MASALAH PENELITIAN
1.
Setiap
penelitian selalu berangkat dari masalah, bila dalam peneliti telah dapat
menemukan masalah yang betul-betul masalah, maka pekerjaan penelitian 50 %
telah selesai (Prof. Dr. Sugiyono, 1999, 25).
2.
Masalah
merupakan kesenjangan/perbedaan apa yang diharapkan dengan apa yang terjadi
(Bambang Tri Cahyono, 1996, 7).
3.
Hal-hal
yang dapat dipermasalahkan dalam penelitian adalah masalah (problem)
atau peluang (opportunity) yang didefenisikan dengan jelas, baik
keluasannya maupun kedalamannya. Masalah diartikan sebagai suatu situasi
dimana suatu fakta yang terjadai sudah menyimpang dari batasan toleransi yang
diharapkan. Sedangkan peluang adalah suatu kondisi eksternal yang
menguntungkan jika dapat dirah dengan usaha-usaha tertentu tetapi dapat juga
secara langsung atau tidak langsung menjadi ancaman bila peluang itu dapat
dimanfaatkan oleh pesaing (Husein Umar, SE, MM, MBA., 1999, 8).
4.
Masalah
riset merupakan suatu pernyataan informasi spesifik yang dibutuhkan pihak
pengambil keputusan untuk membantu memecahkan masalah keputusan manajemen.
Ketika masalah/peluang telah diketahui maka sebuah riset akan
mendapatkan gambarannya (C. McDaniel dan R. Gates, 2001, 52).
5.
Penelitian
dapat diawali dengan adanya keingintahuan yang kuat dari peneliti, tanpa
adanya kejadian yang sangat istimewa (negatif/positif), seseorang bisa
melakukan penelitian karena ada sesuatu hal yang ingin diketahuinya sendiri
guna kepentingan ilmunya sendiri. Seseorang yang tertarik dalam bidang ilmu
manajemen dapat saja meneliti efektivitas gugus kendali mutu bukan untuk
kegunaan praktis, tetapi semata-mata ingin membuktikan teori yang dipelajarinya, atau untuk menyusun
suatu teori yang baru (Hasan Mustafa, 1997)
6.
Permasalahan
yang baik memiliki karakteristik sebagai berikut: Pertama, peneliti
memiliki keahlian dalam bidang yang dikaji. Kedua, tingkat kemampuan
peneliti memang sesuai dengan tingkat kemampuan yang diperlukan untuk
mememecahkan permasalahan yang ada. Ketiga, Peneliti memiliki sumber
daya yang diperlukan. Keempat, peneliti telah mempertimbangkan
kendala waktu, dana, dan berbagai kendala lain dalam pelaksanaan
penelitian yang dilakukan (Mudrajad Kuncoro, Ph.D, 2003, 26)
7.
Petunjuk
untuk mengatasi penentuan masalah: 1). Tentukan secara tentatif atau coba-coba suatu
topik, lalu pilihlah judul penelitian 2). Buat sketsa mengenai interrelasi dan
perurutan-perurutan dari masalah-masalahnya pada secarik kertas, 3). Membahas
luasnya area topik, dan berusaha menemukan aspek-aspek kesulitannya, yaitu
pusat-pusat simpul yang harus diurai, 4) Dengan persoalan-persalan tersebut
baca secara selektif buku-buku referensi, catatan-catatan, dokumen-dokumen,
naskah-naskah, laporan-laporan, majalah, dan materi informatif lainnya yang
telah dibuat penulis-penulis lain, dan ada sangkut pautnya dengan masalah yang
tengah kita garap (Dra. Kartini Kartono, 1980, 55)
8.
Masalah
penelitian dapat dilihat dalam tiga bentuk: 1). Exploratory Research (Riset
untuk menemukan sesuatu): Ini adalah suatu riset yang memecahkan problem/isu/topik baru yang sangat
sedikit diketahui, sehingga ide riset sebelumnya tidak dapat diformulasi denan
baik pada tahap awal. Persoalnnya dapat datang dari bagian disiplin ilmu, baik
itu suatu tak-teki riset teoritis atau riset yang mempunyai dasar empiris, 2). Testing
out research (Riset untuk menguji coba sesuatu), dalam riset ini kita
mencoba untuk menemukan batas dari generalisasi yang diusulkan sebelumnya. Pada
umumnya ini adalah riset dasar, misalnya “apakah suatu teori dapat diterapkan
pada suhu tinggi”, jumlah testing yang dilakukan tidak terbatas dan terus
menerus, karena dengan ini kita mampu untuk memperbaiki dengan menspesifikasi,
momodifikasi, mengklarifikasi generalisasi yang dikembangkan oleh disiplin ilmu
kita yang penting. 3). Problem Solving Research (Riset untuk
memecahkan masalah): dari riset jenis ini kita mulai dari adanya suatu
masalah “dalam dunia nyata” dan membawa semua sumber daya inteelktual untuk
memecahkan masalahnya. Permasalahan harus dapat ditentukan secara jelas dan
metode pemecahan masala harus ditemukan. Orang yang bekerja dalam cara ini
harus menciptakan dan mengidentifikasi pemecahan masalah sebelumnya dalam
setiap langkah. Ini biasanya melibatkan sejumlah teori dan metode,
kadang-kadang melintas lebih dari satu disiplin, karena masalah dunia nyata
pada umumnya messy (kacau) dan tidak dapat dipecahkan dalam batas sempit
dari satu disiplin akademis (Prof. Dr. Ir. Jacub Rais, M.Sc., 2003)
9.
Yang disebut
dengan masalah penelitian adalah hal-hal yang berkaitan dengan:
masalah/problema (problem), peluang (opportunity), ketertarikan (anxiety),
keraguan/ketidakpastian (uncertainty),
ketiadaan (blankness), kelangkaan (rarely), kemerosotan (decline),
ketertinggalan (left behind) (Azuar Juliandi, 2004, 8).
PENEMUAN DAN SUMBER MASALAH
10.
Penemuan
Masalah: Kegiatan untuk menemukan permasalahan biasanya didukung oleh survai
ke perpustakaan untuk menjajagi perkembangan pengetahuan dalam bidang yang
akan diteliti, terutama yang diduga mengandung permasalahan. Kegiatan
penemuan permasalahan yang didukung oleh survai ke perpustakaan untuk mengenali
perkembangan bidang yang diteliti. Pengenalan ini akan menjadi bahan utama
deskripsi “latar belakang permasalahan” dalam usulan penelitian (Prof. Dr.
Achmad Djunaedi, 2000)
11.
Penemuan
Masalah:
a.
Pasif: Masalah penelitian yang ditemui secara pasif
adalah penelitian yang datang berdasarkan autoritas. Misalnya permintaan
penelitian yang datang dari pimpinan suatu lembaga penelitian, atau penelitian
pesanan dari suatu sponsor. Untuk hal semacam itu masalah penelitian sudah ada
dengan sendirinya, sehingga sebagai peneliti kita tinggal merumuskan obyeknya
dan meneruskan tahap-tahap penelitian selanjutnya.
b.
Aktif: Cara-cara aktif merupakan
penemuan masalah yang dieksplorasi secara mandiri oleh peneliti, dalam
menemukan fenomena-fenomena yang dianggap penting dan harus segera dipecahkan
(Muhammadi, 2004).
12.
Sumber
Masalah:
a. Formal, terdiri dari:
a.1.
Rekomendasi
penelitian: Masalah dapat ditelusuri dari hasil penelitian orang lain. Sebuah
penelitian memiliki bagian kesimpulan dan saran, dari bagian inilah seorang
peneliti menemukan masalah dengan menganalisis adanya kemungkinan untuk
melanjutkan penelitian tersebut sebagai upaya untuk mengkaji hal-hal yang belum
terungkap, mengulang penelitian tersebut untuk memperkaya teori, dan hal-hal
lain yang mungkin ditemukan dari analisis hasil penelitian orang lain.
a.2.
Analogi:
Analogi merupakan penemuan masalah dengan cara mengadaptasi masalah dari suatu
pengetahuan dan menerapkannya ke bidang pengetahuan si peneliti baru, dengan
adanya persyaratan bahwa kedua bidang tersebut harus memiliki kesesuaian dalam
hal-hal yang penting.
a.3.
Renovasi:
Renovasi juga merupakan sebuah metode menemukan masalah penelitian yakni dengan
cara mengganti suatu unsur yang tidak sesuai lagi dengan suatu teori, untuk
meningkatkan kebenaran suatu teori.
a.4.
Dialektikal:
Dialektikal adalah bantahan terhadap suatu teori tertentu. Ekstrapolasi: Cara penemuan masalah dengan
ekstrapolasi adalah dengan membuat trend suatu teori atau trend permasalahan
yang dihadapi.
a.5.
Morfologi:
Morfologi merupakan pengujian kemungkinan-kemungkinan kombinasi yang terkandung
dalam sebuah permasalahan yang kompleks.
a.6.
Dekomposisi:
Dekomposisi merupakan cara penjabaran suatu permasalahan ke dalam
komponen-komponennya.
a.7.
Agregasi:
Agregasi adalah kebalikan dari dekomposisi. Peneliti dapat mengambil
hasil-hasil penelitian atau teori dari beberapa bidang atau beberapa penelitian
dan mengumpulkannya untuk membentuk suatu permasalahan yang lebih rumit dan
kompleks.
b. Nonformal, terdiri dari:
b.1. Konjektur: Konjektur adalah permasalahan
yang ditemukan dengan naluriah (fakta apresiasi individu terhadap
lingkungannya), dan tanpa dasar-dasar yang jelas. Bila kemudian dasar-dasar
atau latar belakang permasalahan dapat dijelaskan, maka penelitian dapat
diteruskan secara alamiah.
b.2. Fenomenologi: Menemukan
permasalahan-permasalahan baru yang berhubungan dengan fenomena-fenomena yang
dapat diamati.
b.3. Konsensus: Penemuan permasalahan dari
hasil kesepakatan-kesepakatan, misalnya kesepakatan para ahli dalam suatu
bidang yang sama.
b.4. Pengalaman: Pengalaman juga merupakan
sumber permasalahan yang dapat dijadikan kajian penelitian, baik pengalaman
yang gagal maupun pengalaman yang sukses di masa lalu (Prof. Dr. Achmad
Djunaedi, 2000)
13.
Sumber
Masalah:
a.
Paper: mempelajari dokumen, buku, majalah,
laporan penelitian atau penemuan sebelumnya.
b.
Personal: melakukan wawancara atau diskusi dengan
para ahli atau orang-orang yang ada pada lokasi penelitian.
c.
Place: mengamati daerah/lokasi penelitian yang
akan diteliti (Prof. Dr. Suharsimi
Arikunto, 2002, 41).
14.
Sumber
Masalah:
a.
Penelitian
terdahulu
b.
Pengamatan
di lapangan
c.
Diskusi,
ceramah, kuliah
d.
Dosen
para peneliti dan para ahli
e.
Bibliografi
(daftar kepustakaan) (Drs. Cholid Narbuko dan Drs. H. Abu Achmadi, 2004, 61).
15.
Sumber
Masalah:
a.
Bacaan
berupa jurnal, laporan hasil penelitian, skripsi, tesis, disertasi, buku teks,
dan internet.
b.
Seminar,
lokakarya, diskusi, dan lain-lain pertemuan ilmiah.
c.
Pernyataan
pemegang otoritas.
d.
Pengamatan
e.
Pengalaman
f.
Intuisi
(Prof. Dr. H. Sarmanu, M.S., 2004, 14).
16.
Sumber
Masalah:
a.
Pengalaman
b.
Literatur
yang dipublikasikan: buku, teks, jurnal, text database
c.
Literatur
yang tidak dipublikasikan: skripsi, tesis, disertasi, paper, makalah-makalah
seminar (Nur Indriantoro dan Bambang Supomo, 1999, hal. 43)
17.
Sumber
Masalah:
a.
Literatur:
Literatur atau bahan bacaan yang berhubungan dengan minat dan pngetahuan
peneliti.
b.
Pengalaman
pribadi: Semakin banyak pengalaman seseorang baik peneliti maupun manajer akan
semakin banyak permasalahan yang didapatkan untuk penelitian (Mudrajad Kuncoro,
Ph.D. 2003, 24).
JUDUL PENELITIAN
18.
Proses
penting dalam sebuah penelitian adalah “pemilihan topik”. Topik (topic)
adalah pokok permasalahan dari suatu penelitian. Sebagian orang menyebutnya
sebagai “tema pokok dari suatu persoalan”, atau dengan kata lain topik lebih
menonjolkan inti dari permasalahan/persoalan, dan dapat menegaskan batas-batas
dari masalahnya, serta mengarahkan penentuan judul (Kartono, 1980, 61).
Sumber: Diolah dari Kartono, 1980, 61
18.
Untuk
penelitian kuantitatif, judul penelitian secara eksplisit menunjukkan variabel
yang akan diteliti, terutama variabel independen dan variabel dependennya,
sedangkan variabel moderator, intervening, atau variabel kontrolnya dapat
digambarkan dalam paradigma penelitian, dengan demikian judul menjadi singkat
(Prof. Dr. Sugiyono, 2004, 64).
Latar Belakang Masalah
|
|
Identifikasi Penelitian
|
¯
|
Identifikasi Masalah
|
¯
|
Batasan Masalah
|
Sumber: Sugiyono, 2004, 64
19.
Judul
penelitian yang lengkap diharapkan mencakup: 1). Sifat dan jenis penelitian,
2). Objek yang diteliti, 3). Subjek penelitian, 4). Lokasi/daerah penelitian,
5). Tahun/waktu terjadinya peristiwa. Apabila judul penelitian ditulis singkat,
maka perlu ditambahkan dengan jelas penegasan judul dan batasan masalah,
penegasan ini ditulis dalam bagian pendahuluan, laporan penelitian, dan tentu
saja pada waktu penyusunan desain penelitian (Prof. Dr. Suharsimi Arikunto,
2002, 34).
20.
Judul
penelitian yang dipilih harus mampu menggambarkan tujuan dari penelitian,
menarik, menggambarkan isi, lokasi atau subjek penelitian, dan periode
pengamatan (Mudrajad Kuncoro, Ph.D., 2003, 291).
21.
Judul
perlu singkat tapi bermakna dan tentu saja harus jelas terkait dengan isinya. Bila judul memang tidak dapat dipersingkat, meskipun tetap panjang,
maka judul dapat dibuat bertingkat, yaitu judul utama, dan anak judul
LATAR BELAKANG MASALAH
22.
Latar
belakang masalah berisi informasi tentang suatu masalah dan atau peluang
yang dapat dipermasalahkan agar ditindaklanjuti lewat penelitian, termasuk
hal-hal yang melatarbelakanginya (Husein Umar, SE, MM, MBA., 2001, 238).
