analysis. Lawrence Erlbaum Associates. Mahwah, NJ.
Jonathan Sarwono, 2002. Metodologi Penelitian. Universitas Komputer Indonesia Bandung. http://lppm.unikom.ac.id/Myprofile/jsarwono.html. Dikunjungi 28 Mei 2003.
Koentjaraningrat. 1991. MetodeMetode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia.
L.N. Jewel dan Marc Siegal. 1998. Psikologi Industri/Organisasi Modern. Jakarta: Arcan.
Mohammad Nazir, Ph.D. 1999. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Mudrajad Kuncoro, Ph.D. 2003. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi: Bagaimana Menelit dan Menulis Tesis. Jakarta. Erlangga.
Muhammadi. 2004. Perumusan Masalah. http://www.zkarnain.tripod.com/ rumusan.htm. Dikunjungi 24 Januari 2004.
Mustafa, H. 1997. Mengawali Penelitian. http://www.home.unpar.ac.id/~hasan/ mengawalipenelitian.rtf. Dikunjungi 24 Januari 2004.     
Nur Indriantoro dan Bambang Supomo. 1999. Metodologi Penelitian Bisnis: Untuk Akuntansi dan Manajemen. Badan Penerbit Fakultas Ekonomi. Yogyakarta.
Onno W. Purbo, Ph.D, Intan Ahmad, Ph.D, Ismail Fahmi, ST, 2001. Meningkatkan Kualitas Lulusan Perguruan Tinggi Melalui Digital Library: Tugas Akhir, Tesis, dan Disertasi Nasional Network of Digital Library  of Theses and Disertation.Knowledge Management Research GroupPerpustakaan Pusat Institut Teknologi Bandung.
Prof Ir. Rudy C Tarumingkeng, PhD. 2003. Petunjuk Penggunaan Sumber nertent untuk Bahan Pustaka Penulisan Karya Ilmiah Pengetahuan. Institut Pertanian Bogor.  http://www.hayatiipb.com/users/rudyct/intern_pub.htm. Dikunjungi 30 April 2003.
Prof. Dr. Achmad Djunaedi, 2002. Petunjuk Penulisan Usulan Penelitian dan Tesis. Edisi Kedua. Program Pascasarjana Magister Perencanaan Kota & Daerah MPKD Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Prof. Dr. C. Hanny Wijaya, 2004. Penulisan Artikel Ilmiah dan Etika Penelitian. Kumpulan Materi Penataran dan Lokakarya Training of Trainers Metodologi Penelitian PTN dan PTS Tahun 2004, Jakarta 2630 April 2004.
Prof. Dr. H. Sarmanu, M.S., 2004. Metodologi Penelitian. Kumpulan Materi Pelatihan Structural Equation Modeling. Lembaga Penelitian Universitas Airlangga Surabaya.
Prof. Dr. Ir. Achmad Djunaedi, MUP.. 2000. Kumpulan Bahan Kuliah Metodologi Penelitian. http://www.intranet.ugm.ac.id/~adjunaedi. Dikunjungi 30 Januari 2004.
Prof. Dr. Ir. Jacub Rais, M.Sc., 2003. Hakikat Penelitian untuk Suatu Disertasi Doktor. http://www.geocities.com/poerbandono/files/DisertasiDoktor.doc.. Dikunjungi 14 Juli 2003.
Prof. Dr. Sudjanna, MA, M.Sc.. 1983. Teknik Regresi dan Korelasi Bagi Para Peneliti. Tarsito. Bandung.
Prof. Dr. Sugiyono 2004. Pemilihan Topik dan Variabel Penelitian, serta Teknik Perumusan Masalah. Kumpulan Materi Penataran dan Lokakarya Training of Traininer Metodologi Penelitian PTN dan PTS di Jakarta, 2630 April 2004.
Prof. Dr. Sugiyono. 1999. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.
------ 1999a. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.
Prof. Dr. Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Jakarta.
Sidney Siegel. 1994. Statistik Nonparametrik Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Gramedia.
Singgih Santoso. 1999.  Aplikasi Excel Dalam Statistik Bisnis, Jakarta: Elexmedia Komputindo
Tim Ahli BPPT – PAATP. 1998. Pedoman Penulisan Laporan Hasil Penelitian dan Karya Tulis Ilmiah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. http://www.geocities.com/TheTropics/Lagoon/3449/PDF/ karyatulis.pdf. Dikunjungi 19 April 2003.
W. Gede Merta, 2004. Metode Penelitian. Fakultas Ekonomi Unwar. 


Sumber : http://azuar2.tripod.com/suplemen.htm

No comments:

Post a Comment