23.
Latar
belakang masalah berisi tentang sejarah dan persitiwa-peristiwa yang
sedang terjadi pada suatu proyek
penelitian, tetapi dalam peristiwa itu, nampak adanya penyimpangan-penyimpangan
dari standar yang ada, baik standar keilmuan maupun aturan-aturan. Dalam
latar belakang ini peneliti harus melakukan analisis masalah, sehingga
permasalahan menjadi jelas. Melalui analisis masalah ini, peneliti harus dapat
menunjukkan adanya suatu penyimpangan, dan menuliskan mengapa hal itu perlu
diteliti (Prof. Dr. Sugiyono, 1999, 302).
24.
Latar
belakang masalah adalah segala informasi yang diperlukan untuk memahami
rumusan masalah yang disusun oleh peneliti (Mudrajad Kuncoro, PhD, 2003, 33).
25.
Pendahuluan/latar
belakang masalah adalah memberikan gambaran yang jelas mengenai pemikiran
ilmiah, dengan cara mengemukakan masalah dan menghadapkan pada beberapa pustaka yang relevan
yang dapat menuntun pembaca menuju kepada pemikiran logis (David Lindsay, 1986,
87)
26.
Konsep-konsep dan teori-teori ilmiah sebagai
sumber masalah dapat dikutip dari literatur yang dipublikasikan: buku teks,
jurnal, text database, dan dari literatur yang tidak dipublikasikan: skripsi,
tesis, disertasi, paper, makalah-makalah seminar (Nur Indriantoro dan Bambang
Supomo, 1999, 43).
27.
Bagian
latar belakang masalah menjelaskan mengapa suatu penelitian dilaksanakan
dan apa yang ingin dicapai atau diketahui dari pelaksanaan penelitian
tersebut. Fakta dan data yang mendukung harus dicantumkan
(Dermawan Wibisono, 2000, 304).
28.
Banyak
orang mengalami kesulitan dalam memutuskan apa yang akan dimasukkan dalam
pendahuluan/latar belakang masalah, hasil-hasil penelitian apa yang perlu
dikutip, mana yang akan diberikan dalam pendahuluan/latar belakang masalah dan
mana yang tidak perlu. Jawabnya mudah, hanya bahan-bahan yang mengarah
kepada hipotesislah yang digunakan. Bahan-bahan tersebut disusun menurut urutan
yang logis. (David Lindsay, 1986, 8).
29.
1). Latar belakang masalah harus memuat faktor-faktor apa
saja yang menjadi perhatian anda untuk dijadikan suatu latar belakang. Itulah
yang disebut dengan latar belakang faktual (identifikasi masalah yang
relevan). 2). Latar belakang memuat berbagai informasi kasus, baik
secara langsung lewat pengamatan di masyarakat maupun lewat buku-buku
referensi, dan hasil-hasil penelitian lain yang sejenis, ini disebut
latar belakang teoritis. Peneliti menghubungkan kasus yang satu dengan
yang lain, Bagaimana kasus-kasus kontemporer berhubungan dengan kasus-kasus
terdahulu, dan bagaimana antara teori-teori yang dapat menjelaskan
fenomena perubahan tersebut dari waktu ke waktu. 3) Latar belakang
merupakan tonggak problematik yang berisi berbagai persoalan yang
akan dijawab dalam bab-bab selanjutnya. Latar belakang memberi alur berpikir
sehingga mempermudah peneliti untuk mensistematisir persoalan yang ingin
dipecahkan. Setiap masalah yang akan dijawab sebaiknya diutarakan sebagai
problematik yang akan dibahas dalam bab-bab berikutnya (Dr. Andrik Purwasito,
DEA, 2004).
30.
Hal-hal yang perlu dikemukakan dalam latar belakang
masalah: Mengapa peneliti memilih
isu tertentu? Apa kegunaan penelitian tersebut untuk kepentingan praktis
atau teoretis? Agar peneliti dapat menyusun latar belakang penelitiannya dengan
baik maka dia harus membekali diri dengan banyak informasi tentang isu
penelitiannya baik yang berdimensi praktis dan teoritis. Seorang
peneliti dengan isu "motivasi kerja", harus dapat menjelaskan mengapa
dia meneliti isu tersebut, apa akibat positif yang bisa ditimbulkan dari
penelitian dengan isu tersebut. Dalam latar belakang peneliti bisa saja mencantumkan
data atau pendapat-pendapat orang lain guna memperkuat alasan
penelitiannya (Mustafa, 1997).
31.
Latar belakang masalah berisi argumentasi mengapa penelitian ini penting
dilakukan. Menggambarkan situasi dan kondisi baik secara makro maupun mikro
serta dilengkapi dengan fakta dan data-data lapangan. Menunjukkan
sebab-sebab muncul dan terjadinya masalah. Dikotomi, antara apa yang seharusnya
terjadi dan kenyataan yang ada. Munculnya kesenjangan antara apa yang
diharapkan dengan kenyataan. Mengemukakan Kajian teoritis dibandingkan
dengan fenomena yang ada, sehingga penelitian ini menjadi menarik, memberi
manfaat besar dan memang urgen untuk dilakukan (W. Gede Merta, 2004, 11).
32.
Dalam
latar belakang penelitian dikemukakan mengenai pentingnya penelitian itu
dilaksanakan. Disini penting disebutkan secara jelas, apa masalahnya dan apa
akibat dari permasalahan tersebut. Untuk mencari permasalahan mungkin dapat
digunakan analisis dengan pokok masalah. Pentingnya penyantuman ringkasan tinjauan
pustaka yang relevan adalah untuk memberikan informasi yang memungkinkan
pembaca dapat memahami dan menilai hasil penelitian dalam bidang yang diteliti
yang pernah ada serta memberikan justifikasi dari perlakuan yang akan diuji
pada metodologi. Disamping itu juga untuk mencegah adanya duplikasi penelitian
(Tim Ahli BPPT-PAATP, 1998).
33.
Pada pendahuluan (red: latar belakang
masalah) biasanya peneliti mengungkapkan alasan utama mengapa yang
bersangkutan memilih masalah tertentu yang akan diteliti sehingga pihak pembaca
dapat memahami mengenai pentingnya masalah tersebut untuk diteliti dari sisi
ilmiah. Pada bagian ini pula, peneliti boleh menuliskan keinginan peneliti
untuk mengungkapkan suatu gejala/konsep/dugaan yang sedang dipikirkan
(Jonathan Sarwono, 2002).
34.
Latar belakang berisi uraian singkat
mengenai lingkungan di seputar masalah yang akan diteliti. Lingkungan tersebut
bisa meliputi: 1). Peristiwa tertentu yang menyebabkan proposal
diperlukan, 2). Belum tuntasnya literatur dalam menjawab permasalah atau
fenomena tertentu(Mudrajad
Kuncoro, PhD, 2003, 86).
35.
Dua
pertanyaan perlu dijawab dalam rangka mengisi bagian latar belakang ini, yaitu:
Mengapa kita memilih permasalahan ini? Apakah ada opini independen yang
menunjang diperlukannya penelitian
ini? Untuk menjawab pertanyaan “mengapa
kita memilih permasalahan ini?”, maka langkah pertama, kita perlu memilih
bidang keilmuan yang kita ingin lakukan penelitiannya. Pemilihan bidang tersebut diteruskan ke
sub-bidang dan seterusnya hingga sampai pada topik tertentu yang kita minati.
Langkah kedua, kita perlu melakukan kajian terhadap pustaka berkaitan .kemajuan
terakhir ilmu pengetahuan dalam topik tersebut untuk mencari peluang
pengembangan atau pemantapan teori. Minat maupun peluang tersebut seringkali
didorong oleh isu nyata dan aktual yang
muncul di jurnal ilmiah terbaru atau artikel koran bermutu atau pidato
penting dan aktual, atau
direkomendasikan oleh penelitian sebelumnya.. Ini semua merupakan opini
independen yang menunjang diperlukannya penelitian yang diusulkan tersebut
(Prof. Dr. Achmad Djunaedi, 2002, 4).
36.
Pada
latar belakang masalah, isu yang mendorong dilakukannya penelitian harus jelas
(dukunglah dengan fakta tertulis dari pustaka, terutama jurnal ilmiah
terbaru). Pemilihan kasus harus jelas alasannya (alasan karena
peneliti berasal dari kota/daerah yang dijadikan kasus bukan merupakan alasan
ilmiah). Tunjukkan bahwa kasus yang dipilih bersifat unik dibandingkan
kondisi umumnya (yang sudah menjadi teori/pengetahuan yang umum) (Prof. Dr.
Achmad Djunaedi, 2002, 15).
37.
Sistematika isi latar belakang masalah
dapat diawali dari variabel dependen baru kemudian variabel dependen
independen (lihat contoh pada lampiran: Andrew Hale Feinstein dan William F. Harrah, 2001)
IDENTIFIKASI MASALAH
38.
Pada
umumnya identifikasi masalah dilakukan dari permasalahan umum yang
berhubungan dengan keahlian yang dipunyai dan menarik untuk dipecahkan.
Kemudian dari permasalahan umum yang telah ditentukan diambil suatu permasalahan
spesifik (red: batasan masalah) dan lebih memungkinkan untuk diteliti
(Mudrajad Kuncoro, PhD, 2003, 26). Dalam penyusunan identifikasi masalah
diperlukan komunikasi yang baik antara manajer dengan peneliti. Identifikasi
masalah memerlukan kreativitas, pengetahuan, pengalaman, dan kadang-kadang juga
keberuntungan (Mudrajad Kuncoro, PhD, 2003, 27).
39.
Tahap
identifikasi masalah merupakan suatu kegiatan berupa mencari masalah yang
sekiranya dapat dicarikan jawabannya melalui penelitian. Semua masalah yang
ada pada obyek penelitian dikemukakan, baik masalah yang akan
diteliti maupun tidak diteliti. Masalah yang diteliti umumnya
merupakan variabel dependen. Berdasarkan masalah yang diketahui tersebut
selanjutnya dikemukakan hubungan satu masalah dengan masalah yang lain. Masalah
yang diteliti itu kedudukannya dimana diantara masalah yang akan diteliti.
Masalah apa saja yang diduga berpengaruh positif dan negatif terhadap masalah
yang diteliti. Masalah tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk variabel. (Prof.
Dr. Sugiyono, 1999, 303-304).
40.
Tahap
identifikasi masalah merupakan suatu kegiatan berupa mencari sebanyak-banyaknya
masalah yang sekiranya dapat dicarikan jawabannya melalui penelitian. Pencarian
masalah-masalah ini bertumpu pada masalah pokok yang tercermin pada
bagian latar belakang masalah (Husein Umar, SE, MM, MBA., 2001, 68).
41.
Peranan identifikasi masalah dalam proses
pengembangan perumusan masalah, yaitu proses penyaringan mulai dari yang
umum sampai dengan masalah yang khusus. Masalah dimulai dari
adanya pemikiran “concern” yang sedang dihadapi atau yang akan
dihadapi, kemudian masalah pemikiran tersebut dipersempit menjadi proses
penyaringan perumusan masalah dan pada tahap ketiga menjadi penyaringan
pemilihan masalah yang akan diteliti dengan disertai tujuan penelitiannya
(Jonathan Sarwono, 2002) .
42.
Identifikasi
masalah adalah tahap permulaan penguasaan masalah dimana suatu objek
dalam suatu jalinan situasi tertentu dapat dikenali sebagai suatu
masalah (Suriasumantri dalam Harun Sitompul, 2001, 6)
43.
Identifikasi
masalah adalah sekelompok aspek yang berada di sekitar masalah utama yang
dapat diteliti untuk menjawab permasalahan utama (Husein Umar, SE, MM,
MBA., 2001, 238).
44.
Identifikasi artinya merinci
masalah sehingga dapat diketahui dengan jelas. Kalau misalnya masalahnya
menyangkut dengan disiplin kerja di instansi atau organisasi X, maka peneliti
harus menjelaskan secara rinci tentang masalah disiplin kerja tersebut.
Uraiannya berisi tentang pelanggaran-pelanggaran yang banyak dilakukan pegawai,
atau perilaku-perilaku yang tidak sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.
Misalnya, ada aturan yang mengharuskan pegawai masuk kerja pukul 07.00, tetapi
dalam kenyataannya tidak demikian. Indentifikasi masalah sebaiknya disertai
dengan data yang mendukungnya. Berapa banyak pegawai yang selalu datang
terlambat? Berapa lama waktu keterlambatan tersebut? Di bagian mana yang paling
banyak terjadi keterlambatan? Pegawai dari golongan mana yang paling banyak
terlambat? (Mustafa, 1997)
45.
Identifikasi permasalahan penelitian adalah pernyataan singkat tentang
permasalahan yang akan dipecahkan dan merupakan intisari dari latar belakang
masalah. Penentuan pilihan dan penegasan permasalahan yang akan diteliti.
Masalah adalah sesuatu yang penting untuk mendapatkan pemecahan, dan merupakan
gap antara teori dengan kenyataan, antara apa yang diharapkan dengan apa yang
terjadi. Dari banyak masalah yang mungkin dihadapi, maka akan ditentukan pokok
permasalahan yang menjadi fokus dalam penelitian. Rumusan pokok permasalahan
biasanya berupa kalimat tanya (W. Gede Merta, 2004).
46.
Yang dimaksud dengan mengidentifikasi
masalah ialah peneliti melakukan tahap pertama dalam melakukan penelitian,
yaitu merumuskan masalah yang akan diteliti. Tahap ini merupakan tahap
yang paling penting dalam penelitian, karena semua jalannya penelitian akan
dituntun oleh perumusan masalah. Tanpa perumusan masalah yang jelas, maka
peneliti akan kehilangan arah dalam melakukan penelitian (Mungkin Jonathan Sarwono,
2002).
47.
Permasalahan di sekeliling kita sangat banyak, peneliti tinggal mengidentifikasi,
setelah masalah diidentifikasi selanjutnya dipilih salah satu masalah yang
paling layak (red: batasan masalah), kemudian masalah yang telah dipilih perlu dirumuskan
(Prof. Dr. H. Sarmanu, M.S., 2004, 14).
48.
Masalah-masalah
yang disajikan pada bagian Identifikasi masalah umumnya disajikan dalam bentuk
kalimat pertanyaan atau kalimat pernyataan (Husein Umar, SE, MM,
MBA., 1999a, 16).
49.
Contoh
identifikasi masalah yang berbentuk pertanyaan: 1). Seberapa besar pengaruh
budaya organisasi terhadap kinerja keuangan perusahaan, 2). Seberapa besar
pengaruh orientasi etka terhadap kinerja keuangan perusahaan, 3). Seberapa
besar pengaruh budaya organisasi dan orientasi etika terhadap kinerja
perusahaan secara simultan (Erni R. Ernawan, 2004, 19)
BATASAN MASALAH
50.
Bagian
ini berkaitan erat dengan identifikasi masalah. Jika peneliti
memiliki keterbatasan, masalah-masalah yang telah diidentifikasi mungkin
tidak dapat diteliti semuanya, melainkan hanya beberapa saja/dibatasi
(Husein Umar, SE, MM, MBA., 1999, 17).
51.
Batasan
masalah menggambarkan ruang lingkup penelitian yang tidak terlalu
luas. Masalah umum yang ada perlu dibatasi secara khusus (sempit) dengan
mempertimbangkan keterbatasan waktu, dana, tenaga, teori, dan sebagainya.
sehingga penelitian dapat dilakukan lebih mendalam. Masalah yang dibatasi ini menjadi variabel
di dalam penelitian (Prof. Dr. Sugiyono, 1999, 303)
52.
Jika
masalah terlalu umum atau meluas, ini berarti terlalu kabur sehingga tidak
dapat diuji oleh peneliti (Kerlinger, 2000, 38)
53.
Setelah
masalah diidentifikasi selanjutnya dipilih salah satu masalah yang
paling layak untuk diteliti (Prof. Dr. H. Sarmanu, M.S., 2004, 14).
RUMUSAN MASALAH
54.
Rumusan
masalah dapat diformulasikan dalam sebuah pertanyaan penelitian.
Pertanyaan ini nantinya akan terjawab setelah ada hasil penelitian yang
diperoleh dari pembahasan/analisa (Nur Indriantoro dan Bambang Supomo, 1999,
49; Husein Umar, SE, MM, MBA., 2001, 69).
55.
Rumusan
masalah adalah kalimat tanya atau pertanyaan yang menanyakan
hubungan apakah yang terdapat antara dua variabel atau lebih (Fred. N.
Kerlinger, 2001, 28-29).
56.
Perumusan
masalah harus disertai latar belakang masalah (Mudrajad Kuncoro, PhD, 2003,
33). Perumusan masalah diidentifikasi melalui proses wawancara,
observasi, dan survey literatur. (Mudrajad Kuncoro, PhD, 2003, 44).
57.
Sering
dijumpai usulan penelitian yang memuat “latar belakang permasalahan” secara
panjang lebar tetapi tidak diakhiri (atau disusul) oleh rumusan (pernyataan)
permasalahan. Pernyataan permasalahan sebenarnya merupakan kesimpulan dari
uraian “latar belakang” tersebut. Castette dan Heisler menjelaskan bahwa
secara keseluruhan ada 5 macam bentuk pernyataan permasalahan, yaitu: (1)
bentuk satu pertanyaan (question); (2) bentuk satu pertanyaan umum
disusul oleh beberapa pertanyaan yang spesifik; (3) bentuk satu penyataan (statement)
disusul oleh beberapa pertanyaan (question). (4) bentuk hipotesis; dan
(5) bentuk pernyataan umum disusul oleh beberapa hipotesis (Prof. Dr. Achmad
Djunaedi, 2000, 6).
58.
Meskipun
dapat berupa kalimat berita, sebaiknya pertanyaan penelitian berupa kalimat
tanya (yang diakhiri dengan tanda tanya). Bila pertanyaan penelitian lebih dari
satu, maka semua pertanyaan haruslah berada dalam satu “payung” (satu sistem).
Bila tidak, maka akan terasa mengerjakan dua tesis sekaligus atau lebih. Untuk
memperjelas “payung” tersebut dapat pula ditulis satu pertanyaan besar yang
memayungi sejumlah pertanyaan kecil. Bila perlu, beri penjelasan tentang
beberapa istilah dan letakkan penjelasan tersebut di bawah daftar pertanyaan
penelitian (Prof. Dr. Achmad Djunaedi, 2002, 15).
TUJUAN PENELITIAN
59.
Tujuan
penelitian menunjukkan hal-hal yang ingin dicapai, sesuai dengan pokok permasalahan. Tujuan penelitian biasanya
diawali dengan kata-kata seperti : untuk mengetahui, menghitung, menganalisis,
membedakan, dan lain-lain (W. Gede Merta, 2004, 11).
60.
Tujuan
penelitian berkaitan dengan pertanyaan penelitian, tapi tingkatan tujuan
tergantung hasil kajian pustaka. Beberapa tingkatan atau macam tujuan
penelitian, antara lain: (1) mengeksplorasi; misal: mengeksplorasi
faktor-faktor yang mempengaruhi.... (2) mendeskripsikan; misal:
mendeskripsikan pola ....; mendeskripsikan perkembangan .....; mendeskripsikan
kategori ....(3) menguji hipotesis; misal: menguji hipotesis bahwa tidak
ada hubungan antara .... dengan .... (4) mengevaluasi; misal:
mengevaluasi ketepatan pemilihan lokasi ibukota ... dengan kriteria akademis.
Sebaiknya dirumuskan suatu tujuan bagi setiap pertanyaan penelitian. Tujuan
untuk masing-masing pertanyaan penelitian dapat berbeda, tergantung pada
status/ujung pengetahuan yang ada saat ini (“state of the art”)—hasil
kajian pustaka—bagi masing-masing pertanyaan penelitian (Prof. Dr. Achmad
Djunaedi, 2002, 15-16).
61.
Tujuan
penelitian berkaitan erat dengan rumusan masalah yang dituliskan, misalnya jika
rumusan masalahnya “apakah ada pengaruh latihan terhadap produktivitas kerja
pegawai”, maka tujuannya adalah “ingin mengetahui apakah ada hubungan antara
latihan dan produktivitas kerja pegawai dan kalau ada seberapa besar”. Rumusan
masalah dan tujuan penelitian ini jawabnya terletak pada kesimpulan penelitian
(Prof. Dr. Sugiyono, 1999, 305).
MANFAAT PENELITIAN
62.
Hasil
penelitian harus bermanfaat bagi:
a.
Peneliti
b.
Instansi/lembaga
tempat penelitian
c.
Universitas
d.
Peneliti
pada masa mendatang (Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, 2002, 28-29).
63.
Manfaat
penelitian merupakan dampak dari tercapainya tujuan penelitian. Kalau
penelitian dapat tercapai dan rumusan masalah terjawab dengan akurat, maka apa dan bagi siapa hasil
penelitian tersebut bermanfaat. Setidaknya penelitian bermanfaat untuk:
a.
Kegunaan
teoritis: untuk mengembangkan ilmu
b. Kegunaan praktis: membantu memecahkan dan
mengantisipasi masalah yang ada pada objek yang diteliti (Prof. Dr. Sugiyono,
1999, 305).
64.
Kegunaan
(red: manfaat) penelitian merupakan uraian tentang manfaat dari hasil atau
temuan penelitian. Kalau ternyata terbukti bahwa ada hubungan antara gaji
pegawai dengan semangat kerja mereka, lalu apa manfaat dari temuan tersebut
bagi lingkungan di mana penelitian dilangsungkan? (Hasan Mustaf, 1997)
LANDASAN TEORI
65.
Teori
merupakan suatu kumpulan konstruk atau konsep, defenisi dan
preposisi yang menggambarkan fenomena secara sistematis melalui
penentuan hubungan antar variabel dengan tujuan untuk menjelaskan (memprediksi)
fenomena alam (Fred N. Kerlinger, 2000, 48).
66.
Uraian
teori merupakan uraian sistematis tentang teori yang diambil berdasarkan pendapat
pakar atau penulis buku, dan hasil-hasil penelitian yang
relevan dengan variabel penelitian (Prof. Dr. Sugiyono, 1999, 43).
67.
Langkah-langkah
penyusunan uraian teori: Menetapkan variabel : Tetapkan nama variabel
yang diteliti, dan jumlah variabelnya. Baca buku dan hasil penelitian :
Cari sumber-sumber bacaan yang relevan: buku kamus, ensiklopedia, jurnal
ilmiah, laporan penelitian, skripsi, tesis, disertasi. Deskripsi teori:
Cari defenisi setiap variabel pada berbagai sumber bacaan, bandingkan antara
suatu sumber dengan sumber lain, pilih defenisi yang sesuai dengan penelitian,
juga cari uraian rinci tentang ruang lingkup setiap variabel dan kedudukan
antara variabel yang satu dengan yang lain dalam penelitian itu. Analisa kritis teori: Lakukan analisa
kritis, renungkan, dan buat rumusan dengan bahasa sendiri. Analisis
komparatif terhadap teori dan hasil penelitian: membandingkan , memadukan
dan mereduksi antara satu teori dengan teori lainnya. Sintesa/kesimpulan dari
teori : dari analisa kritis diperoleh kesimpulan yang sifatnya sementara (Prof.
Dr. Sugiyono, 1999, 46).
68.
Tinjauan
pustaka atau studi literatur merupakan langkah penting di dalam penelitian.
langkah ini meliputi identifikasi, lokasi, dan analisis dari dokumen yang
berisi informasi yang berhubungan dengan permasalahan penelitian secara
sistematis. Dokumen ini meliputi jurnal, abstrak, tinjauan buku, data
statistik, dan laporan penelitian yang relevan. Melalui langkah ini
penyusunan hipotesis juga lebih baik karena pemahaman permasalahan yang
diteliti akan lebih mendalam. Dengan mengetahui berbagai penelitian yang
sudah ada, peneliti akan menjadi lebih tajam dalam melakukan interprestasi
hasil penelitian (Mudrajad Kuncoro, PhD, 2003, 28). Karena teori merupakan
bagian dalam proses mendapatkan ilmu, bab ini diawali dengan uraian
mengenai esensi ilmu, dilanjutkan dengan menyoroti bangunan dasar
teori (red: grand theory), menyusun kerangka teoritis dan
mengajukan hipotesis (Mudrajad Kuncoro, PhD, 2003, 37)
69.
Dalam
penelitian ilmiah, selain dari buku referensi digunakan juga sumber-sumber
berikut: buku tesk (text book), jurnal, periodical, year book,
buletin, annual review, off print (kiriman artikel dari
pengarang), reprint (artikel mandiri yang dicetak ulang dari majalah ilmiah yang pernah diterbitkan),
recent advance (sejenis majalah ilmiah), bibliografi, handbook,
manual (buku petunjuk) (Mohammad Nazir, Ph.D., 1999, 128-131).
70.
Selain
tersusun dari rangkaian teori yang merupakan hasil telaah pustaka, landasan
teori juga dibangun dari hasil-hasil penelitian yang mendahului (Drs. Cholid
Narbuko, Drs. H. Abu Achmadi, 2004, 61).
71.
Penelaahan
kepustakaan bertujuan untuk mencari landasan teoritik dan empirik untuk
penelitian yang dikerjakan. Landasan teoritik dan empirik dapat bersumber dari buku
bacaan antara lain buku teks, jurnal, laporan penelitian, skripsi, tesis,
disertasi, internet, dan lain-lain karya ilmiah (Prof. Dr. H. Sarmanu, M.S.,
2004, 15).
72.
Sumber
pustaka cetak dibedakan dalam bentuk: buku, artikel atau bab dalam buku
yang diedit, artikel dalam jurnal, dan naskah yang tidak diterbitkan. Sumber pustaka
elektronis dibedakan dalam dua macam, yaitu: situs web/internet, dan CD-ROM
(Prof. Dr. Achmad Djunaedi, 2002, 28).
73.
Penggunaan
media internet untuk penelusuran pustaka banyak membantu peneliti di Indonesia.
Kendala klasik yang dijumpai oleh para peneliti di negara kita, terutama
masalah kelangkaan publikasi terbaru karena masalah pendanaan dan kecepatan
akses dapat ditanggulangi dengan pemanfaatan sumber informasi dari internet
(Prof. Dr. C. Hanny Wijaya, 2004, 117)
74.
Mahasiswa
sering mengalami kesulitan dalam mencari informasi tentang penelitian yang sudah
pernah dilakukan sebelumnya, untuk itu mahasiswa dan peneliti dapat menggunakan
referensi yang bersumber dari internet, seperti
Network of Digital Library of Theses and Disertation (NDLTD) Nasional (Onno W. Purbo, Ph.D, Intan Ahmad, Ph.D,
Ismail Fahmi, ST, 2001, 29)
75.
Masalah plagiatisme karya akhir mahasiswa S-1,
sebenarnya dapat diatasi dengan metode memperbolehkan mahasiswa menggunakan
referensi internet dalam penelitian mereka. Kekhawatiran para pendidik bahwa
penggunaan internet dapat menunjang plagiatisme adalah sesuatu yang tidak
beralasan. Ada beberapa alasan jika referensi diperbolehkan: 1). Karena skripsi/tesis tersebut dapat mudah
diakses melalui internet, maka akan banyak orang yang bisa membacanya. 2). Jika
banyak orang yang dapat membaca skripsi/tesis tersebut, maka semakin mudah kita
mengetahui kalau ada orang yang menjiplak untuk kepentingan pribadinya. 3).
Jika kita merasa banyak orang yang sudah tahu dan membaca sebuah tesis, maka
keinginan untuk menjiplak otomatis akan terhambat, karena pasti akan ketahuan.
4). Proses kontrol dan evaluasi terhadap skripsi/tesis bukan hanya pada saat defense
atau sidang akhir saja yang hanya dihadiri penguji dan sipervisor. Dengan
informasi online, akhirnya pengujian dilakukan oleh masyarakat luas.
Masyarakat akan bisa menilai kualitas tesis terhadap tesis sejenis sebelumnya
(Onno W. Purbo, Ph.D, Intan Ahmad, Ph.D, Ismail Fahmi, ST, 2001, 9).
76.
Sumber
referensi dari internet: Etika ilmu pengetahuan yang berlaku dalam
penulisan/publikasi menuntut kita untuk menghormati karya cipta. Jika kita
menggunakan materi dari karya seseorang atau organisasi dalam tulisan kita,
kita dituntut untuk mencantumkan nama penciptanya dan sumbernya [alamat website
/ url: http, gopher, ftp] dan tanggal kita mengunjungi website
tersebut atau tanggal men-download file dari website. Dalam hal
di mana penciptanya mempersyaratkan ijin, kita dapat menhubungi pemilik hak
cipta (misalnya dengan e-mail). Mengutip tanpa menyebut penciptanya merupakan
tindakan penjiplakan (plagiat) (Prof Ir. Rudy C Tarumingkeng, PhD, 2003).
77.
Cara
yang dapat digunakan untuk mensosialisasikan penggunaan internet (online)
dalam penelitian mahasiswa adalah: 1). Dosen memperbolehkan dan mungkin
mewajibkan mahasiswa yang sedang melakukan penelitian mencantumkan referensi
yang dikutip dari situs-situs internet. 2). Jika memungkinkan dosen mendampingi
mahasiswa dalam melakukan penelusuran referensi. Untuk hal ini dosen pembimbing
perlu menyediakan waktu khusus bagi mahasiswa. 3). Jika metode kedua tidak
memungkinkan, mahasiswa dapat melakukan penelusuran sendiri, untuk kemudian
menunjukkan printout hasil
penelusuran, sebelum penulisan dilakukan. Cara ini dapat menghindari mahasiswa
melakukan penjiplakan penuh hasil tulisan dari internet untuk penulisan mereka,
karena adanya kontrol dari dosen. Hal utama dalam pemanfaatan sarana internet
ini adalah kejujuran dalam penulisan sumber referensi (Azuar Juliandi, 2002,
31).
KERANGKA KONSEPTUAL
78.
Kerangka teoritis membantu peneliti dalam penentuan
tujuan dan arah penelitiannya dan dalam memilih konsep-konse yang tepat guna
pembentukan hipotesis-hipotesisnya (Melly G. Tan dalam Koemtjaraningrat, 1991,
21)
79.
Dalam kerangka pemikiran, peneliti harus menguraikan
konsep atau variabel-variabel penelitiannya secara lebih rinci. Dia tidak hanya
mendefinisikan variabel-variabel tadi, tetapi juga menjelaskan keterkaitan di
antara variabel-variabel tadi. Dalam meruraikan kerangka pikirannya , peneliti
tidak sekedar memfokuskan pada variabel-variabel penelitiannya saja tetapi juga
harus menghubungkan konsep penelitian dalam kerangka yang lebih luas lagi.
Misalnya jika peneliti ingin mengetahui apakah ada korelasi antara gugus
kendali mutu dengan tingkat produktivitas, maka peneliti menguraikan apa itu
gugus kendali mutu, apa itu produktivitas, bagaimana hubungan di antara kedua
variabel itu, lalu bagaimana keterkaitannya dengan organisasi secara
menyeluruh. Akhir kerangka pemikiran
dapat disusun dalam bentuk model, yaitu abtraksi dari pemikiran-pemikiran yang
melandasi penelitian. Model kerangka pemikiran bisa sama dengan model
penelitian, tetapi juga bisa berbeda. Model penelitian cenderung lebih
memusatkan pada variabel- variabel penelitian yang memang benar-benar akan
diteliti, sedangkan model kerangka pemikiran lebih luas lagi. Misalnya, Model :
K=f(m,k) - Kinerja adalah fungsi dari motivasi dan kemampuan, tetapi penelitian
hanya ingin mengetahui hubungan antara motivasi dengan kinerja. Dengan demikian
dalam model kerangka pemikiran ada tiga variabel, sedangkan di model penelitian
hanya ada dua variabel (Hasan Mustafa, 1997).
80.
Kerangka teoritis adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu
teori dengan faktor-faktor penting yang telah diketahui dalam suatu masalah
tertentu. Teori ini secara logis mencerati dokumentasi-dokumentasi dari
riset-riset sebelumnya yang terdapat pada suatu area masalah yang sama secara
umum. Membangun kerangka konseptual akan dapat membantu kita dalam
mengendalikan maupun menguji suatu hubungan, serta meningkatkan pengetahuan atau
pengertian kita terhadap suatu fenomena yang diamati. Dari kerangka teoritis
hipotesis dapat dibangun untuk melihat apakah formula dari teori tersebut
valid atau tidak (Mudrajad Kuncoro, PhD, 2003, 37). Kerangka teoritis adalah
pondasi utama dimana sepenuhnya proyek penelitian ditujukan, hal ini merupakan
jaringan hubungan antarvariabel yang secara logis diterangkan, dan dielaborasi
dari perumusan masalah yang telah diidentifikasi melalui proses wawancara,
observasi, dan survey literatur (Mudrajad Kuncoro, PhD, 2003, 44).
81.
Kerangka
teoritis dibuat berupa skema sederhana yang menggambarkan secara singkat proses
pemecahan masalah yang dikemukakan dalam penelitian. skema sederhana yang
dibuat kemudian dijelaskan secukupnya mengenai mekanisme kerja faktor-faktor
yang timbul. (Cholid Narbuko, H. Abu Achmadi, 2004, 140).
82.
Kerangka konseptual adalah kerangka teori yang
diperoleh dari penelaahan studi kepustakaan yang manfaatnya dapat dipergunakan
untuk memudahkan dalam memahami hipotesis yang diajukan. Kerangka konseptual
berisi pengaruh, hubungan antar variabel atau perbedaan (Prof. Dr. H. Sarmanu, M.S., 2004, 6).
HIPOTESIS
83.
Karakteristik hipotesis yang baik: konsisten dengan
penelitian sebelumnya, penjelasan masuk akal, perkiraan yang tepat dan dapat
terukur, dapat diuji (Mudrajad
Kuncoro, PhD, 2003, 48). Hipotesis diklasifikasikan sebagai hipotesis
penelitian dan hipotesis statistik. Hipotesis penelitian dinyatakan
dalam bentuk kalimat pernyataan (deklaratif), sedangkan hipotesis statistik
dalam bentuk hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (Ha) (Mudrajad
Kuncoro, PhD, 2003, 49).
84.
Dalam
hubungannya dengan hipotesis dalam suatu penelitian, sebuah teori adalah
perumusan sementara tentang suatu kemungkinan dalil. Teori sebagai titik
permulaan bersumbernya hipotesis yang akan dibuktikan (Cholid Narbuko, H. Abu
Achmadi, 2004, 28).
85.
Kegunaan
pokok statistik inferensial ialah menguji hipotesis penelitian dengan menguji
hipotesis statsitik. Hipotesis substansi adalah hipotesis yang
mengandung pernyataan mengenai relasi antara dua variabel atau lebih sesuai
dengan teori. Hipotesis substansial tidak dapat diuji, agar dapat diuji harus
terlebih dahulu diterjemahkan menjadi term-term operasional atau term-terms
statistik yang disebut dengan hipotesis statistik. Hipotesis
statistik adalah pernyataan mengenai relasi statistik yag dijabarkan dari
relasi-relasi yang terungkap dalam hipotesis substansi. Cara merumuskannya,
pertama tuliskan hipotesis statistik yang mencerminkan arti operasional
eksprimental yang terkandung dalam hipotesis substansi (contoh: H1: MA>MB),
kemudian menuliskan hipotesis nol sebagai batu uji bagi hipotesis tipe pertama
(contoh: Ho: MA=MB) (Fred N. Kerlinger, 2000, 329-332)
86.
Beberapa saran yang perlu diperhatikan dalam menyusun
hipotesis penelitian adalah sebagai berikut:
Hendaknya
disusun dalam kalimat pernyataan bukan pertanyaan
Disusun
secara padat makna
Hendaknya
dapat diuji kebenarannya
Menyatakan
pengaruh, hubungan atau perbedaan diantara variabel
Formula
penulisannya jangan digunakan H0 dan H1
(Prof. Dr. H. Sarmanu, M.S., 2004, 6).
DEFENISI OPERASIONAL
87.
Defenisi
operasional adalah mendefenisikan suatu variabel yang akan diamati dalam proses
dengan mana variabel itu akan diukur (L.N. Jewel dan Marc Siegal, 1998, 27)
88.
Defenisi
operasional tak lain dari pada mengubah konsep-konsep yang berupka konstruk
dengan kata-kata yang menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati,
dan dapat diuji dan ditentukan kebenarannya oleh orang lain (Young dalam Mely
G. Tan dalam Koentrjaraningrat, 1991, 23).
89.
Operasionalisasi variabel merupakan proses mengubah
definisi nominal menjadi definisi operasional. Misalnya definisi nominal
dari disiplin adalah "tingkat kepatuhan seseorang kepada aturan-aturan
yang dikeluarkan oleh organisasi". Definisi operasionalnya: Masuk pukul
07.00 dan pulang pukul 14.00, setiap tanggal 17 mengikuti apel, tidak merokok
di tempat yang ada larangan merokok, meminta ijin kepada yang berwenang jika
meninggalkan kantor pada saat jam kerja, dan lain sebagainya. Definisi
operasional tidak boleh mempunyai makna yang berbeda dengan definisi nominal.
Oleh karena itu sebelum menyusun defenisi operasional, peneliti harus membuat
definisi nominal terlebih dahulu variabel penelitiannya. Definisi nominal dari
variabel penelitian seharusnya secara eksplisit telah dinyatakan dalam kerangka
pemikiran.Definisi nominal dapat diangkat dari berbagai pendapat para akhli
yang memang banyak membicarakan, menulis tentang variabel yang ditelitinya.
Kalau variabelnya adalah "Peran Kepala Desa", maka peneliti harus
mempelajari konsep "peran Kepala Desa". Apa itu peran?. Peneliti tidak
bisa hanya mengutip satu atau dua pendapat saja. Makin banyak pendapat para
akhli yang dikutip, makin besar kemungkinan kebenaran makna definisi nominal
variabel penelitiannya. Untuk memudahkan, langkah awal yang bisa diambil guna
menyusun definisi nominal variabel penelitian adalah melihat kamus umum. Kalau
variabel tersebut berasal dari kata asing, misalnya dari bahasa Inggeris, maka
kamus bahasa Inggeris yang dipakai. Baru setelah itu mencari dari buku-buku
khusus yang membahas konsep atau variabel penelitiannya. Jika buku yang
dibacanya cukup tebal sehingga sulit menemukan kata yang dicarinya, manfaatkan
indeks yang ada di buku tersebut. Melalui indeks, peneliti dapat dengan mudah
menemukan nomor halaman di mana kata yang dimaksudkan dibahas (Hasan Mustafa,
1997).
90.
Definisi
operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat variabel yang
diamati. Definisi operasional mencakup hal-hal penting dalam penelitian yang
memerlukan penjelasan. Definisi operasional bersifat spesifik, rinci, tegas dan
pasti yang menggambarkan karakteristik variabel-variabel penelitian dan hal-hal
yang dianggap penting. Definisi operasional tidak sama dengan definisi
teoritis. Definisi operasional hanya berlaku pada area penelitian yang sedang
dilakukan, sedangkan definisi teoritis diambil dari buku-buku literatur dan
berlaku umum. Contoh definisi
operasional : Periklanan adalah seluruh biaya iklan yang dikeluarkan
oleh perusahaan baik melalui radio, surat kabar, majalah, televisi, brosur dan
papan reklame, tiap-tiap tahunnya selama lima tahun dari tahun 1995 sampai
tahun 1999. Penjualan adalah seluruh hasil penjualan bersih, kredit
maupun kontan, yaitu seluruh hasil penjualan kotor setelah dikurangi
potongan-potongan penjualan, baik berupa diskon maupun pengembalian penjualan,
yang diperoleh perusahaan setiap bulan selama tiga tahun terakhir, terhitung
mulai tahun 1998 sampai dengan tahun 2000 (W. Gede Merta, 2004).
91.
Definisi
operasional ialah spesifikasi
kegiatan peneliti dalam
mengukur atau memanipulasi
suatu variabel. Definisi
operasional memberi batasan
atau arti suatu
variabel dengan merinci
hal yang harus
dikerjakan oleh peneliti
untuk mengukur variabel
tersebut. Yang dimaksud dengan definisi operasional ialah suatu definisi
yang didasarkan pada karakteristik yang dapat diobservasi dari apa yang sedang
didefinisikan atau “mengubah konsep-konsep yang berupa konstruk dengan
kata-kata yang menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati dan yang
dapat diuji dan ditentukan kebenarannya oleh orang lain” (Young, dikutip oleh
Koentjarangningrat). Penekanan pengertian definisi operasional ialah pada kata
“dapat diobservasi”. Apabila seorang peneliti melakukan suatu observasi
terhadap suatu gejala atau obyek, maka peneliti lain juga dapat melakukan hal
yang sama, yaitu mengidentifikasi apa yang telah didefinisikan oleh peneliti
pertama. Ada tiga pendekatan untuk menyusun definisi operasional, yaitu disebut
Tipe A, Tipe B dan Tipe C. 1) Definisi Operasional Tipe A: Definisi
operasional Tipe A dapat disusun didasarkan pada operasi yang harus dilakukan,
sehingga menyebabkan gejala atau keadaan yang didefinisikan menjadi nyata atau
dapat terjadi. Dengan menggunakan prosedur tertentu peneliti dapat membuat
gejala menjadi nyata. Contoh: “Konflik” didefinisikan sebagai keadaan yang
dihasilkan dengan menempatkan dua orang atau lebih pada situasi dimana
masing-masing orang mempunyai tujuan yang sama,
tetapi hanya satu orang yang akan dapat mencapainya. 2). Definisi
Operasional Tipe B: Definisi operasional Tipe B dapat disusun didasarkan
pada bagaimana obyek tertentu yang didefinisikan dapat dioperasionalisasikan,
yaitu berupa apa yang dilakukannya atau apa yang menyusun
karaktersitik-karakteristik dinamisnya. Contoh: “Orang pandai” dapat didefinisikan
sebagai seorang yang mendapatkan nilai-nilai tinggi di sekolahnya.3). Definisi
Operasional Tipe C: Definisi operasional Tipe C dapat disusun didasarkan
pada penampakan seperti apa obyek atau gejala yang didefinisikan tersebut,
yaitu apa saja yang menyusun karaktersitik-karaktersitik statisnya. Contoh:
“Orang pandai” dapat didefinisikan sebagai orang yang mempunyai ingatan kuat,
menguasai beberapa bahasa asing, kemampuan berpikir baik, sistematis dan
mempunyai kemampuan menghitung secara cepat (Jonathan Sarwono, 2002).
SUMBER DATA/ POPULASI DAN SAMPEL
92.
Ada
data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diambil oleh peneliti
sendiri (bukan oleh orang lain) dari sumber utama, guna kepentingan
penelitiannya, yang sebelumnya tidak ada. Data sekunder adalah data yang sudah
tersedia yang dikutip oleh peneliti guna kepentingan penelitiannya. Data
aslinya tidak diambil peneliti tetapi oleh pihak lain. Misalnya data tentang
upah pegawai, jika jumlah upahnya diperoleh berdasarkan wawancara dengan pegawai
yang bersangkutan, maka data upah tersebut adalah data primer. Jika data
tentang upah tersebut dikutip oleh peneliti dari Daftar Upah Pegawai yang telah
tersedia, maka data upah ini adalah data sekunder (Hasan Mustafa, 1997).
93.
Secara
umum jumlah sampel minimal yang dapat diterima untuk suatu studi tergentung
dari jenis studi yang dilakukan. Beberapa pedoman yang dianjurkan menurut Gy
dan Diehl, adalah: 1). Untuk studi deskriptif, sampel 20 % dari populasi
dianggap merupakan jumlah amat minimal. Untuk populasi yang lebih kecil
setidaknya 20 % mungkin diperlukan. 2). Untuk
studi korelasional, dibutuhkan minimal 30 sampel untuk menguji ada
tidaknya hubungan, 3). Untuk studi kausal komparatif, minimal 30 subjek pergrup
umumnya dianjurkan, 4). Untuk studi eksprimen minimal 15 subjek pergrup umumnya
dianjurkan.
94.
Metode
pengambilan sampel secara acak terstratifikasi (stratified random sampling)
adalah metode pemilihan sampel dengan cara membagi populasi ke dalam
kelompok-kelompok yang homogen yang disebut strata, dan kemudian sampel diambil
secara acak dari strata tersebut (Sugiarto et.al., 2001, 73)
95.
Data sekunder merupakan data yang sudah
tersedia sehingga kita tinggal mencari dan mengumpulkan; sedang data primer
adalah data yang hanya dapat kita peroleh dari sumber asli atau pertama. Jika
data sekunder dapat kita peroleh dengan lebih mudah dan cepat karena sudah
tersedia, misalnya di perpustakaan, perusahaan-perusahaan,
organisasi-organisasi perdagangan, biro pusat statistik, dan kantor-kantor
pemerintah; maka data primer harus secara langsung kita ambil dari sumber
aslinya, melalui nara sumber yang tepat dan yang kita jadikan responden dalam
penelitian kita (Jonathan Sarwono, 2002).
96.
Menentukan jumlah sampel dapat digunakan dengan cara:
a. Meneliti harga proporsi
(Cahyono, 1996, 95-97) dengan dua kriteria:
- Menentukan ukuran sampel
dari populasi yang tidak diketahui jumlahnya (infinitive), dengan rumus:
z2a.p.q
n =
(d)2
Keterangan: n
= jumlah sampel, p= estimator proporsi populasi, q= 1-p, z= harga standar
norma, tergantung dari harga yang digunakan, d= penyimpangan yang ditolerir.
Contoh: Sebuah survey pendapat pasien rumah sakit tentang mutu pelayanan
kepadanya selama berobat. Penyimpangan proporsi pada coefisient 0,95
adalah 5 %. Tidak ada informasi lain tentang kasus yang diteliti. Dalam kasus ini
d=5 % = 0,05 pada harga a=1-0,95=0,05. Tidak ada informasi (data sekunder)
tentang harga p, maka p dianggap = 0,5, sehingga q=1-0,05=0,5, maka:
(1,960)2 .
(0,5).(0,5)
n = = 384,16 Ã 384 orang
(0,05)2
- Menentukan ukuran sampel
dari populasi yang diketahui jumlahnya (finitive), dengan rumus:
N.z2a.p.q
n = d2.(N-1) + za.p.q
Keterangan:
n= jumlah sampel, p= estimator proporsi populasi=0,5, q=1-p=1-0,5, z= harga
standar norma, tergantung dari harga yang digunakan=1,960, d= penyimpangan yang
ditolerir=0,05, N= jumlah unit populasi=500. Contoh: Jika diketahui N=500
orang, maka:
500.(1,960)2 . (0,5).(0,5)
n= =276,37Ã 276 orang
(0,05)2.(500-1) + (1.960).(0.5).(0.5)
b. Rumusan Slovin (Umar,
2002, 141):
N
n=
1+Ne2
249
n= = 71,35, Ã 71 orang
1+249x0,012
c. Menggunakan tabel
penentuan jumlah sampel dari populasi tertentu (Sugiyono, 1999, 81)
Tabel ini dikembangkan dari dari Isaac &
Michael dengan rumus sebagai berikut:
l2.N.P.Q
s =
d2 (N-1) + l2.P.Q
l2 dengan dk=1,
taraf kesalahan 1%, 5%, 10%, P=Q=0,5, d=0,05, s=jumlah sampel.
Berdasarkan
rumus tersebut dapat dihitung jumlah sampel dari populasi mulai 10 sampai
dengan 1.000.000, hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Penentuan Jumlah Sampel dari Populasi Tertentu
dengan Taraf Kesalahan 1%, 5% , Dan 10 %
N
|
s
|
N
|
s
|
N
|
s
|
1%
|
5%
|
10%
|
1%
|
5%
|
10%
|
1%
|
5%
|
10%
|
10
|
10
|
10
|
10
|
280
|
197
|
155
|
138
|
2800
|
537
|
310
|
247
|
15
|
15
|
14
|
14
|
290
|
202
|
158
|
140
|
3000
|
543
|
312
|
248
|
20
|
19
|
19
|
19
|
300
|
207
|
161
|
143
|
3500
|
558
|
317
|
251
|
25
|
24
|
23
|
23
|
320
|
216
|
167
|
147
|
4000
|
569
|
320
|
254
|
30
|
29
|
28
|
27
|
340
|
225
|
172
|
151
|
4500
|
578
|
323
|
255
|
35
|
33
|
32
|
31
|
360
|
234
|
177
|
155
|
5000
|
586
|
326
|
257
|
40
|
38
|
36
|
35
|
380
|
242
|
182
|
158
|
6000
|
598
|
329
|
259
|
45
|
42
|
40
|
39
|
400
|
250
|
186
|
162
|
7000
|
606
|
332
|
261
|
50
|
47
|
44
|
42
|
420
|
257
|
191
|
165
|
8000
|
613
|
334
|
263
|
55
|
51
|
48
|
46
|
440
|
265
|
195
|
168
|
9000
|
618
|
335
|
263
|
60
|
55
|
51
|
49
|
460
|
272
|
198
|
171
|
10000
|
622
|
336
|
263
|
65
|
59
|
55
|
53
|
480
|
279
|
202
|
173
|
15000
|
635
|
340
|
266
|
70
|
63
|
58
|
56
|
500
|
285
|
205
|
176
|
20000
|
642
|
342
|
267
|
75
|
67
|
62
|
59
|
550
|
301
|
213
|
182
|
30000
|
649
|
344
|
268
|
80
|
71
|
65
|
62
|
600
|
315
|
221
|
187
|
40000
|
563
|
345
|
269
|
85
|
75
|
68
|
65
|
650
|
329
|
227
|
191
|
50000
|
655
|
346
|
269
|
90
|
79
|
72
|
68
|
700
|
341
|
233
|
195
|
75000
|
658
|
346
|
270
|
95
|
83
|
75
|
71
|
750
|
352
|
238
|
199
|
100000
|
659
|
347
|
270
|
100
|
87
|
78
|
73
|
800
|
363
|
243
|
202
|
150000
|
661
|
347
|
270
|
110
|
94
|
84
|
78
|
850
|
373
|
247
|
205
|
200000
|
661
|
347
|
270
|
120
|
102
|
89
|
83
|
900
|
382
|
251
|
208
|
250000
|
662
|
348
|
270
|
130
|
109
|
95
|
88
|
950
|
391
|
255
|
211
|
300000
|
662
|
348
|
270
|
140
|
116
|
100
|
92
|
1000
|
399
|
258
|
213
|
350000
|
662
|
348
|
270
|
150
|
122
|
105
|
97
|
1100
|
414
|
265
|
217
|
400000
|
663
|
348
|
270
|
160
|
129
|
110
|
101
|
1200
|
427
|
270
|
221
|
450000
|
663
|
348
|
270
|
170
|
135
|
114
|
105
|
1300
|
440
|
275
|
224
|
500000
|
663
|
348
|
270
|
180
|
142
|
119
|
108
|
1400
|
450
|
279
|
227
|
550000
|
663
|
348
|
270
|
190
|
148
|
123
|
112
|
1500
|
460
|
283
|
229
|
600000
|
663
|
348
|
270
|
200
|
154
|
127
|
115
|
1600
|
469
|
286
|
232
|
650000
|
663
|
348
|
270
|
210
|
160
|
131
|
118
|
1700
|
477
|
289
|
234
|
700000
|
663
|
348
|
270
|
220
|
165
|
135
|
122
|
1800
|
485
|
292
|
235
|
750000
|
663
|
348
|
270
|
230
|
171
|
139
|
125
|
1900
|
492
|
294
|
237
|
800000
|
663
|
348
|
271
|
240
|
176
|
142
|
127
|
2000
|
498
|
297
|
238
|
850000
|
663
|
348
|
271
|
250
|
182
|
146
|
130
|
2200
|
510
|
301
|
241
|
900000
|
663
|
348
|
271
|
260
|
187
|
149
|
133
|
2400
|
520
|
304
|
243
|
950000
|
663
|
348
|
271
|
270
|
192
|
152
|
135
|
2600
|
529
|
307
|
245
|
1000000
|
664
|
349
|
272
|
Sumber: Sugiyono, 1999, 81.
d. Tabel Krejcie (Sugiyono,
1999a, 65)
Menentukan
jumlah sampel dengan Tabel Krejcie sama dengan penentuan sampel dari Isaac dan
Michael, tanpa perlu melihat taraf kesalahan tertentu.
Penentuan Sampel
Dari Krejcie
N
|
S
|
N
|
S
|
N
|
S
|
10
|
10
|
220
|
140
|
1200
|
291
|
15
|
14
|
230
|
144
|
1300
|
297
|
20
|
19
|
240
|
148
|
1400
|
302
|
25
|
24
|
250
|
152
|
1500
|
306
|
30
|
28
|
260
|
155
|
1600
|
310
|
35
|
32
|
270
|
159
|
1700
|
313
|
40
|
36
|
280
|
162
|
1800
|
317
|
45
|
40
|
290
|
165
|
1900
|
320
|
50
|
44
|
300
|
169
|
2000
|
322
|
55
|
48
|
320
|
175
|
2200
|
327
|
60
|
52
|
340
|
181
|
2400
|
331
|
65
|
56
|
360
|
186
|
2600
|
335
|
70
|
59
|
380
|
191
|
2800
|
338
|
75
|
63
|
400
|
196
|
3000
|
341
|
80
|
66
|
420
|
201
|
3500
|
346
|
85
|
70
|
440
|
205
|
4000
|
351
|
90
|
73
|
460
|
210
|
4500
|
354
|
95
|
76
|
480
|
214
|
5000
|
357
|
100
|
80
|
500
|
217
|
6000
|
361
|
110
|
86
|
550
|
226
|
7000
|
364
|
120
|
92
|
600
|
234
|
8000
|
367
|
130
|
91
|
650
|
242
|
9000
|
368
|
140
|
103
|
700
|
248
|
10000
|
370
|
150
|
108
|
750
|
254
|
15000
|
375
|
160
|
113
|
800
|
260
|
20000
|
377
|
170
|
118
|
850
|
265
|
30000
|
379
|
180
|
123
|
900
|
269
|
40000
|
380
|
190
|
127
|
950
|
274
|
50000
|
381
|
200
|
132
|
1000
|
278
|
75000
|
382
|
210
|
136
|
1100
|
285
|
100000
|
384
|
Sumber: Sugiyono, 1999a, 65
97.
Tidak
semua penelitian mempunyai populasi. Kalau penelitiannya adalah tentang sistem
kerja di satu departemen, maka penelitiannya tidak mempunyai populasi.
Departemen yang ditelitinya bukan disebut sampel tetapi dinamakan unit
analisis. Jika dalam penelitian mengambil beberapa orang untuk diwawancarai
untuk memperoleh keterangan tentang sistem kerja di departemen tersebut, maka
mereka bukan dinamakan sampel, tetapi responden. Tetapi jika peneliti yang sama
ternyata ingin mengetahui pendapat pegawai di depatemen tadi, maka peneliti
perlu menentukan sampel. Dalam kasus terakhir ini unit analisisnya adalah
individu (Hasan Mustaf, 1997).
TEKNIK PENGUMPULAN DATA
98.
Beberapa
teknik pengambilan data yang umum digunakan dalam penelitian sosial antara lain
adalah wawancara, kuesioner, dan studi dokumentasi, dan observasi. Untuk
masing-masing teknik pengambilan digunakan instrumen pengambilan data yang
berbeda. Wawancara menggunakan panduan wawancara dan bisa dilengkapi dengan
alat perekam suara (tape-recorder), kuesioner menggunakan daftar
pertanyaan tertulis, studi dokumen dengan alat catat mencatat atau tustel,
observasi dengan tustel, catatan, atau alat lainnya (Hasan Mustafa, 1997).
99.
Instrumen
pengumpulan data:
No
|
Jenis Metode
|
Jenis Instrumen
|
1
|
Angket (Questionnaire)
|
a.
Angket
(questionnaire)
b. Daftar cocok (checklist)
c.
Skala
(scale)
d. Inventori (inventory)
|
2
|
Wawancara (Interview)
|
a.
Pedoman
wawancara (interview guide)
b. Daftar cocok (checklist)
|
3
|
Pengamatan (Observation)
|
a.
Lembar
pengamatan
b. Panduan pengamatan
c.
Panduan
observasi (observation sheet atau observation cshedule)
d. Daftar cocok (checklist)
|
4
|
Ujian (Test)
|
a.
Soal
ujian (soal tes atau tes) (contoh: tes kepribadian, tes bakat, tes prestasi,
tes intelgensi, tes sikap)
b. Inventori (inventory)
|
5
|
Dokumentasi
|
a.
Daftar
cocok (checklist)
b. Tabel
|
Sumber: Drs. Riduwan,
MBA, 2002, 25-31
100. Perbedaan angket dengan skala psikologis:
a.
Data
yang diungkap oleh angket berupa data faktual atau yang dianggap fakta dan
kebenaran yang diketahui oleh subjek (misal pilihan metode KB, pendidikan
terakhir, jumlah anggota keluarga, penghasilan rata-rata perbulan, jenis film
yang disukai, opini atau pendapat suatu isu, dan semacamnya), sedangkan data
yang diungkap oleh skala psikologi berupa konstruk atau konsep psikologis yang
menggambarkan aspek kepribadian individu (misal tendensi agresivitas, sikap
terhadap sesuatu, self-esteem, kecemasan laten, strategi menghadapi
masalah, orientasi seksual, minat, locus of
control, motivasi belajar, kepemimpinan, dan semacamnya).
b. Pertanyaan dalam angket berupa pertanyaan
langsung terarah kepada informasi mengenai data yang hendak diungkap. Data
termaksud berupa fakta atau opini yang menyangkut diri responden. Hal ini
berkaitan denga asumsi dasar penggunaan angket yaitu bahwa responden merupakan
orang yang paling mengetahui tentang dirinya sendiri. Pada skala psikologi,
pertanyaan sebagai stimulus tertuju pada indiaktor perilaku guna memancing
jawaban yang merupakan refleksi dari keadaan diri subjek yang biasanya tidak
disadari oleh responden yang bersangkutan. Pertanyaan yang diajukan memang
dirancang untuk mengumpulkan sebanyak mungkin indikasi dari aspek kepribadian
yang lebih abstrak.
c.
Responden
terhadap angket tahu persis apa yang dipertanyakan dalam angket dan informasi
apa yang dikehendaki oleh pertanyaan yang bersangkutan. Responden terhadap
skala psikologi sekalipun memahami isi pertanyaan, biasanya tidak menyadari
arah jawaban yang dikehendaki dan kesimpulan apa yang sesungguhnya diungkap
oleh pertanyaan tersebut.
d. Jawaban dari angket tidak dapat diberi
skor (dalam arti harga atau nilai) melainkan diberi angka koding (coding)
sebagai identifikasi atau klasifikasi jawaban. Respon terhadap skala psikologi
diberi skor lewat proses penskalaan (scalling)
e.
Angket
dapat mengungkap informasi tentang banyak hal, sedangkan skala psikologi hanya
diperuntukkan guna mengungkap suatu atribut tunggal (undimensional)
f.
Karakteristik
yang disebutkan pada poin (b) dan (d) di atas menyebabkan data hasil angket tidak
perlu diuji lagi reliabilitasnya secara psikometris. Reliabilitas
hasil angket terletak pada terpenuhinya asumsi bahwa responden akan
menjawab secara jujur seperti apa adanya. Pada sisi lain, hasil ukur skala
psikologi harus teruji reliabilitasnya secara psikometris dikarenakan relevansi
isi dan konteks kalimat yang digunakan sebagai stimulus pada skala psikologi
lebih terbuka terhadap error.
g. Validitas angket lebih ditentukan oleh
kejelasan tujuan dan lingkup informasi yang hendak diungkap, sedangkan
validitas skala psikologi lebih ditentukan oleh kejelasan konsep psikologis
yang hendak diukur dan operasionalisasinya (Drs. Saifuddin Azwar, MA, 2002, 5-7).
101. Reliabilitas:
a.
Reliabilitas
memiliki berbagai nama lain seperti keterpercayan, keterandalan, keajegan,
kestablan, konsistensi, namun ide pokok dalam konsep reliabilitas adalah
“sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya”.
b.
Makna
reliabilitas dapat dipahami dalam dua hal:
-
Reliabilitas
alat ukur: berkaitan erat dengan masalah error pengukuran (error of
measurement). Error pengukuran sendiri menunjuk pada seauhmana
inkonsistensi hasil pengukuran terjadi apabila pengukuran dilakukan ulang pada
kelompok subjek yang sama
-
Reliabilitas
hasil ukur: berkaitan erat dengan error dalam pengambilan sampel (sampling
error) yang mengacu kepada inkonsistensi hasil ukur apabila pengukuran
dilakukan ulang pada kelompok individu yang berbeda
c.
Dalam
riset yang menggunakan alat ukur sebelumnya yang telah teruji reliabilitasnya,
komputasi koefisien reliabilitas hasil ukur bagi subjek penelitian tersebut pun
masih tetap perlu dilakukan, karena subjek penelitian berbeda dengan subjek
yang dijadikan dasar pengujian reliabilitas alat ukur semula/sebelumnya (Drs.
Saifuddin Azwar, MA., 2001,4-5).
102.
Validitas:
a.
Validitas
berarti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan
fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen pengukuran memiliki validitas yang
tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil
ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut
b.
Validitas
juga berarti aspek kecermatan pengukuran. Suatu alat ukur yang valid tidak
sekedar mampu menungkapkan data dengan
tepat akan tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai
data tersebut (Drs. Saifuddin Azwar, MA., 2001,5).
103. Metode pendekatan reliabilitas:
a.
Pendekatan
tes ulang: tes dilakukan dua kali pada sekelompok subjek dengan tenggang waktu
diantara keduia penyajian tersebut
b.
Pendekatan
bentuk pararel: tes yang akan diestimasi reliabilitasnya harus ada pararelnya,
yaitu tes lain yang sama tujuan ukurnya dan setara isi aitemnya baik secara
kualitas maupun kuantitasnya, dengan kata lain harus ada dua tes kembar.
c.
Pendekatan
konsistensi internal: tes dikenakan hanya sekali saja pada sekelompok subjek (single
trial administration), ini dilakukan untuk melihat konsistensi antaritem
atau anatra bagian dalam tes itu sendiri, untuk itu setelah skor setiap aitem
dieroleh dari sekelompk subjek, tes dibagi menjadi beberapa belahan (Drs.
Saifuddin Azwar, MA., 2001,36-43).
104. Metode pendekatan validitas:
a.
Validitas
isi: validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis
rasional atau lewat pertimbangan ahli (proffesional judgement).
Pertanyaan yang dicari jawabannya dalam validasi ini adalah “sejauhmana
aitem-aitem dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur
(komprehensif, relevan, dan tidak keluar dari batasan tujuan ukur)” atau
“sejauhmana isi tes mencerminkan ciri atribut yang hendak diukur”. Estimasi
validitas ini tidak menggunakan statistik apapun tetapi menggunakan analisis
rasional. Selanjutnya validitas isi terbagi dua:
a.1. Validitas muka:
penilaian terhadap format penampilan (appearance) tes, apabila panmpilan
tes telah meyakinkan dan memberikan kesan mampu mengungkapkan apa yang hendak
diukur maka dapat dikatakan bahwa validitas muka telah terpenuhi.
a.2. Validitas logik:
disebut juga validitas sampling (sampling validity), yakni menunjuk
kepada sejauhmana isi tes merupakan representasi dari ciri-ciri atribut yang
hendak diukur. Tes harus dirancang benar-benar hanya berisi aitem yang relevan
dan perlu menjadi tes secara keseluruhan. Suatu objek yang hendak diungkap oleh
tes harus dibatasi terlebih dahulu kawasan perilakunya secara seksama dan
konkret
b.
Validitas
konstruk: tipe validitas yang menunjukkan sejauh mana tes mengungkap suatu
trait atau konstruk teoritik yang hendak diukur. Caranya dapat diawali dengan
batasan mengenai variabel yang hendak diukur, kemudian batasan variabel
tersebut dinyatakan sebagai bentuk konstruk logis menurut konsep yang didasari
oleh suatu teori tertentu, dari teori itu kemudian ditarik semaam konsekuensi
paraktis mengenai hasil tes pada kondisi tertentu, konsekuensi inilah yang
kemudian diuji, apabila hasilnya sesuai dengan harapan, maka tes itu dianggap
memiliki validitas konstrak yang baik. Validitas konstruk dapat dicapai melalui
beberapa cara:
b.1. Studi mengenai perbedaan diantara
kelompok-kelompok yang menurut teori harus berbeda.
b.2. Studi mengenai pengaruh perubahan
yang terjadi dalam diri individu dan linkungannya terhadap hasil tes
b.3. Studi mengenai korelasi diantara
berbagai variabel yang menurut teori mengukur aspek yang sama.
b.3. Studi mengenai korelasi antaritem
atau antarbelahan tes.
c.
Validitas
berdasarkan kriteria; menghendaki adanya kriteria eksternal (skor tes atau
ukuran lain yang relevan) yang dapat dijadikan dasar pengujian skor tes. Untuk
melihat tingginya validitas dilakukan komputasi korelasi antara skor tes dengan
skor kriteria eksternal. Prosedur validasi berdasarkan kriteria menghasilkan dua macam validitas:
c.1. Validitas prediktif (predictive
validity): validitas ini penting artinya bila tes dimaksudkan untuk
berfungsi sebagai prediktor bagi performansi di masa datang, misal seleksi
mahasiswa baru. Untuk menguji validitas prediktif tes seleksi tersebut
diperlukan kriteria performansi yang akan datang, yang dalam hal ini adalah
indeks prestasi setelah calon mahasiswa diterima menjadi mahasiswa dan menempuh
pelajaran beberapa semester. Nilai keduanya dikorelasikan.
c.2. Validitas konkuren (concurrent
validity): Apabila skor tes dan skor kriterianya dapat diperoleh dalam
waktu yang sama, maka korelasi antara kedua skor termaksud merupakan koefisien
validitas konkuren. Misalnya menggunakan skala self concept dengan skala
TSCS (Tennesee Self Concept Scale). (Drs. Saifuddin Azwar, MA.,
2001,45-53).
105. Metode untuk mengukur reliabilitas: 1). Test-Retest
Reliability: Pengukuran reliabilitas dengan berulang kepada responden yang
sama beberapa kali. Jika koefisien di atas 0,8 maka derajat reliabilitas cukup
baik; 2). Pararel Forms Reliability: menyuruh suatu sampel dari
partisipan mengambil dua bentuk dari instrumen yang sama dalam waktu yang
singkat antara kedua pelaksanaan tes. Kemudian ditentukan koefisien korelasi
untuk kedua set dari score, seperti dalam pelaksanakan test-retest reliability.
3). Internal Consistency Reliability: mengetahui bahwa instrumen adalah
konsisten di antara item pertanyaan, hal tersebut disebut mengukur instrumen
dengan konsep tunggal, atau single administration. Metoda yang umum
digunakan untuk menentukan konsistensi internal adalah split-half methode,
Kuder-Richardson methode (K-R 20), dan (Jeffrey A. Gliner dan George A.
Morgan 2000, 313-314)
106. Metode mengukur validitas: 1). Face
Validity: Suatu instrumen dikatakan kepada mempunyai face validity jika
isi menunjukkan kesesuaian dengan tujuan instrumen. 2). Content validity: mengacu pada isi
nyata dari instrumen atau isi yang menjadi bagian instrumen mewakili konsep yang sedang dicoba untuk
diukur. Proses menentukan content validity selalu dimulai dengan sebuah
defenisi dari konsep yang diukur, kemudian menelusuri literatur untuk melihat
bagaimana konsep tersebut ditunjukkan dalam literatur, selanjutnya item-item
disusun menjadi suatu bentuk tes, dan meninjau ulang item-item tersebut 3). Criterion-Related
Validity: Validitas ini mengacu pada memvalidasi instrumen terhadap
beberapa bentuk dari kriteria eksternal. Prosedur valditas ini pada umumnya menetapkan suatu koefisien
korelasi antara kriteria instrumen melawan kriteria instrumen eksternal; 4). Construct
validity: merupakan proses untuk melihat konstruk instrumen yang disusun
mengcaku kepada teori-teori yang mendasarinya dan tes-tes yang telah digunakan
dalam waktu yang panjang (Jeffrey A. Gliner dan George A. Morgan 2000, 323)
107. Validasi skala: 1). Validasi multitrait
methode: mengkorelasikan nilai-nilai suatu skala pengukuran dari
bermacam-macam tes yang berbeda, misalnnya suatu skala memiliki responden
dikotomi (dua pilihan) dengan skala lain yang memiliki respon non-dikotomi
(lima pilihan). 2). Validasi konkuren: melihat kesesuaian antara hasil ukur
skala dengan hasil ukur instrumen lain yang sudah teruji kualitasnya atau
dengan ukuran-ukuran yang dianggap dapat menggambarkan aspek yang diukur
tersebut secara reliabel. Dalam hal ini instrumen yang dianggap relevan itu
diberlakukan sebagai kriteria validasi (Drs. Saifuddin Azwar, MA, 2002,
101-102).
108. Penafsiran koefisien vaiditas bersifat
relatif, tidak ada batasan universal yang menunjuk kepada angka minimal yang
harus dipenuhi agar suatu skala psikologi dikatakan valid. Suatu hal yang harus
ddisadari bahwa dalam estimasi validitas pada umumnya tidak dapat dituntut
suatu koefisien yang tinggi sekali dibanding koefisien reliabilitas. Koefisien
validitas yang tidak begitu tinggi, katakanlah di sekitar angka 0,50 akan lebih
datp diterima dan diangap memuaskan daripada koefisien reliabilitas dengan
angka yang sama. Seberapa tinggi
koefisien validitas yang dianggap memuaskan, Cronbach mengatakan bahwa
jawabannya yang paling masuk akal adalah “yang tertinggi yang dapat anda
peroleh”. Hal ini dipertegas lagi olehnya dalam kaitan dengan fungsi tes untuk
memprediksi hasil suatu prosedur seleksi. Dikatakannya bahwa koefisien yang
berkisar antara 0,30 sampai 0,50 telah memberikan suatu konstribusi yang baik
terhadap efisiensi suatu lembaga pelatihan…Apakah suatu koefisien dianggap memuaskan atau tidak, penilaiannya
dikembalikan kepada pihak pemakai skala. Dalam riset yang kesimpulannya
didasarkan pada hasil ukur suatu skala atau suatu tes adalah sangat penting
untuk menyajikan koefisien validitas instrumen ukur tersebut disamping
pelaporan koefisien reliabilitasnya. Hal itu dimaksudkan agar pembaca hasil
riset dapat mengevaluasi sejauh mana data hasil riset dapat dipercaya, dan
sejauh mana skala yang bersangkutan
dapat bermanfaat dalam pengambilan
keputusan (Drs. Saifuddin Azwar, MA, 2002, 103-104).
109. Pengujian validitas dan reliabilitas:
korelasikan nilai masing-masing nomor pertanyaan dengan nilai totalnya,
kemudian uji signifikannya dengan uji t ata membandingkan dengan r tabel, atau
dengan SPSS. Jika nilai t hitung > t tabel, atau r hitung >
r tabel, atau nilai r yang diikuti harga p< 0,05, berarti nomor
pertanyaan valid. Untuk pengujian
reliabilitas dengan teknik gasal, penentuan reliabel atau tidaknya sama seperti
pengujian validitas (Prof. Dr. H. Sarmanu, M.S, 2004, 10-13).
110. Langkah dasar sebagai alur kerja dalam
penyusunan skala psikologi dapat dilihat dari gambar di bawah ini (Drs.
Saifuddin Azwar, MA, 2002, 11).
TEKNIK ANALISIS DATA
111. Alat analisis data statistik :
a.
Statistik Deskriptif: Menjelaskan atau menggambarkan
berbagai karakteristik data, seperti berapa rata-ratanya, seberapa jauh data
bervariasi dan sebagainya.
b. Statistik Induktif:
Berusaha membuat berbagai infeensi terhadap sekumpulan data yang berasal dari
suatu sampel, misalnya melakukan perkiraan, peramalan, pengambilan keputusan
dan sebagainya. (Singgih Santoso, 1999, hal. 1)
112. Teknik analisis data dalam penelitian
kuantitatif dapat menggunakan dua macam jenis uji statistik, yakni:
a.
Statistik
deskriptif: adalah statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara
mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya
tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum atau generalisasi:
a.1. Penelitian pada populasi (tanpa diambil
sampelnya) menggunakan statistik deskriptif dalam analisisnya.
a.2. Penelitian pada sampel menggunakan
statistik deskriptif maupun inferensial dalam analisisnya.
a.3. Statistik deskriptif dapat digunakan bila
peneliti hanya ingin mendeskripsikan data sampel, dan tidak ingin membuat kesimpulan yang berlaku untuk
populasi dimana sampel diambil
a.4. Alat uji: Tabel, grafik, lingkaran,
pictogram. Perhitungan modus, median, mean, desil, presentil, rata-rata,
standar deviasi, perhitungan prosentase. Analisis korelasi, regresi,
perbandingan rata-rata (namun tidak perlu diuji signifikansnya).
b. Statistik inferensial (statistik induktif
atau statistik probabilitas): teknik statistik yang digunakan untuk menganalisa
data sampel dan hasilnya diberlakukan untuk populasi. Teknik ini akan cocok
digunakan bila sampel diambil dari populasi yang jelas, dan teknik pengambilan
sampel dari populasi dilakukan secara random. Statistik inferensial terdiri
dari dua:
b.1. Statistik parametrik: digunakan untuk menguji
populasi melalui statistik atau menguji ukuran populasi melalui data sampel
(pengertian statistik di sini adalah data yang diperoleh dari sampel). Asumsi
statistik parametrik: data harus berdistribusi normal, data homogen, digunakan
untuk menganalisis data interval dan rasio.
b.2. Statistik nonparametrik: Data tidak harus berdistribusi normal,
digunakan untuk menganalisis data nominal dan ordinal (Sugiyono, 1999, 142-146)
Penggunaan Statistik Berdasarkan Jenis
Skala untuk Menguji Hipotesis
Macam Data
|
BENTUK HIPOTESIS
|
Asosiatif
(Hubungan)
|
Deskriptif
(Satu Variabel
Atau Satu Sampel)**
|
Komparatif
(Dua Sampel)
|
Komparatif
(Lebih Dua Sampel)
|
Related
|
Independen
|
Related
|
Independen
|
Nominal
|
Binomial
l2 satu sampel
|
McNemar
|
Fisher Exact Probaility
l2 dua sampel
|
Cochran Q
|
l2 k sampel
|
Contingency
Coeficient C
|
Ordinal
|
Run Test
|
Sign Test
Wilcoxon Matched Pairs
|
Median Tes
Mann-Witney U Test
Kolomogorov Smirnov
Wald-Wodfowitz
|
Friedman Two Way
Anova
|
Median Extension
Kruskal Wallis One Way Anova
|
Spearman Rank Correlation
Kendall Tau
|
Interval
Rasio
|
t-test*
|
t-Test of related
|
t-Test independen*
|
One way anova*
Two way anova*
|
One way anova*
Two way anova*
|
Korelasi product moment
Korelasi Parsial
Korelasi Ganda
Regresi Sederhana & Ganda
|
Ket: * Statistik parametris, **
deskriptif untuk parametris artinya satu variabel, dan untuk nonparametris
artinya satu sampel
Sumber:
Sugiyono, 1999, 146
113. Syarat-syarat statistik parametrik dan
nonparametrik:
a.
Statistik
parametrik:
a.1. Observasi-observasi harus independen,
artinya pemilihan sembarang kasus dari populasi untuk dimasukkan dalam sampel
tidak boleh menimbulkan bias pada kemungkinan-kemungkinan bahwa kasus yang lai
akan termasuk juga dalam sampel itu, dan juga skor yang diberikan kepada suatu
kasus tidak boleh mempengaruhi skor yang diberikan kepada kasus lainnya.
a.2. Observasi-observasi harus ditarik dari
populasi yang berdistribusi normal.
a.3. Populasi-populasi itu harus memiliki
varian yang sama (atau dalam kasus-kasus khusus,, populasi itu harus memiliki
rasio varian yang diketahui)
a.4. Variabel-variabel yang terlibat harus
diukur setidaknya dalam skala interval, sehingga memungkinkan dipergunakannya
penanganan secara ilmu hitung terhadap skor-skornya (menambah, membagi,
menemukan rata-rata, dan seterusnya).
a.5. Dalam analisis varian (tes F) ada syarat
tambahan selain syarat keempat di atas, yaitu rata-rata populasi normal dan
bervarian sama itu harus merupakan kombinasi linear dari efek-efek yang
ditimbulkan oleh kolom dan/atau baris. Artinya efek-efek itu harus bersifat
penjumlahan (additive) (Sidney Siegal, 1997, 23-24).
b.
Statistik
nonparametrik:
b.1. Tes yang modelnya
tidak menetapkan syarat-syarat mengenai parameter-parameter populasi yang
merupakan induk sampelnya
b.2. Anggapan tertentu yang
berkaitan dengan observasi yang
independen dan variabel yang diteliti pada dasarnya memiliki kontinuitas, namun
anggapan ini lebih sedikit dan jauh
lebih lemah daripada anggapan yang berkaitan dengan tes parametrik, terlebih
lagi tes nonparametrik tidak menuntut pengukuran sekuat yang dituntut tes
parametrik
b.3. Sebagian besar tes
nonparametrik dapat diterapkan untuk data dalam skala ordinalm dan beberapa
yang lain juga dapat diterapkan untuk data dalam skala nominal (Sidney Siegal, 1997, 38)
114. Pertimbangan menggunakan statistik
parametrik & nonparametrik:
a.
Statistik parametrik:
a.1. Observasi harus independen, yaitu
pemilihan satu kasus dari populasi untuk dimasukkan ke dalam sampel tidak boleh
biasa terhadap kemungkinan kasus-kasus lain untuk dimasukkan ke dalam sampel,
begitu juga dengan skore pengukurannya juga tidak boleh bias.
a.2. Observasi diambil dari populasi yang
berdistribusi normal.
a.3. Dalam hal analisis yang berkaitan dengan
dua grup, maka populasi masing-masing grup harus memiliki varians yang sama
(dalam kasus tertentu mereka harus memiliki ration variance diketahui)
a.4. Variabel harus diukur paling tidak dalam
skala interval, sehingga memungkinkan melakukan interpretasi terhadap
hasilnnya.
b.
Statistik
nonparametrik:
a.1. Tidak mendasarkan pada bentuk khusus dari
distribusi data
a.2. Observasi harus independen
a.3. Cocok digunakan variabel dengan skala
ordinal dan skala nominal
a.4. Data tidak berdistribusi normal
a.5. Jumlah sampel kecil (<30)
a.6. Dapat digunakan untuk menganalisis data
yang secara inheren adalah data dalam bentuk ranking Jadi di peneliti hanya dapat
mengatakan terhadap subjek penelitian bahwa yang satu memiliki lebih atau
kurang karakteristik dibanding dengan yang lainnya, tanpa dapat mengatakan
seberapa besar lebih atau kurang itu. Sebagai misal di dalam menguji motivasi.
a.7. Cocok digunakan untuk menguji data yang
bersifat klasifikasi atau kategorikal, tidak ada uji parametrik yang cocok
untuk menguji data speerti ini (Dr. Imam Ghozali, M.Com, Akt. dan Prof. Dr. N.
John Castellan, 2002, 7),
115.
Bentuk
statistik parametrik dan nonparametrik:
a.
Statistik
parametrik: adalah data berskala interval atau rasio (Singgih Santoso,
2000, 8). Disebut parametrik karena
adanya parameter-parameter seperti mean, median, standar devias, varians, dsb,
baik untuk deskripsi pada populasi maupun pada sampel (Singgih Santoso, 1999,
139). Syarat-syarat: Sampel yang dipakai untuk analisis harus beasal dari
populasi yang berdistribusi normal, sampel besar, data berbentuk interval dan
rasio (Singgih Santoso, 1999, 139)
b.
Statistik
nonparametrik: bila data tidak berdistribusi normal, jumlah data sangat
sedikit, data adalah nominal atau ordinal, bisa digunakan bagi para peneliti
sosial, seperti penelitian perilaku konsumen, sikap manusia, yang mengalami
kendala dengan hasil pengukuran yang tidak berlevel interval atau rasio
(Singgih Santoso, 1999, 139-140)
Aplikasi
|
Test parametrik
|
Tes non parametrik
|
Dua sampel
saling berhubungan (two dependen samples)
|
T test
Z test
|
Sign test
Wilcoxon
signed rank
Mc nema change
test
Permutation
test
|
Dua sampel
tidak berhubungan (two independen samples)
|
T test
Z test
|
Wilcoxon rank
sum test
Mann-Withney U
test
Chis-Square
test
Fisher Exact
test
Median test
Kolmologorov-Smirnov
test
Siegel-Tukey
test
Permutation
test
|
Beberapa
sampel tidak berhubungan (several independen samples)
|
Anova tes (F
Test)
|
Kruskal-Wallis
Test
Chi-Squae test
Median Test
(deiperluas)
Jonckheere
test
|
Korelasi
|
Korelasi
linear
|
Spearmean Rank
Correlation
Kendall
Corellation
|
Randomness
|
Tidak ada
|
Runs test
|
Sumber: Singgih Santoso,
1999, 140.
116.
Statistik
non parametrik: disebut juga statistik bebas distribusi (tes signifikan
statistik tidak membuat asumsi apapun mengenai bentuk populasi yang disampelkan
secara tepat), tes signifikan statistik tidak didasarkan atas apa yang disebut
teori statistik kali, yang umumnya didasarkan atas sifat-sifat yang melekat
pada harga tengah dan varian serta hakikat dan sifat distribusi . atau tidak
bergantung pada asumsi apapun mengenai bentuk populasi sampel atau harga-harga
parameter populasi (Fred N. Kerlinger, 2000, 461-462).
117.
Peranan
tes nonparametrik: Tes parametrik adalah paling kuat apabila semua model
statistiknya dipenuhi dan bila variabel yang dianalisis diukur setidaknya dalam
skala interval, tetapi meskipun semua anggapan tes parametrik mengenai populasi
dan syarat-syarat mengenai kekuatan pengukuran dipenuhi, kita ketahui dari
konsep kekuatan efisiensi bahwa dengan memperbesar ukuran sampel dengan banyak
elemen yang sesuai, kita dapat menggunakan suatu tes nonparamterik sebagai
pengganti tes parametrik dengan masih mempertahankan kekuatan yang sama untuk
menolak H0. Karena kekuatan tes nonparametrik dapat ditingkan dengan hanya
memperbesar ukuran N, dan karena ilmuan sosial jarang mencapai jenis pengukuran
yang memungkinkan penggunaan secara berarti tes parametrik, tes nonparametrik
memainkan peranan penting dalam penelitian di lapangan ilmu sosial (Sidney
Siegal, 1997, 39).
118.
Perdebatan
statistik parametrik dan nonparametrik: P. Gardner menganjurkan diteruskan
penggunaan statistik parametrik, sedangkan Bradley menganjurkan metode non
parametrik. Kedua belah pihak sama-sama valid, penulis sendiri cenderung paa
pendapat Gardner. Jika kita cermat dan hati-hati dalam pembuatan sampel serta
analisis, dan senantiasai bersikpa kontekstual dalam menafsirkan hasil
statistik, parametrik adalah metode yang penuh manfaat, luas kegunaannya, dan
tak tergantikan. Metode nonparametrik merupakan tambahan yang berguna dalam
gudang senjata statistik yang dimiliki oleh peneliti, namu sama sekali tidak
berarti dapat menggantikan atau menggusur metode parametrik. Para pengajar mendesak mahasiswa bidang
pendidikan dan psikologi untuk hanya mengunakan tes nonparametrik. Dasar ini
patut kita pertanyakan pula, yakni bahwa kebanyakan populasi di bidang
pendidikan dan psikologi bukanlah populasi normal. Soalnya tidaklah sesederhana
ini (Fred N. Kerlinger, 2000, 462-463). Ada suatu hal lagi yang perlu diulang
serta ditekankan: kebanyakan dari masalah-masalah analisis dalam penelitian
behavioural dapat ditangani secara memadai dengan penggunaan metode parametrik.
Tes F, Tes t dan ancangan-ancangan parametrik lainnya bersifat kokoh, dalam
arti bahwa kesemuanya itu berjalan baik kendati ada pelanggaran-pelanggaran
terhadap asumsinya, tentunya asalkan pelanggan itu bukan pelanggaran
besar-besaran dan berganda-ganda. Dengan demikian metode non parametrik adalah
teknik-teknik sekunder atau teknik pelengkap yang dapat sangat berguna, yang
sering tinggi nilainya dalam metode nonparamaterik memperlihatkan kekuatan,
kluwesan (fleksibilitas), dan kemungkian penerapan yang luas dari
wawasan-wawasan dasar tentang probabilitas dan fenomen keacakan (Fred N.
Kerlinger, 2000, 462-463).
119.
Makna
signifikan:
a.
Tes
signifikan t dan F tidak menunjukkan besar atau kuatnya relasi. Suatu tes-t
untuk menguji selisih antara harga tengah, jika signifikan hanya
memberitahukan pada penelitinya bahwa ada suatu relasi . Begitu juga
dengan tes F, bila hasilnya signifikan. Kebalikan dengan tes statistik t dan F,
koefisien Korelasi adalah ukuran yang relatif langsung, yang di dalamnya mudah
dilihat karena penggabungan dua himpunan skor lebih jelas kelihatan sebagai
suatu relasi, ini seuai dengan defenisi tentang relasi sebagai sehimpunan
pasangan berurutan (Fred N. Kerlinger, 2000, 371).
b. Signifikan berarti hasil penelitian ini
dapat digeneralisasi untuk seluruh populasi, bukan hanya sampel yang diteliti
(Sugiyono, 1999, 184).
c.
Signifikan
secara statistik berarti hasil penelitian yang ada bukanlah sesuatu yang
terjadi secara kebetulan, tetapi menggambarkan ruang lingkup sampel yang
sesungguhnya atau semesta sampel (U) atau disebut populasi (Fred N. Kerlinger,
2000, 268).
d. Signifikan adalah hasil sampel digunakan
untuk menguji kebenaran/keberartian/penting atas statistik uji (estimator) dan
distribusi statistik seperti itu dalam hipotesis nol. Atau dengan kata lain
penting/berpengaruh secara statistik (Damodar Gujarati, 2003, 76-70)
e.
Apabila
hasil pengujian signifikan, berarti hasil pengujian tidak meragukan untuk
mengatakan bahwa regresi sangat berarti dapat digunakan untuk membuat
kesimpulan mengenai hubungan dan pertautan antara variabel bebas dan variabel
terikat (Prof. Dr. Sudjanna, MA, M.Sc., 1983, 65).
120.
Analisis
data: Analisis berarti kategorisasi, manipulasi, dan peringkasan data untuk
memperoleh jawaban bagi pertanyaan peneliti. Hasil analisis dilakukan
interpretasi atau penafsiran tentang hasil penelitian, yang dilakukan dengan
dua cara:
a.
Interpretasi
sempit, yakni menafsirkan relasi-relasi di dalam telaah penelitian itu beserta
datanya. Misalnya ketika menghitung koefisien regresi pada saat yang nyaris
bersamaan kitapun menginferensikan (menyimpulkan) adanya
relasi/hubungan/pengaruh.
b. Interpretasi yang lebih luas, yakni
memperbandingkan hasil penelitian dan inferensi dengan teori serta hasil-hasil
penelitian lain apakah sesuai atau tidak (Kerlinger, 2000, hal. 218)
121. Koefisien regresi pada penelitian prilaku:
Nilai koefisien B dapat dijadikan sebagai prediksi yang penafsirannya dengan
melihat konteks masalah yang sedang diteliti. Untuk penelitian perilaku tidak
usah ditafsirkan berdasarkan angka/nilai, misalnya peningkatan variabel X
menyebabkan terjadinya peningkatan variabel terikatnya (Prof. Dr. Sudjanna, MA,
M.SC., 1983, 30).
DAFTAR PUSTAKA
122.
Nama
pengarang ditulis mulai dari nama keluarganya, sedangkan namanya sendiri
ditulis di belakangnya sesudah tanda koma. Seringkali nama-nama sendiri itu
tidak ditulis lengkap, akan tetapi hanya huruf singkatannya saja, walaupun
kadang-kadang nama senidri yang pertama lengkap, tetapi nama sendiri yang kedua
dengan huruf singkatan. Contoh: Bruner, E.M; Mizuno, K. Semua gelar akademis
dan gelar lain tidak dicantumkan. Nama Cina biasanya mempunyai unsur nama
keluarga di depan, sehingga antara bagian-bagian dari nama tidak perlu diberi
koma, contoh: Lie Tek-tjeng. Nama
Belanda ada sedikit kesukaran karena ada unsur nama seperti Van, Van der, Ter,
akan tetapi unsur nama tersebut sering diperlakukan sebagai unsur tambahan, contoh:
Har, B. Ter, bukan Ter Har, B. Nama Indonesia lebih sukar karena belum ada
ketentuan. Misalnya Bachtiar Rifai, kita selalu ragu apakah lebih dahulu
ditulis Bachtiar atau Rifai., tetapi yang penting adalah konsisten
(Koentjaraningrat, 1991, 338-339).
123.
Daftar
pustaka bersumber internet: Nama mengikuti tradisi tertentu atau bila tidak ada
diganti nama lembaga yang bertanggung jawab. Tahun (atau ditambah tanggal di
dalam kurung, bila ada) terakhir diperbarui. Judul artikel dan bisa ditambah,
bila ada, informasi nama publikasi/judul jurnal elektronik ditulis miring.
Tulisan “Tersedia di situs:” diteruskan dengan alamat situs web ditambah
[tanggal akses di dalam kurung]. Contoh: Li, X, & N. Crane. 1996 (Agustus
26). Bibliographic format for citing electronic information. Tersedia di:
http://www.uvm.edu/~xli/reference/estyles.htm [29 April 1996]. Sanchez, C. 1996
(13 Januari). Future of affirmative action in higher education. National Public
Radio. Electric Library, hal. B5 (9 alinea). Tersedia di: http://www.elibrary.com
[1 Oktober 1996] (Prof. Dr. Ir. Achmad Djunaedi, MUP. 2002, 31).
124.
Daftar
Pustaka bersumber CD-ROM: CD-ROM biasanya dipunyai oleh perpustakaan
yang berlangganan atau mempunyai kontrak layanan dengan produsen CD-ROM
tersebut, atau ada juga CD-ROM yang disebarluaskan sebagai pengganti
buku/jurnal cetak. Format penulisan: Nama mengikuti tradisi tertentu atau bila
tidak ada diganti nama lembaga yang bertanggung jawab atau nama ini tidak
dicantumkan bila tidak ada. Tahun terbit (ditambah tanggal, bila ada). Judul
artikel dan informasi publikasi. Tulisan “CD-ROM tersedia:” Diteruskan dengan
nama lembaga pemberi layanan atau penerbitnya ditambah [tanggal akses di dalam
kurung]. Contoh: Howell, V. & B. Carlton. 1993 (29 Agustus). Growing up tough:
New generation fights for its life: Inner-city youths live by rule of
vengeance. Birmingham News, hal. 1A (10 halaman). CD-ROM tersedia: 1994
SIRS/SIRS 1993 Youth/ Volume 4/ Article 56A [16 Juli 1995]. Oxford English
Dictionary computer file: On compact disc (2 nd ed.). 1992. CD-ROM
tersedia: Oxford UP [27 May 1995]. (Prof. Dr. Ir. Achmad Djunaedi, MUP. 2002, 31).
125.
Contoh
penulisan daftar pustaka dari internet: Shankar S dan Coates RM. 1997. My
Research Summary, Part One, Cyclobutylcarbynyl Reaarrangements of
Caryophyllenyl Derivates, http://www.aries.scs.uicc.educ/shankar1.htm
(Prof. Dr. Suminar S. Achmadi, 2004, 79).
126.
Setiap
universitas memiliki format penulisan yang berbeda, Fakultas ekonomi dan
Psikologi banyak menggunakan metode APA (American Psychological Association).
Cara lain adalah menggunakan format penulisan dengan sistem Harvard yang
populer disekolah-sekolah bisnis di seluruh dunia. Beberapa contoh dapat
dilihat berikut ini (Mudrajad Kuncoro, Ph.D., 2003, 301-303):
a.
Buku
dengan satu penulis: Nama keluarga, inisial, tahun, judul dengan huruf miring
atau garis bawah, edisi, kota, penerbit (Contoh: Jordan, R., 1996, Academic
Writing Course, 2nd ed., Harlow, Longman).
b.
Buku
dengan lebih dari satu penulis: Cantumkan nama keluarga semua penulis, dan
diikuti inisialnya masing-masing, tahun, judul dengan huruf miring atau garis
bawah, edisi, kota, penerbit. (Contoh: McTaggart, D., Findlay, C. & Parkin,
M., 1996, Economics, 2nd ed., Sydney, Addison-Welsey).
c.
Bagian
dari buku yang diedit oleh penulis yang berbeda dan bab yang berbeda: Nama
keluarga, inisial, tahun judul artikel dalam tanda petik tetapi tidak
dengan huruf miring atau garis bawah, dalam, inisial, nama keluarga, subjudul
dengan huruf miring atau garis bawah, edisi, kota, penerbit. (Contoh: Daniels,
P. 1992, “Australia’s Foreign Debt: Searching for the Benefits” in, P. Maxwell
& S. Hopkins, Macroeconomics: Contemporary Australian Readings, 2nd
ed., Pymble, Harpey).
d.
Artikel
jurnal: Nama keluarga, inisial, tahun, judul dalam tanda petik dan tidak
dengan huruf miring atau garis bawah, judul jurnal yang dicetak miring atau
garis bawah, volume diikuti terbitan (dalam kurung), halaman. (Contoh:
Abrahamson, A., 1991, ‘Managerial Fads and Fashions: The Diffusion and
Rejection of Innovation’ Academy of Management Review, 16(3), 586-612.
e.
Artikel
majalah: Nama keluarga, inisial, tahun, judul dalam tanda petik dan tidak
dengan huruf miring atau garis bawah, judul majalah yang dicetak miring atau
garis bawah, bulan diikuti tanggal, halaman. (Contoh: Jayasankaran, S. 2000,
‘Malaysia: Miracle Cure”, Far Eastern Economic Review, May 11, p36.
f.
Sumber
dari internet dengan penulis: Nama keluarga, inisial, tahun tulisan, judul artikel
tidak dengan huruf miring atau garis bawah, organisasi atau website, URL
atau alamat web. (Contoh: Chan, P., 1997, Same or different?: A comparison of
the Benefits Australian and Chinese University Students Hold about
Learning Proceedings of AARE conference,
Swinburne University, http://www.swin.edu.au/aare/97pap/CHANP97058.html.
g.
Sumber
dari internet tanpa nama penulis: Nama organisasi tempat penulis, tahun
tulisan, judul artikel tidak dengan huruf miring atau garis bawah,
organisasi atau website, URL atau alamat web, bulan dan tanggal akses, tahun
akses. (Contoh: Statsoft, inc., 1997, Electronic Statistic Textbook, Tulsa OK.,
Statsoft online, http://www.statsoft.com/textbook/stathome.html,
accessed May 27, 2000.
REFERENSI
Andrew Hale Feinstein dan William F. Harrah.
2001. A Study of Relationships Between Job Satisfaction And Organizational
Commitment Among Restaurant Employees. Research Paper.
Azuar Juliandi, 2002. Pemanfaatan Internet
dalam Proses Belajar dan Penulisan Karya Ilmiah Bidang Manajemen dan Bisnis.
Jurnal Manajemen dan Bisnis. Vol. 2 No.
2 Oktober.
-------. 2004. Masalah Penelitian, Pemilihan Topik, dan
Variabel Penelitian. Materi
Disajikan dalam Penataran dan Lokakarya Metodologi Penelitian-Dosen Perguruan
Tinggi Swasta, Kerjasama Universitas Nomensen dengan DP3M Dikti-Depdiknas di
Medan, 21-24 Juli 2004.
Bambang Tri Cahyono 1996. Metodologi Riset Bisnis. Jakarta:
Badan Penerbit IPWI.
C. McDaniel dan R. Gates, .
1999. Contemporary Marketing Research. SouthWestern College Publishing.
Singapore.
Damodar Gujarati. 2001. Ekonometrika Dasar. Penerjemah: Sumarno
Zain. Erlangga. Jakarta.
David Lindsay. 1986. Penuntun Penulisan Ilmiah. Jakarta: UIPress.
Dermawan Wibisono. 2000. Riset Bisnis.
Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas Ekonomi.
Dr. Imam Ghozali, M.Com, Akt. dan Prof. Dr.
N. John Castellan. 2002. Statistik Non-Parametrik: teori dan Aplikasi dengan
Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Dra. Kartini Kartono. 1980. Pengantar
Metodologi Research Sosial. Bandung: Alumni.
Drs. Cholid Narbuko dan Drs. H. Abu Achmadi.
2004. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara.
Drs. Riduwan, MBA. 2002. Skala Pengukuran
Variabelvariabel Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Drs. Saifuddin Azwar. 2001. Reliabilitas
dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
------- 2002. Penyusunan Skala Psikologi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Erni R. Ernawan. 2004. Pengaruh Budaya
Organisasi dan Orientasi Etika terhadap Kinerja Perusahaan Manufaktur. Usahawan
No. 09 TH. XXXIII September.
Fred N Kerlinger. 2000. AsasAsas
Penelitian Behavioural. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Husein Umar, SE, MM, MBA. 1999. Metodologi Penelitian: Aplikasi
dalam Pemasaran. Jakarta: Gramedia.
--------2001. Riset Sumber
Daya Manusia dalam Organisasi. Gramedia. Jakarta.
Jeffrey A. Gliner dan George A. Morgan. 2000.
Research Methods in Applied Settings: An Integrated Approach to Design and
Analysis. Lawrence Erlbaum Associates. Mahwah, NJ.
Koentjaraningrat. 1991. MetodeMetode
Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia.
L.N. Jewel dan Marc Siegal. 1998. Psikologi
Industri/Organisasi Modern. Jakarta: Arcan.
Mohammad Nazir, Ph.D. 1999. Metode
Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Mudrajad Kuncoro, Ph.D. 2003. Metode Riset
untuk Bisnis dan Ekonomi: Bagaimana Menelit dan Menulis Tesis. Jakarta.
Erlangga.
Nur Indriantoro dan Bambang Supomo. 1999. Metodologi
Penelitian Bisnis: Untuk Akuntansi dan Manajemen. Badan Penerbit Fakultas
Ekonomi. Yogyakarta.
Onno W. Purbo, Ph.D, Intan Ahmad, Ph.D,
Ismail Fahmi, ST, 2001. Meningkatkan Kualitas Lulusan Perguruan Tinggi
Melalui Digital Library: Tugas Akhir, Tesis, dan Disertasi Nasional Network of
Digital Library of Theses and
Disertation.Knowledge Management Research GroupPerpustakaan Pusat Institut
Teknologi Bandung.
Prof. Dr. Achmad Djunaedi, 2002. Petunjuk
Penulisan Usulan Penelitian dan Tesis. Edisi Kedua. Program Pascasarjana
Magister Perencanaan Kota & Daerah MPKD Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Prof. Dr. C. Hanny Wijaya, 2004. Penulisan
Artikel Ilmiah dan Etika Penelitian. Kumpulan Materi Penataran dan
Lokakarya Training of Trainers Metodologi Penelitian PTN dan PTS Tahun 2004,
Jakarta 2630 April 2004.
Prof. Dr. H. Sarmanu, M.S., 2004. Metodologi
Penelitian. Kumpulan Materi Pelatihan Structural Equation Modeling. Lembaga
Penelitian Universitas Airlangga Surabaya.
Prof. Dr. Sudjanna, MA, M.Sc.. 1983. Teknik
Regresi dan Korelasi Bagi Para Peneliti. Tarsito. Bandung.
Prof. Dr. Sugiyono 2004. Pemilihan Topik
dan Variabel Penelitian, serta Teknik Perumusan Masalah. Kumpulan Materi
Penataran dan Lokakarya Training of Traininer Metodologi Penelitian PTN dan PTS
di Jakarta, 2630 April 2004.
Prof. Dr. Sugiyono. 1999. Metode
Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.
------ 1999a. Metode Penelitian
Administrasi. Bandung: Alfabeta.
Prof. Dr. Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur
Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Jakarta.
Sidney Siegel. 1994. Statistik Nonparametrik Untuk Ilmu-Ilmu Sosial.
Jakarta: Gramedia.
Singgih Santoso. 1999.
Aplikasi Excel Dalam Statistik Bisnis, Jakarta: Elexmedia
Komputindo
W. Gede Merta, 2004. Metode Penelitian. Fakultas Ekonomi
Unwar.
Sumber : http://azuar2.tripod.com/suplemen.htm